Politisi senior Partai Golkar, Zainal Bintang/Net
Keutuhan bangsa dan negara Indonesia harus menjadi pemikiran arus utama seluruh elemen bangsa dalam menyongsong 100 Tahun Proklamasi 2045.
Apalagi, dewasa ini riak-riak perpecahan masih terasa di tengah masyarakat sebagai residu dua kali pemilu sebelumnya, yaitu 2014 dan 2019 yang sarat konflik dan beraroma paradoks.
"Ini harus menjadi pemikiran arus utama seluruh elemen bangsa untuk mengawal dan merawatnya bersama," kata politisi senior Zainal Bintang kepada wartawan, Kamis (29/12).
Menurutnya, situasi dan kondisi kerawanan ini bisa mengancam semangat persatuan dan kesatuan nasional.
Oleh karenanya, Bintang bersama sejumlah tokoh mendirikan sebuah wadah pengkajian dan konsultasi politik dan ekonomi bernama “Dini Institituteâ€, yakni akronim dari Dinamika Indonesia Institute.
Dini Institute turut didukung sejumlah tokoh media dan pakar komunikasi dengan menempati posisi sebagai penasihat ahli. Mereka antara lain pendiri
Cek & Ricek yang juga Ketua Dewan Kehormatan PWI Pusat, Ilham Bintang; Dosen UI dan pakar komunikasi, Prof Effendy Gazali; mantan anggota DPD dan Direktur Eksekutif Institute Peradaban, Ichsan Loulembah; serta CEO RMOL Network sekaligus Ketum Jaringan Media Siber Seluruh Indonesia (JMSI), Teguh Santosa.
Dini Institute rencananya akan diluncurkan pada medio Januari 2023 dengan sejumlah agenda program yang telah disusun, antara lain
talkshow, seminar, diskusi, konten video ataupun
podcast.
Semua unit program tersebut akan menggunakan kemasan fasilitas IT atau daring dalam program andalan yang dikemas
talkshow menghadirkan sejumlah tokoh, seperti eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
Bintang menyebutkan, dirinya telah berkonsultasi dengan beberapa pakar ekonomi keuangan, politik, pertahanan dan pakar pemerintahan untuk memastikan kemasan “Jalan Tengah Indonesia†mampu merumuskan dan menemukan sosok calon pemimpin bangsa, yang dapat berperan sebagai “bintang penuntun†di langit demokrasi Indonesia.
Frasa “bintang†digunakan karena terinspirasi dengan pengalaman panjang ratusan tahun “nenek moyangku seorang pelautâ€. Mereka dengan gagah perkasa dan penuh keyakinan mengarungi samudera luas dengan perahu, tanpa kelengkapan teknologi modern.
“Hanya berpedoman kepada firasat dan naluri dengan membaca dalam hati pergerakan 'bintang penuntun' di langit yang luas dan sunyi, untuk meramal perubahan cuaca, antara badai, topan dan cerah," tandas Bintang.