Suasana sidang kasus pembunuhan Brigadir J di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan/RMOL
Sikap dan tindakan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam perkara pembunuhan Brigadir J disorot.
Dalam perkembangan sidang yang masih berjalan ini, Majelis Hakim dinilai kerap emosi dan menyangkal keterangan saksi mapun terdakwa yang dihadirkan.
"Kebebasan dan kemerdekaan hakim harus tetap di dalam aturan. Hakim tidak boleh memperlihatkan emosi pribadinya," kata Ahli Hukum Pidana UI, Chudry Sitompul dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (10/12).
Undang-undang Kekuasaan Kehakiman, kata Chudry, hakim dilarang menunjukkan perasaan pada kasus dipimpinnya serta tak boleh emosional ketika mengingatkan saksi atau terdakwa.
Soal perkara pembunuhan Brigadir J, Chudry mencermati para saksi dan terdakwa memang terlihat lupa dan bingung. Hal itu bisa terjadi salah satunya karena tenggat waktu yang lama antara peristiwa dan persidangan.
Padahal, Hakim diwajibkan tidak bersikap subjektif dan mengambil kesimpulan sendiri dalam menghadapi sebuah perkara.
"Bila selisih sehari atau dua hari mungkin para terdakwa dan saksi masih kuat ingatannya. Tetapi kalau telah sebulan, dua bulan, orang bisa lupa. Di sinilah hakim harus bersikap sabar," tandas Chudry.
Dalam satu sikap Majelis Hakim yang cukup ramai dalam perkara Brigadir J yakni saat menghadirkan saksi ART keluarga Ferdy Sambo, Susi serta Kodir. Saat disidang, ART dimarahi Hakim karena dinilai menyampaikan keterangan bohong.
Kasus pembunuhan Brigadir J kini telah menetapkan lima orang terdakwa, yakni mantan Kadiv Propam Polri, Irjen Ferdy Sambo; Richard Eliezer; Ricky Rizal; Kuat Maruf; dan istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi.
Pada perkembangan kasus tersebut, Polri juga menetapkan beberapa tersangka lain, termasuk yang dikenakan pasal perintangan pengidikan atau
obstruction of justice.