Berita

Presiden Amerika Serikat Joe Biden dan Presiden RI Joko Widodo saat menghadiri G20/Setpres

Suluh

Benarkah Indonesia Negara Ekonomi Besar?

KAMIS, 17 NOVEMBER 2022 | 13:56 WIB | OLEH: WIDIAN VEBRIYANTO

PRESIDEN Joko Widodo baru saja menutup ajang pertemuan kepala negara-negara ekonomi besar dunia, G20 di Bali. Tercatat sebanyak 17 kepala negara hadir dalam pertemuan yang dibuka pada Selasa (15/11) di The Apurva Kempinski Bali, Kabupaten Badung, Bali, Selasa (15/11). Hanya tiga yang absen, yaitu Presiden Rusia Vladimir Putin, Presiden Brasil Jair Bolsonaro, dan Presiden Meksiko Andres Manuel Lopes Obrador.

G20 atau Group of Twenty adalah sebuah forum utama kerja sama ekonomi internasional yang beranggotakan negara-negara dengan perekonomian besar di dunia terdiri dari 19 negara dan 1 lembaga Uni Eropa. Kelompok ini merepresentasikan lebih dari 60 persen populasi bumi, 75 persen perdagangan global, dan 80 persen Produk Domestik Bruto (PDB) dunia.

Menarik dan bangga saat melihat Indonesia bisa sejajar dengan negara-negara ekonomi besar dunia. Indonesia seolah sudah berada di depan puluhan negara lain secara ekonomi. Modal Indonesia masuk dalam kelompok elite ini di antaranya adalah PDB Indonesia yang berada di atas 1 triliun dolar AS.

Semakin bangga saat melihat data Purchasing Power Parity (PPP) atau paritas daya beli Indonesia masuk dalam 10 negara yang memiliki PDB terbesar di dunia. PPP adalah perbandingan nilai suatu mata uang ditentukan oleh daya beli uang tersebut terhadap barang dan jasa di masing-masing negara. Lewat pendekatan ini IMF mencatat bahwa Indonesia menempati posisi ketujuh negara yang memiliki PDB paling besar di dunia sebesar 4,02 triliun dolar AS. Indonesia mengalahkan Brasil, Inggris, dan Perancis.

Dengan data-data tersebut, senang rasanya melihat Presiden Jokowi bersalaman dengan pemimpin negara-negara besar dunia seperti Joe Biden, Xi Jinping, Rishi Sunak, dan Olaf Scholz. Rasanya Indonesia akan memainkan kembali peran global seperti era Bung Karno. Apalagi, Jokowi dalam sambutan berani lantang untuk menyuarakan agar dunia menghentikan perang.

Data Lain


Tapi apakah benar Indonesia sekaya itu? Pertanyaan ini muncul saat melihat masih banyak berita kemiskinan mewarnai pemberitaan media. Jika memang Indonesia kaya, seharusnya tidak adal lagi rakyat yang susah makan, sulit mendapatkan akses kesehatan, sulit mendapat pendidikan dan pekerjaan layak.

Ekonom senior DR. Rizal Ramli, telah menjelaskan bahwa metode perhitungan yang digunakan penyaji data mempengaruhi hasil. Untuk tolok ukur PPP, dia menilai perhitungan tersebut sumir, tidak lazim, dan memiliki banyak kelemahan. Jika tolok ukur diganti dengan PDB per kapita, maka akan diketahui di mana posisi Indonesia yang sebenarnya.

PDB per kapita merupakan salah satu indikator untuk mengukur kemakmuran suatu wilayah. Semakin besar pendapatan per kapita mengindikasikan bahwa wilayah tersebut semakin makmur. Begitu juga sebaliknya, jika PDB per kapita kecil, maka mengindikasikan bahwa wilayah tersebut kurang makmur. Cara menghitungnya, nilai seluruh produk dan jasa yang dihasilkan di sebuah negara dalam suatu tahun, dibagi dengan rata-rata jumlah penduduk dalam tahun yang sama.

Berdasarkan data dari Bank Dunia tahun 2020, PDB per kapita Indonesia hanya sekitar 3.870 dolar AS atau setara Rp 54,6 juta (kurs kala itu Rp 14.100 per dolar AS). Dengan pengukuran ini, peringkat Indonesia yang tadinya berada di posisi 10 besar berdasarkan hitungan PPP, kini terjun bebas. Di G20, Indonesia turun di peringkat 2 paling bawah. Posisi Indonesia hanya setingkat lebih baik dari India yang berada di peringkat buncit dengan 1.961 dolar AS.

Indonesia dengan status anggota G20 bahkan bukan raja di kawasan Asia Tenggara. Posisi Indonesia hanya bertengger di urutan kelima dari 10 negara. Posisi Indonesia berada di bawah Thailand yang berada di urutan ke-4 dengan PDB per kapita 7.189,04 dolar AS. Posisi puncak diduduki Singapura dengan 59.797,75 dolar AS, disusul Brunei Darussalam 27.466,34 dolar AS dan di posisi ketiga Malaysia dengan 10.401,79 dolar AS.

Perhitungan ini lebih rasional dalam menggambarkan kondisi Indonesia, yang masih butuh banyak perbaikan dalam sektor ekonomi. Terlebih ekonomi Indonesia baru saja terguncang pandemi Covid-19 hingga sempat terjun bebas ke angka minus. Puncaknya, pada Juli 2021 lalu Bank Dunia bahkan menempatkan Indonesia sebagai negara kelas menengah bawah. Indonesia disejajarkan dengan negara-negara seperti Mauritius, Rumania, dan Samoa.

Kesimpulan

Angka yang baik memang membuat rakyat akan merasa bangga dengan negerinya. Akan tetapi, jika angka baik tersebut didapat dari gotak-gatik-gatuk demi mendapat citra yang baik, maka rakyat akan dirugikan. Sebab, seolah negara sudah berada pada jalur yang benar, sudah sejajar dengan negara-negara maju lainnya. Sehingga perbaikan-perbaikan dalam negeri terkesan diabaikan karena merasa sudah besar. Padahal, angka-angka tersebut tidak mencerminkan kondisi riil bangsa.

Untuk itu, perlu perhitungan yang transparan dan kredibel. Sekalipun angka yang dihasilkan buruk, tapi hal itu akan menjadi gambaran diagnosa yang tepat untuk mendapat obat yang tepat pula dalam perbaikan bangsa.

Pemimpin negara tidak perlu malu mengakui bahwa negara yang dipimpin belum layak disejajarkan dengan negara besar lain. Tapi yang harus menjadi fokus utama pemimpin tersebut adalah terus membangun negara agar bisa sejajar secara nyata. Diagnosa yang tepat bisa mempercepat tujuan tersebut.

Populer

Demo di KPK, GMNI: Tangkap dan Adili Keluarga Mulyono

Jumat, 20 September 2024 | 16:22

Mantan Menpora Hayono Isman Teriak Tanah Keluarganya Diserobot

Jumat, 20 September 2024 | 07:04

KPK Ngawur Sebut Tiket Jet Pribadi Kaesang Rp90 Juta

Rabu, 18 September 2024 | 14:21

Kaesang Kucing-kucingan Pulang ke Indonesia Naik Singapore Airlines

Rabu, 18 September 2024 | 16:24

Fufufafa Diduga Hina Nabi Muhammad, Pegiat Medsos: Orang Ini Pikirannya Kosong

Rabu, 18 September 2024 | 14:02

Kaesang Bukan Nebeng Private Jet Gang Ye, Tapi Pinjam

Rabu, 18 September 2024 | 03:13

Diungkap Roy Suryo, Fufufafa Rajin Akses Situs Porno Lokal dan Mancanegara

Senin, 16 September 2024 | 07:44

UPDATE

Pemindahan IKN Diklaim Disetujui Rakyat, Prabowo Harus Melanjutkan

Kamis, 26 September 2024 | 23:57

Astrid Nadya Kembali Terpilih sebagai Presiden OIC Youth Indonesia

Kamis, 26 September 2024 | 23:44

Kapolri Dorong Korlantas Terus Berinovasi

Kamis, 26 September 2024 | 23:21

Pasangan RIDO Bakal Berdayakan Pensiunan ASN untuk Menghijaukan Jakarta

Kamis, 26 September 2024 | 22:47

Peserta Pilgub Sumut Agar Adu Gagasan, Bukan ‘Gas-Gasan’

Kamis, 26 September 2024 | 22:21

Punya Empat Lawan, Elektabilitas Agung-Markarius Sudah di Atas 50 Persen

Kamis, 26 September 2024 | 22:20

KPK Cekal 3 Tersangka Suap IUP Kaltim

Kamis, 26 September 2024 | 22:07

Kejati Sumut Tahan 5 Tersangka Dugaan Korupsi PT Angkasa Pura II Kuala Namu

Kamis, 26 September 2024 | 21:55

Lewat Hilirisasi, Jokowi Dinilai Sukses Jaga Stabilitas Ekonomi

Kamis, 26 September 2024 | 21:46

Pernah Tempati Asrama Muhammadiyah, Aktivis Ciputat Ini Kini Dilantik jadi Anggota DPRD Labura

Kamis, 26 September 2024 | 21:44

Selengkapnya