Jet tempur F-16 buatan Amerika Serikat/Net
Keputusan Amerika Serikat untuk menjual pesawat tempur F-16 seharga Rp 6,9 triliun ke Pakistan tetap dinilai sebagai keputusan bodoh karena akan kembali mengancam keamanan nasionalnya sendiri.
Seorang peneliti senior dari American Enterprise Institute, Michael Rubin berpendapat, meskipun Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken, dua minggu lalu bersikeras menjual F-16 untuk membantu Pakistan memerangi kelompok teroris, tetapi nyatanya ada masalah lain yang harus kembali dipertimbangkan.
Ditulis Rubin, artikel di situs web Washington Exeminer pada Rabu (12/10) menyebut beberapa hal yang mungkin terjadi jika keputusan penjualan benar-benar dilakukan.
Pertama, Pakistan sangat mungkin menggunakan pesawat tempur untuk melawan warganya sendiri di Balochistan, tempat di mana banyak pemberontakan tingkat rendah beroperasi.
"Serangan Islamabad untuk menargetkan warganya sendiri menggunakan alat dari AS, akan berisiko menjadi pukulan balik bagi Washington," kata Rubin.
Kedua, meskipun Blinken berupaya menolong militer Pakistan dan ribuan warga dari gerakan teroris dalam negeri, tetapi Badan Intelijen Antar-Layanan Pakistan (ISI) justru terus membiayai, memperlengkapi, dan mendorong kelompok-kelompok teroris.
"AS harus mengabaikan narasi korban Pakistan hingga Pakistan dapat menghentikan para pemimpin ISI karena pengkhianatan dan kerusakan yang telah mereka lakukan dengan mendukung gerakan ekstremis," jelasnya.
Ketiga, yang tak kalah penting adalah kemungkinan bahwa Pakistan akan menggunakan F-16 untuk berlatih dengan angkatan udara China. Ini memungkinkan musuh AS dapat belajar dan menyesuaikan taktik mereka untuk menghadapi senjata tersebut.
"Ini akan mengancam keamanan AS. Pakistan dan China telah berulang kali mengadakan latihan perang angkatan udara bersama. Beberapa di antaranya termasuk JF-17 Thunder dan F-7 Chengdu buatan China," tegas Rubin.
Terakhir, janji Pakistan hingga saat ini belum bisa dipegang. Terlihat dari bagaimana Islamabad mangkir dari janji untuk tidak melindungi Al Qaeda atau mempersenjatai dan mendanai Taliban.
"Pengingkaran juga berulang kali terlihat ketika Pakistan mengizinkan China untuk mengakses teknologi AS sehingga perusahaan Beijing dapat menduplikasinya," tambah dia.
Menurut Rubin, Presiden Joe Biden dan Blinken berulang kali mengejar kebijakan yang bisa dibilang merusak keamanan nasional sendiri demi angan-angan diplomatik.
"Melihat bagaimana masalah yang dijelaskan sebelumnya, Kongres harusnya segera membanting pintu penjualan senjata ke Pakistan," pungkasnya.