NEGARA Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang berjuang menaikkan produktivitasnya dalam pelayanan, tentu perlu ada reformasi birokrasi di dalamnya. Karena di setiap negara di dunia mementingkan hal ini dalam kemajuan di setiap aspek yang dimiliki, seperti negara melayani masyarakat dengan lambat cepatnya waktu.
Lalu menurut Penulis sendiri, pelayanan terhadap publik menjadi titik terpenting bagi kemajuan setiap negara dengan adanya sistem birokrasi yang responsif, fleksibilitas, progresif, dan kerja keras dalam suatu kompetensi yang kita geluti akan dibagi-bagi oleh banyaknya bidang atau tempat untuk kita kreasikan.
Bila dilihat kinerja birokrasi di Indonesia memang sudah mulai tersusun atau terstrukturisasi dengan baik, akan tetapi banyak respons warga bahwasannya pelayanan yang dilakukan sangatlah lambat.
Menilik tenaga kerja yang dialokasi setiap daerahnya seperti tidak sesuai penempatannya, lalu tidak kesesuaian kompeten setiap tenaga kerja yang di alokasi (ditempatkan di lembaga pelayanan) hal ini menjadi masalah utama yang perlu diperbaiki.
Tidak lupa walau birokrasi telah melalukan reformasi hingga menurut mereka sebagai sistem terbaik, pada kenyataannya tetaplah bermasalah dari adanya mereka yang KKN (korupsi, kolusi, nepotisme), lalu setiap tenaga kerja berasal dari ASN yang di mana kebanyakan dari mereka lupa jati dirinya sebagai pelayan masyarakat, karena gaji dan tunjangan masa tuanya diambil dari pajak yang telah masyarakat bayar. Tapi, mereka malah sengsarakan dengan pelayanan yang dilayani ASN lebih mementingkan kerakusan dalam memperkaya diri.
Apabila kita belajar dari minusnya ASN dipengaruhi oleh politik. Lagi dan lagi, politik yang menjadi acuan utama atau titik tumpu dengan diiming-imingi naik jabatan (gajinya lebih besar). Seharusnya birokrasi di negara kita bersifat netral, maka pemerintah lama kemudian akan semakin baik.
Akan tetapi untuk mencapai representatif yang ideal, perlu rencana untuk mengatasi kompleksitas yang bersumbu terhadap permainan politik. Memang dalam kehidupan kita dan kehidupan penulis pun selalu diliputi hawa-hawa politik yang kental.
Mengingat kinerja yang dikatakan mereka bahwasannya ada peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya, tapi lupa akan menyejahterakan masyarakat yang pada akhirnya kembali kepada kepentingan politik.
Untuk itu, mengacu pada perbaikan birokrasi yang kompeten, responsif, progesif, tampaknya harus belajar dari negara-negara maju, karena mereka sudah masuk kepada konsep birokrasi modern dan rasional dari gagasan Max Weber.
Birokrasi berkaitan dengan pegawai negeri atau birokrat yang menjalankan roda birokrasi. Idealnya dalam suatu negara demokrasi. "PNS mengabadikan hidup mereka untuk melayani masyarakat." (Gladden,1956: 17-18).
Oleh karena itu, dalam kedudukannya sebagai staf yang profesional, pegawai negeri harus mampu memperlakukan politisi dan partai politik secara objektif dan setara.
Hal ini juga terdapat pada Pasal 4 huruf E UU 25/2009 tentang mencederai asas keprofesionalan dan juga di Pasal 2 huruf B UU 5/2014 tentang pelayanan publik dan asas profesionalitas. Dari 2 hal tersebut sudah jelas tenaga kerja dalam hal profesionalitas, progersif dan kerja yang ulet tidak ada lagi dan menjadi masalah terhadap birokrasi.
Lalu setiap pembuatan kebijakan, para pembuat dan analisis kebijakan harus cermat dan teliti berulang-ulang dan tidak lupa melakukan penelitian berulang kali, karena sebagai manusia yang memiliki jabatan setinggi langit dalam suatu bidang tidak luput akan penelitian yang bersifat informatif dan aktual, agar tumbuhnya kepercayaan data-data yang akan dibuat sebagai kebijakan yang berintegritas dan menyejahterakan masyarakat.
Dalam membuat kebijakan, mereka tak boleh terpengaruh oleh kepentingan partai penguasa atau oposisi. Hal ini menunjukkan dengan jelas pentingnya netralitas politik pegawai negeri (Asmerom dan Reis, 1996, hlm:4).
Tentu PNS juga termaksud warga negara yang berhak mengekspresikan keberpihakannya pada parta politik tertentu yang telah menurunkan calon terbaik di partai mereka dalam pemilu, tapi tidak demikian ketika mereka melaksanakan tugasnya sebagai birokrat (melayani masyarakat).
Di era reformasi birokrasi kiranya perlu memperhatikan model birokrasi
enterpreneur. Model birokrasi ini memiliki ciri bahwa pemerintah dan birokrasi yang meningkatkan kerja keras mereka, solutif terhadap masalah yang akan dihadapi dan banyak lainnya.
A. Cenderung mengarahkan bukan mengurus semua bidang.
B. Melakukan pemberdayaan masyarakat.
C. Saling bersaing dalam memberikan pelayanan yang terbaik.
D. Digerakkan oleh misi yang ditetapkan oleh negara dan bukan aturan yang dibuat sendiri.
E. Menghasilkan pendanaan dan tidak menunggu anggaran.
F. Dikendalikan oleh warga negara pembayar pajak.
G. Memperhitungkan tabungan.
H. Bersifat mencegah daripada mengobati.
I. Melakukan kerja kelompok dan bukannya kerja individu, dan
J. Memperhatikan kemauan pasar dan publik.
Kemudian berbagai macam ASN yang banyak dialokasi di banyak daerah perlu memakai 10 ciri dalam 1 metode tersebut, karena 10 ciri menggambarkan begitu solutif dalam pelayanan terhadap masyarakat seperti ASN yang nanti akan responsif, saling terkoordinir, memperhatikan dan menganalisa resahan masyarakat dan banyak lainnya.
Kemudian ciri ini bermaksud untuk menyediakan hadiah bagi siapa saja tenaga kerja pelayanannya yang terbaik, cepat, bisa mengetahui kondisional dengan baik. Hal ini sebagai suatu bentuk apresiasi dalam kelompok, karena kembali lagi bahwasannya agar tersturkturisasi dengan kondisional yang baik pula.
Berharap para ASN bisa mengakualisasikan dirinya dengan baik terhadap kelompok yang tentu akan berintegritas sampai akhir dan melahirkan pelayanan publik yang prima. Diharapkan juga kepada pemerintah dalam menyeleksi ASN dengan nilai-nilai pada Pancasila dan yang lebih penting jujur, adil, dan memanusiakan manusia.
Dari ke-10 ini seharusnya birokrasi kedepannya akan lebih baik dan berfokus pada pelayanan masyarakat. Secara perlahan-lahan negara akan sembuh hingga menjadi nilai tertinggi dalam pembentukan tenaga kerja, produktivitas di setiap aspek, relatif waktu pelayanan membaik, kerja keras dan tanggung jawab lebih mempererat tali saudara, karena mau bagaimana pun mereka yang sedang bekerja untuk melayani kita ialah saudara seiman walau bukan dalam hal lingkupan keluarga.
Banyaknya ciri dari 1 model ini kita bisa menyadari, setiap model yang diciptakan dengan moril dan moral yang baik, maka akan tercipta integritas tinggi dan jujur, meski butuh keterampilan yang dilandasi konsisten dan terus belajar dari kesalahan.
Tentu kalau mau impian kita hadir secara realita, maka mari mengambil langkah yang baik pula dan bertujuan untuk memanusiakan manusia.
Mahasiswa Administrasi Publik FISIP Universitas Muhammadiyah Jakarta