Untuk menaikkan harga bahan bakar dunia yang menghadapi penurunan, Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya tengah mempertimbangkan untuk memangkas produksi minyak secara signifikan.
Menurut Wall Street Journal, jika rencana itu terealisasi, maka koalisi OPEC plus dapat memangkas lebih dari satu juta barel per hari, dan akan menjadi pengurangan produksi terbesar sejak pandemi Covid-19.
"Langkah itu memang efektif untuk meningkatkan harga minyak. Namun jika berlanjut maka akan semakin membebani konsumen Barat di tengah melonjaknya inflasi akibat perang," jelas laporan tersebut, seperti dimuat
The Hill pada Minggu (2/10).
Sejalan dengan itu, Menteri Keuangan Amerika Serikat (AS) Janet Yellen bulan lalu memperingatkan bahwa harga gas mungkin naik lagi di musim dingin karena beberapa negara Eropa yang mulai membatasi pembelian energi mereka pada Rusia.
OPEC yang terdiri dari Iran, Kuwait, Arab Saudi, Venezuela, Aljazair, Angola, Libya, Nigerial, Qatar, Uni Emirat Arab, dan Ekuador mengemban misi untuk dapat mengoordinasikan dan menstabilkan harga di pasar minyak global.
Tetapi, dengan adanya kemungkinan pengurangan produksi minyak oleh OPEC dan sekutu, maka akan semakin mengganggu stabilitas ekonomi global secara lebih luas.
Apalagi salah satu sekutu OPEC, yakni Rusia telah menjadi sasaran sanksi internasional sejak invasinya ke Ukraina, yang juga berkontribusi pada meroketnya harga energi di berbagai negara.