Gedung Mahmakah Agung/Net
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diharapkan tidak berhenti dengan mentersangkakan Hakim Agung Sudrajad Dimyati dalam memberantas kejahatan rasuh di lembaga yudisial.
Anggota Komisi III DPR RI Santoso mengatakan, ketika kejahatan rasuah menjangkiti lembaga yudisial, maka rakyat yang akan bingung kemana akan mencari keadilan.
"Harus diawasi dan dipantau setiap saat para hakim ini. Jika hakim semua berprilaku tidak sesuai dengan janji dan sumpah lantas kemana lagi rakyat mendapatkan keadilan," ujar Santoso kepada wartawan, Jumat (24/9).
Kata legislator Partai Demokrat ini, rakyat sudah tahu prilaku para hakim saat ini, yakni sulit mencari hakim yang tegak lurus pada aturan.
"Mencari hakim yang baik dan jujur seperi mencari sebutir berlian di samudera yang luas," katanya.
Dengan kasus Sudrajad yang terjerat kasus pengkondisian perkara di MA, Santoso tidak habis pikir bagaimana perilaku hakim di pengadilan tingkat pertama atau kedua ketika hakim di tingkat akhir terjerat rasuah.
"Kalau sekelas Hakim Agung yang telah mendapatkan fasilitas serta tunjangan yang tinggi masih berbuat seperti itu bagaimana dengan hakim-hakim yang berada di tingkat PN dan PT," tandasnya.
Adapun Sudrajad Dimyati diduga telah menerima uang Rp 800 juta untuk mengondisikan gugatan
perdata terkait aktivitas dari Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana.
Dia menjadi tersangka bersama 9 orang lainnya. Yakni Elly Tri
Pangestu (ETP) selaku Hakim Yustisial atau Panitera Pengganti MA; Desy
Yustria (DY) selaku PNS pada Kepaniteraan MA; Muhajir Habibie (MH)
selaku PNS pada Kepaniteraan MA; Nurmanto Akmal (NA) selaku PNS MA;
Albasri (AB) selaku PNS MA.
Selanjutnya, Yosep Parera (YP) selaku
pengacara; Eko Suparno (ES) selaku pengacara; Heryanto Tanaka (HT)
selaku Debitur Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana (ID); dan Ivan Dwi
Kusuma Sujanto (IDKS) selaku Debitur KSP ID.