Presiden petahana Joao Lourenco/Net
. Partai Gerakan Rakyat untuk Pembebasan Angola (MPLA) mengumumkan kemenangannya dalam pemilihan pada Senin (29/8) waktu setempat.
Kemenangan tersebut memperpanjang kekuasaan MPLA selama puluhan tahun di negara kaya minyak itu dan otomatis memberikan Presiden Joao Lourenco masa jabatan kedua.
Dalam pidatonya setelah pengumuman, Lourenco berjanji untuk menjadi presiden semua rakyat Angola dan membuka dialog setelah komisi pemilihan mengumumkan hasilnya, yang membuat oposisi memperoleh keuntungan besar.
"Ini kemenangan bagi Angola dan rakyat Angola pada umumnya," kata Lourenco, tak lama setelah pengumuman hasil pemungutan suara 24 Agustus, seperti dikutip dari
AFP, Selasa (30/8).
"Pemungutan suara ini adalah mosi percaya, yang memberi kami tanggung jawab besar untuk mempromosikan dialog dan konsultasi sosial," ujarnya.
Komisi Pemilihan Nasional (CNE) mengumumkan MPLA memenangkan 51,17 persen suara melawan 43,95 persen untuk penantang utama, Persatuan Nasional untuk Kemerdekaan Total Angola (UNITA).
Meskipun menang, hasilnya – yang paling ketat dalam sejarah Angola – menandai rekor terendah untuk MPLA dan mungkin akan berakhir di pengadilan setelah UNITA sebelumnya menolak hasil sementara.
Beberapa anggota komisi pemilihan tidak menandatangani penghitungan akhir, kata pejabat pemilihan, Senin.
MPLA secara tradisional memegang kendali atas proses pemilihan serta media pemerintah. Hal ini telah mendatangkan kekhawatiran dari kelompok oposisi serta sipil akan gangguan terhadap pemilih.
Pemimpin UNITA Adalberto Costa Junior (60) pekan lalu menyerukan panel internasional untuk meninjau penghitungan tersebut.
Pengamat internasional telah mengajukan beberapa kekhawatiran termasuk pertanyaan tentang daftar pemilih dan pelaporan yang bias oleh televisi milik negara, tetapi sebagian besar mengatakan pemungutan suara berlangsung damai dan terorganisir dengan baik.
MPLA, mantan gerakan pembebasan Marxis, telah memerintah Angola selama hampir setengah abad sejak kemerdekaan dari Portugal pada tahun 1975.
Angola adalah produsen minyak mentah terbesar kedua di Afrika, tetapi bonanza minyak telah disertai dengan korupsi dan nepotisme.