Polisi Irak menembakkan gas air mata untuk membubarkan pendukung Muqtada al-Sadr di Baghdad/Net
Istana presiden Irak di Baghdad digeruduk ribuan pengikut Muqtada al-Sadr pada Senin (29/8), setelah sehari sebelumnya ulama Syiah itu mengumumkan pengunduran dirinya dari dunia politik.
AFP melaporkan, para pengunjuk rasa berjalan menyerbu Istana setelah berhasil merobohkan penghalang semen di luar gedung. Mereka terus merangsek menjelajahi ruang demi ruang di mana mereka meneriakkan slogan-slogan untuk mendukung ulama tersebut.
Pihak keamanan istana bahkan tak mampu menahan mereka. Bala bantuan militer segera dipanggil untuk membantu, dan polisi anti huru hara terpaksa menggunakan meriam air untuk menjauhkan kerumunan pengunjuk rasa dari istana.
Sejumlah video yang beredar online menunjukkan beberapa dari mereka yang sudah berada di dalam mengambil kesempatan untuk berenang di kolam istana.
Mereka juga duduk-duduk santai di kursi berlengan di ruang pertemuan, berfoto, dan mengibarkan bendera Irak.
Komando Operasi Gabungan Irak kemudian mengeluarkan jam malam di seluruh kota tak lama setelah penyerangan istana.
Dalam pernyataan pengunduran dirinya, al-Sadr merujuk pada pengunduran diri pemimpin spiritual Syiah Ayatollah Kadhim al-Haeri pada hari Minggu, yang meminta para pengikutnya untuk mendukung Ayatollah Ali Khamenei dari Iran sebagai gantinya.
Al-Sadr mengklaim bahwa pengunduran diri al-Haeri bukan atas kemauannya sendiri, dan tampaknya menyiratkan pengaruh rahasia Iran.
Al-Sadr adalah seorang kritikus vokal pengaruh asing di Irak, dan telah lama berusaha untuk mengekang pengaruh milisi Syiah yang didukung Iran di negara itu.
Setelah blok politiknya memenangkan 73 kursi di 329 kursi legislatif Irak tahun lalu, ia gagal membentuk pemerintahan, karena tentangan dari Aliansi Kerangka Koordinasi, blok Syiah yang bersekutu dengan Iran. Selain itu ada keinginan dari al-Sadr untuk mengecualikan anggotanya dari koalisi penguasa yang potensial.
Pendukung Al-Sadr telah menduduki Parlemen Irak sejak akhir Juli untuk mencegah blok saingan ini membentuk pemerintahannya sendiri.
Mustafa al-Kadhimi, sekutu al-Sadr, tetap menjadi perdana menteri sementara Irak. Al-Sadr telah menyerukan pembubaran parlemen dan pemilihan baru, dan Mahkamah Agung Federal Irak dijadwalkan bertemu minggu ini untuk memutuskan apakah parlemen harus dibubarkan.
Ini bukan pertama kalinya Al-Sadr mengumumkan pengunduran dirinya dari kehidupan politik di Irak, setelah melakukannya beberapa kali selama bertahun-tahun sebelum kemudian mempertimbangkan kembali.