Berita

Managing Director Political Economy and Policy Studies, Anthony Budiawan/Net

Publika

Anomali dan Pembodohan Istilah Subsidi BBM

OLEH: ANTHONY BUDIAWAN*
JUMAT, 26 AGUSTUS 2022 | 09:24 WIB

RI, Republik Impian, sebuah negara subur dan kaya minyak bumi. Presiden RI saat itu sangat bijak dan pro rakyat, namanya Presiden Bijak. Semua kekayaan alam RI adalah milik rakyat, karena itu wajib digunakan sebesar-besar untuk kemakmuran rakyat.

Biaya untuk menghasilkan minyak bumi (biaya lifting), ditambah biaya proses untuk menjadi BBM (biaya refinery) hanya 10 dolar AS per barel. Sedangkan biaya distribusi dan lain-lain sekitar satu dolar AS per barel. Sehingga biaya perolehan (harga pokok) BBM sampai ke SPBU hanya 11 dolar AS per barel, atau sekitar Ri 1.037 per liter (kurs Ri 15.000 per dolar AS, 1 barel = 159 liter).

Presiden Bijak memutuskan menjual BBM di dalam negeri dengan harga Ri 1.200 per liter, untung hampir 20 persen, sangat memuaskan.

Untuk distribusi BBM ke masyarakat, pemerintah menugaskan perusahaan negara, Pertabumi. Harga jual BBM ditetapkan oleh pemerintah, dan Pertabumi wajib mentaatinya. Semua uang hasil penjualan BBM kemudian harus di setor ke rekening keuangan negara. Dalam hal ini, Pertabumi tidak memperoleh laba.

Jumlah produksi BBM Ri stabil di 100 miliar liter, sehingga Pendapatan Negara dari BBM mencapai Ri 120 triliun (Ri 1.200 dikali 100 miliar liter).

Entah mendapat bisikan dari mana, Bendahara Umum Ri mengatakan kepada Presiden Bijak bahwa harga BBM internasional adalah Ri 5.000 per liter. Kalau Ri bisa menjual BBM dengan harga internasional ini, maka Pendapatan Negara dari BBM mencapai Ri 500 triliun (Ri 5.000 x 100 miliar liter).

Presiden Bijak bingung, planga-plongo, kemudian mengatakan: “bagaimana bisa?” Pertabumi wajib menjual BBM kepada masyarakat dengan harga Ri 1.200 per liter, sesuai janji Presiden bahwa BBM digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Bendahara Umum Ri mengatakan tidak masalah, Pemerintah akan mengganti kerugian Pertabumi yang mencapai Ri 3.800 per liter, atau total Ri 380 triliun. Presiden Bijak kemudian bisa tampil sebagai super hero di mata publik, mengumumkan bahwa nilai subsidi BBM mencapai Ri 380 triliun: secara kesuruhan, Pendapatan Negara sama saja, yaitu Ri 120 triliun: Pendapatan dari hasil jual BBM oleh Pertabumi sebesar Rp 500 triliun dikurangi subsidi kepada Pertabumi Rp 380 triliun.

Presiden Bijak menolak usulan tersebut. Presiden mengatakan, apa yang diusulkan Bendahara Umum Ri adalah manipulasi informasi yang membodohi rakyat. Karena, substansinya sama saja, Pendapatan Negara dari BBM Tetap Ri 120 triliun.

Bendahara Umum Ri yang masih penasaran kemudian menghadap Presiden, dan mengatakan bahwa sebenarnya Presiden bisa menaikkan harga BBM menjadi Ri 2.500 per liter. Dengan alasan subsidi BBM di dalam keuangan negara sangat besar, mencapai Ri 380 triliun, sehingga bisa bikin APBN jebol.

Kalau ini dijalankan, maka Pendapatan negara dari BBM menjadi Ri 250 triliun, bukan Ri 120 triliun. Karena ‘subsidi’ berkurang dari Ri 380 triliun menjadi Ri 250 triliun, atau berkurang Ri 130 triliun, senilai kenaikan harga BBM dari Ri 1.200 per liter menjadi Ri 2.500 per liter (dikali 100 miliar liter).

Bendahara Umum semakin antusias. Mengusulkan, pada akhirnya harga BBM domestik harus disesuaikan dengan harga internasional, yaitu Ri 5.000 per liter. Dalam hal ini, Pendapatan Negara naik tajam menjadi Ri 500 triliun, dari yang awalnya hanya Ri 120 triliun, karena ‘subsidi’ menjadi nol.

Presiden Bijak sangat marah. Karena, Pendapatan Negara naik akibat negara membebani rakyat dengan harga BBM yang sangat mahal. Artinya, kekayaan alam bukan digunakan sebesar-besar untuk kemakmuran rakyat. Melainkan, sebesar-besar untuk merampas uang rakyat!

Begitu marahnya, Bendahara Umum Ri langsung dipecat!

*Penulis adalah Managing Director Political Economy and Policy Studies

Populer

Aduan Kebohongan sebagai Gugatan Perdata

Selasa, 08 Oktober 2024 | 10:03

Pernah Bertugas di KPK, Kapolres Boyolali Jebolan Akpol 2003

Senin, 07 Oktober 2024 | 04:21

Warganet Beberkan Kejanggalan Kampus Raffi Ahmad Peroleh Gelar Doktor Kehormatan

Senin, 30 September 2024 | 05:26

Laksdya Irvansyah Dianggap Gagal Bangun Jati Diri Coast Guard

Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45

Bakamla Jangan Lagi Gunakan Identitas Coast Guard

Rabu, 09 Oktober 2024 | 06:46

Selebgram Korban Penganiayaan Ketum Parpol Ternyata Mantan Kekasih Atta Halilintar

Senin, 07 Oktober 2024 | 14:01

PDIP Bisa Dapat 3 Menteri tapi Terhalang Chemistry Gibran

Rabu, 09 Oktober 2024 | 01:53

UPDATE

TB Hasanuddin Kritik Raffi Ahmad Pakai Seragam TNI: Ada Aturannya!

Kamis, 10 Oktober 2024 | 07:48

Prabowo Harus Buktikan Betul-betul Bentuk Zaken Kabinet

Kamis, 10 Oktober 2024 | 07:38

Ketum Garuda Diduga Aniaya Wanita Pernah Gagal Nyaleg Lewat Gerindra

Kamis, 10 Oktober 2024 | 07:31

Hujan Ringan Diperkirakan Basahi Jakarta

Kamis, 10 Oktober 2024 | 07:17

Bambang Haryo Tinjau Pembangunan Terminal Internasional Bimoku

Kamis, 10 Oktober 2024 | 06:50

Bahlil Diminta Serius Menata Ulang Aturan Pemanfaatan EBT

Kamis, 10 Oktober 2024 | 06:20

Dukung Program Makanan Bergizi, KKP Gerilya Protein Ikan

Kamis, 10 Oktober 2024 | 05:50

Danjen Kopassus Pimpin Sertijab Sejumlah Posisi Strategis

Kamis, 10 Oktober 2024 | 05:25

Indonesia Ajak Negara Asia Pasifik Mitigasi Perubahan Iklim

Kamis, 10 Oktober 2024 | 04:58

Mbak Ita Optimis Gelaran Sembiz Mampu Gaet Banyak Investor

Kamis, 10 Oktober 2024 | 04:30

Selengkapnya