Berita

Pasukan Taliban mendorong seorang jurnalis ketika meliput demonstrasi perempuan di Kabul pada 30 September 2021/Net

Dunia

Kebebasan Pers Afghanistan Mengkhawatirkan, Banyak Jurnalis Alami Kekerasan Taliban

MINGGU, 14 AGUSTUS 2022 | 09:22 WIB | LAPORAN: HANI FATUNNISA

Sejak pemerintahan Afghanistan jatuh ke tangan Taliban pada pertengahan Agustus tahun lalu,  peran media semakin terbatas karena memperoleh ancaman dan tindak kekerasan dari rezim yang berkuasa.  

Seperti dikutip dari ANI News pada Kamis (11/8), media lokal Afghanistan telah mengunggah sebuah video ke media sosial yang berisi perlakuan keras rezim terhadap seorang jurnalis yang dilaporkan telah dicambuk dan ditodong senjata api.

Pusat Jurnalis Afghanistan (AFJC) mengutuk kekerasan yang dilakukan pemerintah terhadap media setelah jurnalis Selagi Ehsaas yang pulang kerja dihentikan dan dicambuk dengan pistol oleh orang-orang bersenjata tak dikenal di desa Moi Mubarak, distrik Surkh Rod, provinsi Nangarhar pada 20 Juli lalu.

AFJC juga menyatakan keprihatinan atas insiden penyerangan pada seorang presenter perempuan Radio Dost di provinsi Nangarhar di Afghanistan timur. Diduga penyiar yang juga seorang bidan tersebut dipukuli oleh Taliban. Namun, Departemen Informasi dan Kebudayaan Taliban di provinsi Nangarhar telah membantah tuduhan tersebut.

Pada Mei, jurnalis Roman Karimi dan sopirnya ditahan dan disiksa oleh Taliban setelah melaporkan aksi demonstrasi perempuan. Kemudian pada 6 Juni, manajer Dost Radio, Sahar Sirat Safi juga ditahan oleh intelijen Taliban di Kabul dan baru dibebaskan setelah 28 hari kemudian.

Menurut Misi Bantuan PBB di Afghanistan (UNAMA), telah terjadi perubahan signifikan dalam lanskap media di negara tersebut, termasuk penutupan lebih dari setengah media swasta, evakuasi ratusan jurnalis, dan meningkatnya ancaman hingga kekerasan terhadap jurnalis.

Lebih dari 45 persen jurnalis telah mundur sejak Taliban mengambil alih kekuasaan. Kondisi ini mengundang kecaman global dari PBB dan Komite Perlindungan Jurnalis (CPJ) yang menuntut Taliban berhenti melecehkan wartawan lokal dan mencekik kebebasan berbicara lewat penahanan dan ancaman.

Padahal dalam konferensi pers pertamanya, Taliban telah menjanjikan hak-hak perempuan, kebebasan media, dan amnesti bagi pejabat pemerintah. Namun hingga kini para aktivis, mantan pegawai pemerintah, dan jurnalis terus mengadapi kekerasan.

Populer

Bikin Resah Nasabah BTN, Komnas Indonesia Minta Polisi Tangkap Dicky Yohanes

Selasa, 14 Mei 2024 | 01:35

Massa Geruduk Kantor Sri Mulyani Tuntut Pencopotan Askolani

Kamis, 16 Mei 2024 | 02:54

Ratusan Tawon Serang Pasukan Israel di Gaza Selatan

Sabtu, 11 Mei 2024 | 18:05

Dulu Berjaya Kini Terancam Bangkrut, Saham Taxi Hanya Rp2 Perak

Sabtu, 18 Mei 2024 | 08:05

Siapa Penantang Anies-Igo Ilham di Pilgub Jakarta?

Minggu, 12 Mei 2024 | 07:02

KPK Juga Usut Dugaan Korupsi di Telkom Terkait Pengadaan Perangkat Keras Samsung Galaxy

Rabu, 15 Mei 2024 | 13:09

Aroma PPP Lolos Senayan Lewat Sengketa Hasil Pileg di MK Makin Kuat

Kamis, 16 Mei 2024 | 14:29

UPDATE

Serbu Kuliner Minang

Minggu, 19 Mei 2024 | 03:59

Rocky Gerung Ucapkan Terima Kasih kepada Jokowi

Minggu, 19 Mei 2024 | 03:46

Obor Api Abadi Mrapen untuk Rakernas IV PDIP Tiba di Batang

Minggu, 19 Mei 2024 | 03:28

Mubadala Energy Kembali Temukan Sumur Gas Baru di Laut Andaman

Minggu, 19 Mei 2024 | 02:59

Rocky Gerung Dicap Perusak Bangsa oleh Anak Buah Hercules

Minggu, 19 Mei 2024 | 02:41

Deal dengan Kanada

Minggu, 19 Mei 2024 | 02:24

Kemenag: Kuota Haji 2024 Terbanyak Sepanjang Sejarah

Minggu, 19 Mei 2024 | 02:04

Zulhas Dorong Penguatan Sistem Perdagangan Multilateral di Forum APEC

Minggu, 19 Mei 2024 | 01:40

DPR: Kalau Saya Jadi Nadiem, Saya Sudah Mengundurkan Diri

Minggu, 19 Mei 2024 | 01:20

2 Kapal dan 3 Helikopter Polairud Siap Amankan KTT WWF

Minggu, 19 Mei 2024 | 00:59

Selengkapnya