Panglima TNI Andika Perkasa dan Panglima Angkatan Darat Amerika Serikat (AS) Jenderal Charles Flynn berjalan saat memeriksa pasukan selama pembukaan latihan militer gabungan “Super Garuda Shield 2022†di Baturaja, Sumatera Selatan/Net
Gelaran latihan militer gabungan Garuda Shield dinilai sebagai upaya Indonesia untuk mengantisipasi konflik di kawasan yang bisa terjadi sewaktu-waktu. Salah satu potensi konflik besar merupakan Laut China Selatan.
Begitu pandangan dari peneliti keamanan dari Marapi Consulting, Beni Sukadis kepada Kantor Berita Politik RMOL pada Kamis (11/8).
"Laut China Selatan adalah rawan konflik dalam jangka waktu 5-10 tahun ke depan," ujarnya.
"Sehingga RI harus siap siaga dalam mengantisipasi konflik di kawasan dengan meningkatkan kemampuan militer melalui latihan bersama dan melakukan pembelian alutsista untuk modernisasi angkatan bersenjata," lanjut Beni.
Menurut Beni, AS telah melihat Indonesia sebagai negara yang besar di kawasan Asia Tenggara yang strategis dan penting. Aspek politik serta militer Indonesia yang dinilai telah berkembang dengan baik ini menurutnya juga patut dipertimbangkan.
"Salah satu manfaat dalam Latihan Militer Bersama adalah dapat memudahkan kerjasama antara kedua negara di masa depan," tutur Beni.
Garuda Shield yang telah digelar sejak tahun 2007 ini menjadi ajang tukar pengalaman antara TNI dengan militer Amerika Serikat (AS), serta peningkatan kerjasama dan kapasitas militer.
Garuda Shield 2022 digelar dari tanggal 1 hingga 14 Agustus, dengan melibatkan 2.000 personel TNI AD, 2.000 tentara AS, dan pasukan dari negara-negara mitra. Latihan digelar di Baturaja (Kepulauan Riau), Amborawang (Kalimantan Timur), dan Palembang.
Untuk tahun ini, negara-negara yang mengikuti Garuda Shield termasuk Australia, Malaysia, Jepang, Singapura, Prancis, Inggris, Kanada, Selandia Baru, Korea Selatan, Papua Nugini, dan Timor Leste.