Berita

Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri dan Puan Maharani/Net

Politik

Pengamat: Kalau PDIP Usung Puan Tanpa Asas Transparansi, Akan Muncul Kesewenang-wenangan

SELASA, 09 AGUSTUS 2022 | 08:26 WIB | LAPORAN: AGUS DWI

Kewenangan Megawati Soekarnoputri selaku Ketua Umum PDI Perjuangan dalam menentukan sosok yang akan diusung sebagai calon presiden (Capres) pada 2024 mendatang harus diikuti dengan asas transparansi.

Yakni dengan menunjukkan bahwa keputusan yang diambil sudah melalui berbagai tahapan yang demokratis. Mulai dari adanya aspirasi hingga pembahasan lewat berbagai tata tertib, analisis, hingga menghasilkan kesimpulan.

“Jika ujug-ujug menentukan kesimpulan tanpa ada tahapan yang kita sebutlah istilahnya Standar Operasional Prosedur (SOP), maka akan muncul namanya unsur kesewenang-wenangan di situ,” kata pengamat politik Dr Bakhrul Khair Amal kepada Kantor Berita RMOLSumut, Senin (8/8).


Mantan anggota KPU Kota Medan ini menjelaskan, sistem politik saat ini memang sangat membuka ruang terjadinya dinasti politik.

Unsur kepentingan yang didasarkan pada kekerabatan, golongan, hingga faktor suka dan tidak suka akan menjadi pertimbangan utama dalam mengambil kesimpulan.

“Padahal yang baik itu adalah adanya rekomendasi yang didudukkan untuk dibahas. Artinya semua peserta diberi kesempatan untuk meyakinkan pimpinan. Ada tatib, ada argumentasi, ada forum grup diskusi, ada dinamika, pembahasan mengenai kelemahan dan keunggulan seorang calon, hingga perdebatan-perdebatan demokratis yang kemudian menghasilkan kesimpulan," jelas Bakhrul.

"Namun, sekarang itu sepertinya tidak dilakukan. Ujug-ujug sudah langsung pembacaan kesimpulan,” imbuhnya.

Saat ini, kata Bakhrul, politik di Indonesia menjadi tidak sehat karena adanya SOP yang kerap ditabrak. Sistem politik yang menganut gaya sentralistik menjadi penyebab utama terjadinya hal tersebut.

Motif kekuasaan dan faktor ekonomi, menurutnya, telah membuat sistem ini tetap berlangsung. Meskipun tidak jarang hal tersebut bertentangan dengan AD/ART partai politik.

“Ini semacam kamuflase berfikir. Dalam AD/ART itu desentralisasi namun de facto sentralisasi. Dalam tulisan objektif, tapi dalam kelakuan masih subjektif. Hal ini tidak akan sehat bagi perpolitikan yang katanya menganut sistem demokrasi,” pungkasnya.

Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

UPDATE

Pakar Tawarkan Framework Komunikasi Pemerintah soal Bencana

Kamis, 25 Desember 2025 | 05:32

Gotong Royong Perbaiki Jembatan

Kamis, 25 Desember 2025 | 05:12

UU Perampasan Aset jadi Formula Penghitungan Kerugian Ekologis

Kamis, 25 Desember 2025 | 04:58

Peresmian KRI Prabu Siliwangi-321 Wujudkan Modernisasi Alutsista

Kamis, 25 Desember 2025 | 04:39

IPB University Gandeng Musim Mas Lakukan Perbaikan Infrastruktur

Kamis, 25 Desember 2025 | 04:14

Merger Energi Fusi Perusahaan Donald Trump Libatkan Investor NIHI Rote

Kamis, 25 Desember 2025 | 03:52

Sidang Parlemen Turki Ricuh saat Bahas Anggaran Negara

Kamis, 25 Desember 2025 | 03:30

Tunjuk Uang Sitaan

Kamis, 25 Desember 2025 | 03:14

Ini Pesan SBY Buat Pemerintah soal Rehabilitasi Daerah Bencana

Kamis, 25 Desember 2025 | 02:55

Meneguhkan Kembali Jati Diri Prajurit Penjaga Ibukota

Kamis, 25 Desember 2025 | 02:30

Selengkapnya