Berita

Mahkamah Konstitusi (MK)/Net

Politik

"Manifesto Kemerdekaan": Kembalikan Kedaulatan Rakyat dari Partai Politik!

JUMAT, 05 AGUSTUS 2022 | 16:52 WIB | LAPORAN: DIKI TRIANTO

Pemerintah didesak segera mengembalikan kedaulatan kepada rakyat yang selama ini telah beralih ke partai politik.

Desakan tersebut tertuang dalam "Manifesto Kemerdekaan" yang dikeluarkan Forum Tanah Air (FTA), wadah diskusi diaspora lima benua dan anak-anak bangsa yang tergabung dalam Forum Tanah Air (FTA).

Manifesto tersebut juga dikeluarkan dalam rangka menyambut peringatan Kemerdekaan Republik Indonesia ke-77.


"Saat ini kedaulatan rakyat sudah berubah menjadi kedaulatan partai politik, karena terjadinya amandemen UUD 45 selama periode 1999 sampai 2002," demikian keterangan FTA, Jumat (5/8).

Manifesto tersebut akan dikirim kepada DPRD di 34 provinsi seluruh Indonesia oleh perwakilan FTA Indonesia di masing-masing provinsi itu.

Dikatakan FTA, amandemem UUD 45 yang dilakukan MPR pada periode 1999-2002 telah memunculkan perubahan konstitusi hingga menyebabkan kedaulautan rakyat berubah menjadi kedaulatan partai politik.

Dengan UUD versi 2002 itu, partai politik mempunyai kewenangan yang melampaui warga negara yang menjadi satuan kenegaraan terkecil.

Hal lain, pemilihan umum juga telah dijadikan instrumen untuk memonopoli pencalonan presiden dan wakil presiden yang seharusnya menjadi hak politik rakyat. Hal ini terlihat dari penolakan hampir semua gugatan warga negara (citizen law suit) atas UU yang mengatur presidential threshold 20%.

Mahkamah Konstitusi yang mengadili gugatan tersebut menolak dengan alasan penggugat tidak memiliki legal standing. Hanya gugatan oleh partai politik yang dikabulkan MK untuk dilanjutkan pada substansi gugatan.
 
"Alasan MK bahwa warga negara tidak memiliki legal standing adalah constitutionally illegal’ karena mengabaikan kedudukan warga negara yang sama di depan hukum," sambung anggota FTA, Donny Handricahyono.

Secara tidak langsung, jelasnya, MK telah melakukan diskriminasi hukum dengan meletakkan partai politik lebih tinggi kedudukan hukumnya daripada warga negara.

Selain itu, pengajuan pasangan capres dan cawapres hanya oleh partai politik atau gabungan partai politik adalah monopoli radikal partai politik dalam perpolitikan nasional.

"Seperti adagium bahwa setiap monopoli adalah buruk, maka monopoli radikal partai politik melalui pemilu, baik pilleg ataupun pilpres akan merugikan hak-hak warga negara," demikian Donny.

Populer

Bobby dan Raja Juli Paling Bertanggung Jawab terhadap Bencana di Sumut

Senin, 01 Desember 2025 | 02:29

NU dan Muhammadiyah Dikutuk Tambang

Minggu, 30 November 2025 | 02:12

Padang Diterjang Banjir Bandang

Jumat, 28 November 2025 | 00:32

Sergap Kapal Nikel

Kamis, 27 November 2025 | 05:59

Peluncuran Tiga Pusat Studi Baru

Jumat, 28 November 2025 | 02:08

Bersihkan Sisa Bencana

Jumat, 28 November 2025 | 04:14

Evakuasi Banjir Tapsel

Kamis, 27 November 2025 | 03:45

UPDATE

Hukum Bisa Direkayasa tapi Alam Tak Pernah Bohong

Sabtu, 06 Desember 2025 | 22:06

Presiden Prabowo Gelar Ratas Percepatan Pemulihan Bencana Sumatera

Sabtu, 06 Desember 2025 | 22:04

Pesantren Ekologi Al-Mizan Tanam 1.000 Pohon Lawan Banjir hingga Cuaca Ekstrem

Sabtu, 06 Desember 2025 | 21:58

Taiwan Tuduh China Gelar Operasi Militer di LCS

Sabtu, 06 Desember 2025 | 21:52

ASG-PIK2 Salurkan Permodalan Rp21,4 Miliar untuk 214 Koperasi

Sabtu, 06 Desember 2025 | 21:41

Aksi Bersama Bangun Ribuan Meter Jembatan Diganjar Penghargaan Sasaka

Sabtu, 06 Desember 2025 | 21:29

Dua Jembatan Bailey Dipasang, Medan–Banda Aceh akan Terhubung Kembali

Sabtu, 06 Desember 2025 | 21:29

Saling Buka Rahasia, Konflik Elite PBNU Sulit Dipulihkan

Sabtu, 06 Desember 2025 | 20:48

Isu 1,6 Juta Hektare Hutan Riau Fitnah Politik terhadap Zulhas

Sabtu, 06 Desember 2025 | 20:29

Kemensos Dirikan Dapur Produksi 164 Ribu Porsi Makanan di Tiga WIlayah Sumatera

Sabtu, 06 Desember 2025 | 19:55

Selengkapnya