Gedung Mahkamah Konstitusi/Net
Tuduhan bahwa oligarki berada di balik keputusan Mahakamah Konstitusi (MK) yang menolak menghapus ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold, bisa jadi tidak tepat.
Tetapi, kata Wakil Ketua Umum Partai Garuda Teddy Gusnaidi, menuduh oligarki bermain dalam setiap keputusan hukum seperti menjadi tren belakangan ini.
"Saat ini lagi tren, ketika MK menolak penghapusan
presidential threshold, mereka menuduh bahwa ini keinginan kaum oligarki," kata Teddy kepada wartawan, Selasa (12/7).
Padahal, lanjutnya,
presidential threshold yang pertama kali ada pada Pemilu 2004, dibuat berdasarkan konsensus politik bersama rakyat.
Sehingga, dia tidak habis pikir ketika sekarang ada sekelompok elemen tertentu yang kemudian menolak dan meminta
presidential threshold dihapus.
"Dulu, atas nama rakyat, mereka membuat, menyetujui dan mendukung
presidential threshold. Sekarang, atas nama rakyat, mereka mendadak anti
presidential threshold," terangnya.
"Jadi sebenarnya keinginan rakyat itu yang mana? Atau ini keinginan pribadi dengan mengatasnamakan rakyat?" terangnya.
Teddy tidak ingin, keputusan
presidential threshold ditolak dihapus karena tidak cukupnya argumen lantas yang disalahkan adalah MK dengan tuduhan adanya peran oligarki.
"Ibarat orang yang tidak pandai menari, lalu lantai yang disalahkan. Inilah yang terjadi saat ini," tandasnya.