Berita

Seorang konten kreator, Aab Elkarimi/Net

Politik

Tiktoker Ini Kuliti Pola Penghakiman ACT yang Mengerikan

KAMIS, 07 JULI 2022 | 13:39 WIB | LAPORAN: JAMALUDIN AKMAL

Kasus dugaan penyelewengan dana lembaga, gaji tinggi, dan fasilitas mewah yang diterima oleh mantan petinggi Aksi Cepat Tanggap (ACT) menjadi sorotan publik. Semua itu bermula dari laporan Majalah Tempo berjudul “Kantong Bocor Dana Umat” yang terbit juga awal pekan ini.

Berkaca dari kasus ini, seorang konten kreator, Aab Elkarimi mengkritik pola kerja media yang kemudian berdampak pada opini liar dan penghakiman masyarakat pada ACT.

Kritik itu dia sampaikan lewat akun Instagram @aab_elkarimi dan akun TikTok @aabelkarimi yang diunggah pada hari ini, Kamis (7/7).

“Trial by the press. Pola kerja Tempo dalam membuat opini terhadap ACT berhasil menghasilkan penghakiman, yang hanya beberapa hari saja pasca berita keluar, langsung ACT dicabut izin, dikuliti PPATK sampai ke Densus dan juga BNPT,” ujarnya seperti dikutip Kantor Berita Politik RMOL sesaat lalu.

Dia mengurai, trial by the press merupakan pola kerja mengerikan yang memanfaatkan penghakiman massa lewat opini publik. Bentuknya macam-macam, salah satunya adalah produk investigasi jurnalistik.

Disebut mengerikan karena model tekanan ini rentan bias. Padahal, sambung Aab Elkarimi, masyarakat tidak boleh menerima data hanya satu arah.

“Selama itu data, kita bisa mempertanyakan dan mendebatnya kembali,” tegasnya.

Aab Elkarimi lantas memberi contoh perbandingan tentang tudingan gaji Rp 250 juta yang diterima petinggi ACT. Sekilas gaji tersebut tampak berlebihan di mata publik untuk sekelas petinggi lembaga dana kelolaan.

Padahal, jika dilihat dari sudut pandang lembaga berskala internasional yang punya fungsi diplomatik lewat misi kemanusiaan dan lembaganya sehat berpredikat WTP, maka gaji sebesar itu akan tampak wajar.

“(Apalagi) kalau dibandingkan dengan Pertamina, petingginya bisa sampai Rp 37 miliar lebih per tahun, padahal perusahaannya nggak sehat,” ujarnya.

Di satu sisi, Aab Elkarimi juga membandingkan soal potongan administrasi ACT yang sebesar 13,7 persen. Angka ini, katanya, terbilang lebih sedikit jika dibandingkan dengan aturan UNICEF sebesar 28 persen.

Meskipun di satu sisi, Aab Elkarimi tidak memungkiri bahwa aturan di Indonesia membatasi hanya boleh memotong sebesar 10 persen.

Terlepas dari perbandingan data-data tersebut, Aab Elkarimi juga mempertanyakan apakah perlu ACT dibubarkan jika seandainya memang ada pejabat yang salah karena melakukan penyelewengan.

Jika memang logika itu yang digunakan, maka hal yang sama harus berlaku pada penindakan korupsi di tanah air. Di mana, partai politik juga harus dibubarkan jika ada kader yang korupsi.

“Korupsi di Indonesia oleh anggota parpol kan banyak, kenapa parpolnya nggak dibubarkan. Atau korupsi di Kemensos ya, yang merugikan Rp 6,9 triliun, harusnya bubarin dong,” sambungnya.

Singkatnya, Aab Elkarimi ingin menjelaskan bahwa poin utama masalah ini bukan pada perdebatan data yang masih dinamis, tapi langkah aneh pemerintah yang langsung mencabut izin dan memblokir 60 rekening.

“Padahal tindak pidana awalnya saja belum ada nih, belum ada tersangka, baru diduga dan baru akan diminta klarifikasi,” tegasnya.

“Saya tidak tahu apakah ini akan menjadi semacam tambahan luka dari komponen umat Islam yang terbiasa dengan pembubaran pencabutan maupun pembusukan,” demikian Aab Elkarimi.

Populer

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Pj Gubernur Ingin Sumedang Kembali jadi Paradijs van Java

Selasa, 23 April 2024 | 12:42

Bey Pastikan Kesiapan Pelaksanaan Haji Jawa Barat

Rabu, 01 Mei 2024 | 08:43

Jurus Anies dan Prabowo Mengunci Kelicikan Jokowi

Rabu, 24 April 2024 | 19:46

Tim Hukum PDIP Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda

Selasa, 23 April 2024 | 19:52

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

UPDATE

Prabowo-Gibran Perlu Buat Kabinet Zaken

Jumat, 03 Mei 2024 | 18:00

Dahnil Jamin Pemerintahan Prabowo Jaga Kebebasan Pers

Jumat, 03 Mei 2024 | 17:57

Dibantu China, Pakistan Sukses Luncurkan Misi Bulan Pertama

Jumat, 03 Mei 2024 | 17:46

Prajurit Marinir Bersama Warga di Sebatik Gotong Royong Renovasi Gereja

Jumat, 03 Mei 2024 | 17:36

Sakit Hati Usai Berkencan Jadi Motif Pembunuhan Wanita Dalam Koper

Jumat, 03 Mei 2024 | 17:26

Pemerintah: Internet Garapan Elon Musk Menjangkau Titik Buta

Jumat, 03 Mei 2024 | 17:26

Bamsoet Minta Pemerintah Transparan Soal Vaksin AstraZeneca

Jumat, 03 Mei 2024 | 17:16

DPR Imbau Masyarakat Tak Tergiur Investasi Bunga Besar

Jumat, 03 Mei 2024 | 17:06

Hakim MK Singgung Kekalahan Timnas U-23 dalam Sidang Sengketa Pileg

Jumat, 03 Mei 2024 | 16:53

Polisi Tangkap 2.100 Demonstran Pro-Palestina di Kampus-kampus AS

Jumat, 03 Mei 2024 | 16:19

Selengkapnya