Masyarakat di Kuningan, Jawa Barat, menolak keras kebijakan pemerintah yang akan mewajibkan penggunaan aplikasi MyPertamina saat membeli Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi di SPBU (Stasiun Pengisian Bahan Bakar).
"Penolakan kami jelas mengandung unsur keselamatan. Seperti, selama ini kami tidak pernah mengaktifkan atau mengoperasikan Android saat sedang di SPBU. Karena, selama ini kami ikuti aturan daripada pihak manajamen SPBU," kata salah seorang pegiat media sosial, Muhidin, Kamis (30/6).
Alasan lain, kebijakan ini tidak mempermudah dan memberi pelayanan lebih, namun justru mempersulit masyarakat.
"Saya kira ini pelayanan berlebihan ya, karena dengan mendownload aplikasi itu berarti manajemen Pertamina diduga melakukan komersial juga. Karena begini, ketika kita masuk atau memiliki aplikasi itu otomatis sistim byte dalam dunia internet berlaku dan keuntungan dong bagi si pemilik aplikasi," ungkap Mujahidin, dikutip
Kantor Berita RMOLJabar.
Menurutnya, masih banyak cara lain yang bisa dilakukan Pertamina untuk meraup keuntungan.
"Ya kalau mau untung zaman modern dengan kecanggihan teknologi itu banyak cara. Kenapa harus paksa warga untuk download aplikasi demikian?" kritiknya.
Senada dengan Muhidin, Roni yang merupakan driver ojek online mengaku sangat kecewa dengan keharusan menggunakan aplikasi MyPertamina.
"Jujur kami kecewa. Meski di Kuningan belum terjadi, jelas ini sangat merugikan kami. Terutama dalam baterai handphone. Bayangkan, ketika aplikasi selain ojek online kami aktif dan ada aplikasi lain sama aktif juga, itu handphone bisa cepet drop baterainya dan bisa
ngehang juga," ujar warga Kecamatan Jalaksana itu.
Terpisah, Ketua DPC HPPI (Himpunan Profesi Pengemudi Indonesia) Kuningan, Dadi menyebut, sebaiknya pemerintah melakukan kaji ulang dan senantiasa memberikan kenyamanan pelayanan bagi kaum pengemudi angkutan umum.
"Mohon ada kebijakan untuk kendaraan angkutan umum dan angkutan barang karena tidak semua pengemudi menggunakan handphone android," pungkasnya.