Berita

Ilustrasi unjuk rasa mahasiswa tolak RKUHP/Net

Politik

RKUHP Rancangan Oligarki Antidemokrasi dan Bermental Kolonial!

KAMIS, 30 JUNI 2022 | 02:19 WIB | LAPORAN: AGUS DWI

Aksi unjuk rasa mahasiswa di depan Gedung DPR/MPR pada Selasa kemarin menunjukkan bahwa ada sejumlah masalah yang terkandung dalam  Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang tengah dibahas para anggota dewan yang terhormat.

Mahasisa menilai RKUHP ini memiliki potensi membawa Indonesia kembali ke negara otoriter seperti era Orde Baru. Karena ada pasal-pasal dalam RKUHP ini yang berpotensi memasung kebebasan warga untuk berserikat dan menyampaikan pendapat.

Demonstrasi pun sempat berlangsung panas. Karena mahasiswa menuntut Ketua DPR Puan Maharani menemui mereka, tetapi tidak kunjung keluar untuk menemui mahasiswa yang sedang berdemo.

Meski demikian, Wakil Menteri Hukum dan HAM, Edward Omar Sharif Hiariej menyatakan, pemerintah tidak akan menghapus pasal penghinaan presiden dalam draf RKUHP, kendati pasal tersebut menuai kritik.

Eddy menampik bahwa pasal tersebut dibuat untuk membatasi kritik. Ia justru menuduh orang-orang yang beranggapan demikian sesat berpikir.

"Itu orang yang sesat berpikir, dia tidak bisa membedakan antara kritik dan penghinaan. Kan yang dilarang itu penghinaan, bukan kritik. Jadi yang menyamakan penghinaan dengan kritik itu sesat pikir," ujar Eddy, melalui keterangannya, Rabu (29/6).

Gurubesar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada itu mengakui, Mahkamah Konstitusi (MK) melalui Putusan Nomor 013-022/PUU-IV/2006 telah menyatakan bahwa Pasal 134, 136, dan 137 KUHP terkait delik penghinaan presiden bertentangan dengan konstitusi sehingga harus dibatalkan.

Namun, Pasal 207 KUHP tentang penghinaan terhadap penguasa umum dinyatakan tidak bertentangan dengan UUD 1945.

Ada empat pasal yang diuji dalam Putusan MK 2006 tersebut. Yaitu Pasal 134, 135, 136, dan 207. Gugatan pasal 134, 135, 136 dikabulkan, pasal 207 ditolak. Perintah MK, mengubah delik itu menjadi delik aduan.

Itu sebabnya, jelas Eddy, mengapa bunyi pasal 351, 353, 354 RKUHP itu delik aduan. Sebab itu sudah berdasarkan putusan MK.

"Makanya kalau saya tantang, yang tidak setuju itu untuk dibawa ke MK, enggak akan berani, karena pasti ditolak," tegasnya.

Di sisi lain, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) menilai perubahan delik penghinaan presiden menjadi delik aduan pada RKUHP tidak menghilangkan masalah utama dalam pasal antidemokrasi itu.

Justru sebaliknya, hal itu menimbulkan kesan bahwa pemerintah mencari celah untuk mengingkari putusan MK.

"Kita patut sama sama curiga bahwa RKUHP ini adalah produk para oligarki politik untuk membungkam suara publik yang kritis terhadap kinerja kebijakan pemerintah. Pasal-pasal dalam RKUHP ini bisa menjadi pasal karet yang dapat diinterpterasikan secara subjektif oleh aparat dalam penerapannya di lapangan," beber keterangan resmi PSHK, dikutip dari laman resminya, (29/6).

"Dengan berbagai potensi bahaya bagi kehidupan demokrasi yang terkandung di dalam RKUHP ini, maka publik yang masih berharap demokrasi ini akan berjalan dengan baik di Indonesia wajib untuk menolak RKUHP ini," pungkas keterangan PSHK.

Populer

Rocky Gerung Ucapkan Terima Kasih kepada Jokowi

Minggu, 19 Mei 2024 | 03:46

Pengamat: Jangan Semua Putusan MK Dikaitkan Unsur Politis

Senin, 20 Mei 2024 | 22:19

Dulu Berjaya Kini Terancam Bangkrut, Saham Taxi Hanya Rp2 Perak

Sabtu, 18 Mei 2024 | 08:05

Bikin Resah Nasabah BTN, Komnas Indonesia Minta Polisi Tangkap Dicky Yohanes

Selasa, 14 Mei 2024 | 01:35

Massa Geruduk Kantor Sri Mulyani Tuntut Pencopotan Askolani

Kamis, 16 Mei 2024 | 02:54

Aroma PPP Lolos Senayan Lewat Sengketa Hasil Pileg di MK Makin Kuat

Kamis, 16 Mei 2024 | 14:29

Siapa Penantang Anies-Igo Ilham di Pilgub Jakarta?

Minggu, 12 Mei 2024 | 07:02

UPDATE

Perindo Mantap Dukung Duet Khofifah-Emil

Rabu, 22 Mei 2024 | 11:56

Rupiah Kembali Perkasa ke Rp15.982 per Dolar AS

Rabu, 22 Mei 2024 | 11:56

Johnny Depp Kemungkinan Besar akan Bermain Kembali di Pirates of the Caribbean 6

Rabu, 22 Mei 2024 | 11:42

Dugaan Asusila Ketua KPU, DKPP Juga Hadirkan Desta

Rabu, 22 Mei 2024 | 11:25

Usai Pabrik Tutup, Sepatu Bata Bakal Kumpulkan Para Pemegang Saham Dalam Waktu Dekat

Rabu, 22 Mei 2024 | 11:23

Irlandia Bersiap Akui Negara Palestina, Israel Tidak Terima

Rabu, 22 Mei 2024 | 11:18

Larangan Study Tour Pelajar Tidak Tepat

Rabu, 22 Mei 2024 | 11:10

PBB Cabut Gugatan Sengketa Pileg Dapil Jayawijaya

Rabu, 22 Mei 2024 | 11:09

OJK Dorong Peningkatan Literasi Keuangan untuk Para Guru

Rabu, 22 Mei 2024 | 11:06

Kasus Pungli Rutan, KPK Dalami Peran Azis Syamsuddin

Rabu, 22 Mei 2024 | 10:58

Selengkapnya