Berita

Aktivis Tionghoa, Lieus Sungkharisma/Net

Politik

Aktivis Tionghoa Tidak Ingin Gugatan PT 0 Persen Gagal Lagi dan Terjadi Revolusi Sosial

MINGGU, 26 JUNI 2022 | 07:26 WIB | LAPORAN: JAMALUDIN AKMAL

Perjuangan menghapus ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden atau presidential threshold masih belum berakhir, sekalipun belasan kali pengajuan judicial review ditolak Mahkamah Konstitusi (MK).

Perjuangan itu kini bertumpu pada gugatan yang diajukan oleh Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI yang belum diputus MK

Aktivis Tionghoa, Lieus Sungkharisma mengatakan, jika gugatan DPD itu turut ditolak MK, maka dirinya tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi. Ketua DPD  RI, LaNyalla Mattalitti jauh-jauh hari bahkan sudah mewanti-wanti MK, bahwa akan terjadi revolusi sosial jika gugatan lembaga tinggi negara sekelas DPD ditolak MK yang diketuai oleh adik ipar Presiden Jokowi itu.


Situasi itulah yang kemudian mendorong Lieus Sungkharisma, bersama sejumlah pemuka agama Buddha dan Kong Hu Chu, Jumat lalu (24/6) meminta ijin dan mengajukan pemberitahuan ke Polda Metro Jaya untuk menggelar doa. Sayang, rencana doa untuk keselamatan bangsa itu gagal dilaksanakan karena aparat kepolisian di lapangan tak membolehkan.

Pelarangan dengan dalih yang sulit diterima akal sehat itu turut membuat Lieus berang.

“Saya tahu aturan. Tapi kenapa saya dilarang? MK ini adalah gedung milik rakyat dan saya hanya mau berdoa di depan gedung ini,” katanya.

Lieus yang datang bersama enam orang pemuka agama itu, akhirnya kembali dengan membawa buah persembahan dan alat-alat sembahyang, termasuk hio yang sudah dipersiapkan.

Lieus menyebut, upaya berdoa di depan gedung MK itu dilakukan karena keprihatinannya atas putusan MK yang menolak semua permohonan judicial review terhadap pasal 222 UU 7/2017 tentang Pemilu.

“Pasal 222 itu yang mengatur ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) sebesar 20 persen. Dan pasal itu bertentangan dengan UUD 1945. Karena itu kita ingin berdoa, memohon pada yang Maha Kuasa agar hati nurani hakim MK dibukakan Tuhan,” jelas Lieus.

Ditambahkan Lieus, memohon doa kepada Tuhan adalah salah satu jalan agar PT 20 persen itu dihapus. “Sebab peraturan itu selain merusak demokrasi, juga menjadi penyebab suburnya oligarki,” tegasnya.

Selain itu, tambah Lieus, PT 20 persen itu sangat berbahaya bagi masa depan bangsa. Sebab tokoh-tokoh bangsa yang memiliki kualitas yang baik, tidak akan mendapat kesempatan untuk berpartisipasi dalam Pilpres oleh karena penentuan calon hanya dimiliki parpol besar atau gabungan parpol.

“Lebih parah lagi, penentuan calon presiden tak bisa pula dilepaskan dari para pemilik modal (kekuasaan oligarki ekonomi) yang siap mendanai pencapresan yang diajukan partai-partai politik itu,” katanya.  

Bahkan, kata Lieus lagi, dengan kekuatan uangnya, oligarki dapat mengatur siapa figur yang bisa diusung parpol dan bahkan bisa mengatur kemenangannya. “Itulah yang ditengarai terjadi sejak Pilpres 2014 dan 2019,” kata Lieus.

Karena itulah, Lieus meminta rekan-rekannya sesama pengaju judicial review Pasal 222 UU Pemilu di MK, membangun persatuan untuk terus menyuarakan tuntutan PT nol persen ini.

“Sebab saya tidak mau apa yang dinyatakan Ketua DPD RI, La Nyalla Mattalitti bahwa akan terjadi revolusi sosial jika gugatan judicial review DPD pun ditolak MK, benar-benar terjadi di negeri ini,” katanya.

Maka satu-satunya jalan agar revolusi itu tidak terjadi, adalah dengan berupaya memanjatkan doa kepada Tuhan.

“Sayang, MK pun ternyata banyak ‘jinnya’ sehingga untuk berdoa pun orang dilarang,” keluhnya.

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Tunjuk Ara di Depan Luhut

Senin, 15 Desember 2025 | 21:49

Makin Botak, Pertanda Hidup Jokowi Tidak Tenang

Selasa, 16 Desember 2025 | 03:15

UPDATE

Bawaslu Usul Hapus Kampanye di Media Elektronik

Minggu, 21 Desember 2025 | 11:26

Huntap Warga Korban Bencana Sumatera Mulai Dibangun Hari Ini

Minggu, 21 Desember 2025 | 11:25

OTT Jaksa Jadi Prestasi Sekaligus Ujian bagi KPK

Minggu, 21 Desember 2025 | 11:11

Trauma Healing Kunci Pemulihan Mental Korban Bencana di Sumatera

Minggu, 21 Desember 2025 | 10:42

Lula dan Milei Saling Serang soal Venezuela di KTT Mercosur

Minggu, 21 Desember 2025 | 10:35

Langkah Muhammadiyah Salurkan Bantuan Kemanusiaan Luar Negeri Layak Ditiru

Minggu, 21 Desember 2025 | 10:24

Jadi Tersangka KPK, Harta Bupati Bekasi Naik Rp68 Miliar selama 6 Tahun

Minggu, 21 Desember 2025 | 09:56

Netanyahu-Trump Diisukan Bahas Rencana Serangan Baru ke Fasilitas Rudal Balistik Iran

Minggu, 21 Desember 2025 | 09:32

Status Bencana dan Kritik yang Kehilangan Arah

Minggu, 21 Desember 2025 | 08:55

Cak Imin Serukan Istiqomah Ala Mbah Bisri di Tengah Kisruh PBNU

Minggu, 21 Desember 2025 | 08:28

Selengkapnya