Berita

Direktur Eksekutif Pusat Studi Konstitusi (Pusako), Feri Amsari/Net

Politik

Pakar: MK Abai Putus Aturan Masa Bakti Hakim Konstitusi, Padahal Penerapannya Konflik Kepentingan

KAMIS, 23 JUNI 2022 | 14:35 WIB | LAPORAN: AHMAD SATRYO

Pengabaian telah dilakukan 9 Hakim Konstitusi dalam memutus judicial review Pasal 87 huruf b UU 7/2020 tentang Perubahan Kedua UU 24/2003 tentang Mahkamah Konstitusi (MK), yang mengatur tentang masa bakti Hakim Konstitusi selama 15 tahun atau maksimal berumur 70 tahun.

Begitu pendapat pakar hukum tata negara Universitas Andalas, Feri Amsari, menanggapi putusan MK atas Perkara Nomor 96/PUU-XVIII/2020 yang digelar di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin (20/6).

"Putusan MK kemarin uniknya adalah mengabaikan perpanjangan masa jabatan itu dan menganggapnya sebagai sesuatu yang konstitusional," ujar Feri saat dihubungi Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (23/6).

Feri menjelaskan, konsep aturan Pasal 87 huruf b sebenarnya baik untuk menjaga integritas dan profesionalitas kerja Hakim Konstitusi dalam memutus perkara.

"Nah model masa jabatan panjang itu sebenarnya dikenal di dalam konsep kekuasaan kehakiman untuk menjauhkan hakim dari kekuasaan poltik," tuturnya.

Hanya saja Feri mempertanyakan proses penerapan aturan tersebut. Lantaran diterapkan di saat masa jabatan 9 Hakim Konstitusi menjadi sama panjangnya dengan masa kerja pembentuk undang-undang, yaitu DPR RI dan pemerintah.

"Pertanyaan besarnya kenapa model (aturan Pasal 87 huruf b UU 7/2020) tersebut diterapkan kepada hakim saat ini yang punya kekuasaan untuk menguji UU yang dibuat DPR dan pemerintah yang saat ini juga," ucapnya.

"Artinya akan ada potensi konflik kepentingan di antara pihak-pihak dalam penambahan masa jabatan ini, terutama kepentingan dari pembuat UU yaitu DPR dan pemerintah," sambung Feri.

Maka dari itu, Direktur Eksekutif Pusat Studi Konstitusi (Pusako) ini melihat ada kepentingan dari para hakim konstitusi, sehingga tidak memutus inkonstitusional aturan Pasal 87 huruf b UU 7/2020.

"Mestinya MK memutuskan itu (aturan Pasal 87 huruf b UU 7/2020) diberlakukan untuk hakim berikutnya. Tapi mungkin mereka sama-sama butuh, mereka semua ingin diperpanjang," demikian Feri.

Putusan Hakim Konstitusi dalam Perkara Nomor 96/PUU-XVIII/2020 yang dimohonkan Priyanto, seorang warga Muara Karang, Pluit, Jakarta Utara menguji Pasal 87 huruf a dan huruf b UU 7/2020 tentang MK.

Pasal 87 huruf a UU MK berbunyi, "Hakim Konstitusi yang saat ini menjabat sebagai Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi tetap menjabat sebagai Ketua atau Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi sampai dengan masa jabatannya berakhir berdasarkan ketentuan undang-undang ini."

Sementara Pasal 87 huruf b berbunyi, "Hakim konstitusi yang sedang menjabat pada saat Undang- Undang ini diundangkan dianggap memenuhi syarat menurut Undang-Undang ini dan mengakhiri masa tugasnya sampai usia 70 (tujuh puluh) tahun selama keseluruhan masa tugasnya tidak melebihi 15 (lima belas) tahun".

Dalam putusannya, MK menerima sebagian permohonan Priyanto, dengan menyatakan Pasal 87 huruf a UU MK inkonstitusional. Sementara Pasal 87 huruf b UU MK konstitusional.

Imbas dari putusan Pasal 87 huruf a tersebut, Ketua MK Anwar Usman dan Wakil Ketua MK Aswanto, yang sampai hari ini masih duduk di jabatannya tersebut karena disahkannya UU 7/2020 tentang MK oleh Presiden Joko Widodo pada 28 September 2020, harus mundur.

Sementara pada prinsipnya, jabatan Ketua MK dan Wakil Ketua MK dilakukan pergantian dengan cara musyawarah mufakat di antara 9 Hakim Konstitusi. Akan tetapi, berkat disahkannya UU 7/2020 tersebut, Anwar Usman dan Aswanto secara otomatis diperpanjang masa jabatannya tanpa metode yang telah ditentukan undang-undang.

Tetapi di sisi lain, putusan terhadap Pasal 87 huruf b UU 7/2020 yang dinyatakan konstitusional, masa bakti Hakim Konstitusi menjadi lebih panjang.

Bahkan, Anwar Usman yang belakangan dianggap punya konflik kepentingan usai mempersunting adik Jokowi, Idayati, masa baktinya baru akan berakhir sampai 6 April 2026 akibat putusan MK terhadap Pasal 87 huruf b UU 7/2020 tersebut.

Populer

KPK Ancam Pidana Dokter RSUD Sidoarjo Barat kalau Halangi Penyidikan Gus Muhdlor

Jumat, 19 April 2024 | 19:58

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Sekda Jabar akan Tindak Pelaku Pungli di Masjid Raya Al Jabbar

Rabu, 17 April 2024 | 03:41

Megawati Bermanuver Menipu Rakyat soal Amicus Curiae

Kamis, 18 April 2024 | 05:35

Diungkap Pj Gubernur, Persoalan di Masjid Al Jabbar Bukan cuma Pungli

Jumat, 19 April 2024 | 05:01

Bey Machmudin: Prioritas Penjabat Adalah Kepentingan Rakyat

Sabtu, 20 April 2024 | 19:53

Pj Gubernur Ingin Sumedang Kembali jadi Paradijs van Java

Selasa, 23 April 2024 | 12:42

UPDATE

Tidak Balas Dendam, Maroko Sambut Hangat Tim USM Alger di Oujda

Sabtu, 27 April 2024 | 21:50

Move On Pilpres, PDIP Siap Hadapi Pilkada 2024

Sabtu, 27 April 2024 | 21:50

Absen di Acara Halal Bihalal PKS, Pengamat: Sinyal Prabowo Menolak

Sabtu, 27 April 2024 | 21:20

22 Pesawat Tempur dan Drone China Kepung Taiwan Selama Tiga Jam

Sabtu, 27 April 2024 | 21:14

Rusia Kembali Hantam Fasilitas Energi Ukraina

Sabtu, 27 April 2024 | 21:08

TETO Kecam China Usai Ubah Perubahan Rute Penerbangan Sepihak

Sabtu, 27 April 2024 | 20:24

EV Journey Experience Jakarta-Mandalika Melaju Tanpa Hambatan

Sabtu, 27 April 2024 | 20:18

Hubungan PKS dan Prabowo-Gibran, Ini Kata Surya Paloh

Sabtu, 27 April 2024 | 20:18

Gebyar Budaya Bolone Mase Tegal Raya, Wujud Syukur Kemenangan Prabowo-Gibran

Sabtu, 27 April 2024 | 19:28

Menuju Pilkada 2024, Sekjen PDIP Minta Kader Waspadai Pengkhianat

Sabtu, 27 April 2024 | 19:11

Selengkapnya