Berita

Anthony Budiawan/Net

Publika

Pilpres dan Pileg Serentak, Arena Hukuman bagi Partai Politik Oligarki

OLEH: ANTHONY BUDIAWAN*
SABTU, 18 JUNI 2022 | 22:47 WIB

PEMILIHAN Presiden (Pilpres) akan dilaksanakan bersamaan dengan Pemilihan Legislatif anggota DPR (Pileg). Pemilihan serentak untuk pertama kali ini dijadwalkan 14 Februari 2024.

Di tengah presidential threshold 20 persen, banyak pihak merasa pesimis bahwa pilpres 2024 bisa lebih baik dari 2019. Apalagi kotak suara masih sama, dari kardus.

Dengan presidential threshold 20 persen parpol tidak bisa bebas menentukan capres pilihannya. Mereka harus "berdagang" dengan para anggota "kartel" (baca: koalisi) parpol lainnya. Parpol kecil akan mengekor. Parpol besar yang menentukan, karena mempunyai kekuatan negosiasi.

Karena itu, kemungkinan besar, masih cuma ada dua capres (calon presiden) pada Pilpres 2024 ini, seperti pada 2019 dan 2014. Atau paling banyak tiga capres.

Di lain sisi, oligarki juga mempunyai pilihan capres sendiri, untuk mengamankan kepentingan bisnisnya, sekaligus melipatgandakan kekayaannya. Tentu saja oligarki akhirnya yang menentukan, siapa capres yang harus  didukung oleh para "kartel" parpol. Karena oligarki yang akan mendanai biaya pilpres yang sangat mahal. Selain, mungkin juga harus membayar upeti?

Oligarki sepertinya akan berusaha agar hanya ada dua capres. Artinya, kiri-kanan ok: capres manapun yang menang tidak masalah, karena keduanya di bawah kendali oligarki. Kalau ini terjadi, tidak perlu ada "serangan fajar". Tidak perlu bagi-bagi uang kepada rakyat. Tidak ada politik uang. Rakyat gigit jari.

Apapun yang terjadi, rakyat harus bangkit melawan sistem pilpres yang manipulatif ini. Rakyat tidak boleh diam saja dijadikan objek politik untuk memperkaya oligarki dan politisi yang mengkhianati suara rakyat, yang sekaligus menjadi aktor perusak bangsa dan negara. Rakyat tidak boleh diam, bersikap seolah-olah bangsa ini dalam keadaan baik, pemilu dan politik dalam keadaan normal.

Faktanya, negara tidak dalam keadaan baik. Demokrasi dan negara tersandera oligarki. Untuk keluar dari situasi ini, maka rakyat wajib melawan, dengan tidak memilih capres oligarki. Rakyat harus mengalihkan suaranya kepada capres non-oligarki. Kalau tidak ada capres non-oligarki, rakyat berhak untuk tidak memilih.

Tapi saat bersamaan, rakyat bisa memberi hukuman keras kepada parpol pada saat pileg. Jangan memberi suara kepada parpol yang mendukung capres oligarki. Suara rakyat adalah suara Tuhan: Vox Populi Vox Dei. Mari tunjukkan kekuatan rakyat yang sebenarnya.

Kalau presidential threshold tetap 20 persen maka parpol baru tidak dapat ikut mendukung capres. Kalau hanya ada capres yang semuanya merupakan representasi oligarki, maka rakyat dapat mengalihkan suaranya kepada parpol baru tersebut, agar mereka dapat menjadi kekuatan signifikan sebagai oposisi di DPR. Semoga parpol baru ini tidak mengkhianati suara rakyat, dan bekerja untuk kesejahteraan rakyat.

Parpol lama yang berpihak kepada oligarki niscaya tidak memperoleh suara yang cukup untuk memenuhi parlemen threshold, dan akhirnya tergusur dari percaturan politik. Untuk menghindari itu semua, diharapkan parpol kembali membela kepentingan rakyat. Tinggalkan oligarki, kalau tidak mau mendapat hukuman dari rakyat.

Hanya dengan perlawanan seperti ini, rakyat Indonesia diharapkan dapat terbebas dari parpol tirani dan oligarki tirani.

Pilpres dan pileg serentak menjadi berkah bagi kebangkitan Indonesia, bagi kebangkitan rakyat Indonesia, bagi kebangkitan demokrasi Indonesia.

Sebaliknya, pilpres dan pileg serentak menjadi arena hukuman bagi parpol tirani dan parpol oligarki.

Semangat untuk kita semua dalam menyongsong tahun 2024, tahun pembebasan dan tahun kebangkitan kedaulatan rakyat.

*Penulis adalah Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS)

Populer

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Pj Gubernur Ingin Sumedang Kembali jadi Paradijs van Java

Selasa, 23 April 2024 | 12:42

Jurus Anies dan Prabowo Mengunci Kelicikan Jokowi

Rabu, 24 April 2024 | 19:46

Tim Hukum PDIP Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda

Selasa, 23 April 2024 | 19:52

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

Bocah Open BO Jadi Eksperimen

Sabtu, 27 April 2024 | 14:54

UPDATE

Samsudin Pembuat Konten Tukar Pasangan Segera Disidang

Kamis, 02 Mei 2024 | 01:57

Tutup Penjaringan Cakada Lamteng, PAN Dapatkan 4 Nama

Kamis, 02 Mei 2024 | 01:45

Gerindra Aceh Optimistis Menangkan Pilkada 2024

Kamis, 02 Mei 2024 | 01:18

Peringatan Hari Buruh Cuma Euforia Tanpa Refleksi

Kamis, 02 Mei 2024 | 00:55

May Day di Jatim Berjalan Aman dan Kondusif, Kapolda: Alhamdulillah

Kamis, 02 Mei 2024 | 00:15

Cak Imin Sebut Negara Bisa Kolaps Kalau Tak Ada Perubahan Skenario Kerja

Rabu, 01 Mei 2024 | 23:39

Kuliah Tamu di LSE, Airlangga: Kami On Track Menuju Indonesia Emas 2045

Rabu, 01 Mei 2024 | 23:16

TKN Fanta Minta Prabowo-Gibran Tetap Gandeng Generasi Muda

Rabu, 01 Mei 2024 | 22:41

Ratusan Pelaku UMKM Diajari Akselerasi Pasar Wirausaha

Rabu, 01 Mei 2024 | 22:36

Pilgub Jakarta Bisa Bikin PDIP Pusing

Rabu, 01 Mei 2024 | 22:22

Selengkapnya