Wakil Ketua KPK Alexander Marwata saat umumkan tersangka suap IMB di Pemkot Yogyakarta/RMOL
Walikota Yogyakarta periode 2017-2022, Haryadi Suyuti (HS) diduga menerima uang dari anak usaha PT Summarecon Agung (SA) dalam permohonan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) pembangunan apartemen Royal Kedhaton di kawasan Malioboro.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Alexander Marwata mengatakan, setelah melaksanakan kegiatan tangkap tangan pada Kamis (2/6), KPK menetapkan empat orang sebagai tersangka kasus dugaan suap pengurusan perizinan di wilayah Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta.
Sebagai tersangka pemberi suap, yaitu Oon Nusihono (ON) selaku Vice President Real Estate PT Summarecon Agung (SA).
Sedangkan tersangka penerima suap, yaitu Haryadi Suyuti (HS) selaku Walikota Yogyakarta periode 2017-2022; Nurwidhihartana (NWH) selaku Kepala Dinas Penanaman Modal dan PTSP Pemkot Yogyakarta; dan Triyanto Budi Yuwono (TBY) selaku Sekretaris Pribadi merangkap ajudan Haryadi.
"Agar proses penyidikan dapat efektif, tim penyidik melakukan upaya paksa penahanan pada para tersangka untuk masing-masing selama 20 hari pertama dimulai sejak tanggal 3 Juni 2022 sampai dengan 22 Juni 2022," ujar Alex kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada Kav 4, Setiabudi, Jakarta Selatan, Jumat sore (3/6).
Selanjutnya, Alex membeberkan konstruksi perkaranya. Di mana, sekitar 2019, Oon selaku Vice President Real Estate PT Summarecon Agung melalui Dandan Jaya K selaku Direktur Utama (Dirut) PT Java Orient Property (JOP) yang merupakan anak usaha Summarecon Agung mengajukan permohonan IMB mengatasnamakan PT JOP untuk pembangunan apartemen Royal Kedhaton yang berada di kawasan Malioboro dan termasuk dalam wilayah Cagar Budaya ke Dinas Penanaman Modal dan PTSP Pemkot Yogyakarta.
Selanjutnya, proses permohonan izin tersebut berlanjut di tahun 2021. Untuk memuluskan pengajuan permohonan tersebut, Oon dan Dandan Jaya diduga melakukan pendekatan dan komunikasi secara intens serta kesepakatan dengan Haryadi yang saat itu menjabat selaku Walikota Yogyakarta.
"Diduga ada kesepakatan antara ON dan HS antara lain HS berkomitmen akan selalu 'mengawal' permohonan izin IMB dimaksud dengan memerintahkan Kadis PUPR untuk segera menerbitkan izin IMB dan dilengkapi dengan pemberian sejumlah uang selama proses pengurusan izin berlangsung," jelas Alex.
Dari hasil penelitian dan kajian yang dilakukan Dinas PUPR kata Alex, ditemukan adanya beberapa syarat yang tidak terpenuhi, di antaranya terdapat ketidaksesuaian dasar aturan bangunan, khususnya terkait tinggi bangunan dan posisi derajat kemiringan bangunan dari ruas jalan.
Haryadi yang mengetahui ada kendala tersebut, kemudian menerbitkan surat rekomendasi yang mengakomodir permohonan Oon dengan menyetujui tinggi bangunan melebihi batas aturan maksimal, sehingga IMB dapat diterbitkan.
"Selama proses penerbitan izin IMB ini, diduga terjadi penyerahan uang secata bertahap dengan nilai minimal sekitar sejumlah Rp 50 juta dari ON untuk HS melalui TBY dan juga untuk NWH," kata Alex.
Kemudian pada 2022, IMB pembangunan apartemen Royal Kedhaton yang diajukan PT JOP kata Alex, akhirnya terbit dan pada Kamis (2/6), Oon datang ke Yogyakarta untuk menemui Haryadi di rumah dinas jabatan Walikota dan menyerahkan uang sejumlah sekitar 27.258 dolar Amerika Serikat (AS) yang dikemas dalam tas goodiebag melalui Triyanto sebagai orang kepercayaan Haryadi dan sebagian uang tersebut juga diperuntukkan bagi Nurwidhihartana.
"Selain penerimaan tersebut, HS juga diduga menerima sejumlah uang dari beberapa penerbitan izin IMB lainnya dan hal ini akan dilakukan pendalaman oleh tim penyidik," pungkas Alex.