Berita

Wartawan senior, Farid Gaban/Net

Politik

Super Power Keragaman Hayati

MINGGU, 22 MEI 2022 | 13:57 WIB | OLEH: FARID GABAN

DI kebun pekarangan yang tak terlalu luas, kami menanam beragam pohon dan tanaman meski cuma satu atau dua pohon tiap jenisnya. Sayuran, herbal dan buah. Ada juga kolam ikan, kandang ayam kampung dan pernah pula kandang jangkrik. Kami bikin pupuk, pakan dan pestisida alami sendiri.

Setiap hari selalu saja ada yang bisa dipanen: sirsak, nangka, jambu, kapulaga, tebu, ketela, kecombrang atau kembang telang. Tapi, itu baru sebagian saja kenikmatan yang bisa kami syukuri.

Setiap jengkal tanah pekarangan yang kita tanami pohon, sayur, bunga mungkin tak bisa menyelamatkan bumi. Tapi, itu membantu melestarikan keragaman hayati tingkat mikro: capung, kumbang, kupu, burung, cacing, ngengat, kunang-kunang. Iya, kami masih bisa menikmati kerlip kunang-kunang di malam hari.

Serangga mendatangkan burung. Burung-burung suka mampir ke kebun kami: burung raja udang yang warna bulunya indah, burung hantu, emprit, tekukur, dan kelelawar. Tupai, kucing liar, berang-berang, katak dan bahkan ular juga hadir.

Kebun pekarangan kami adalah miniatur keragaman hayati Indonesia, keistimewaan yang kita peringati hari ini: 22 Mei, Hari Keragaman Hayati Internasional.

Indonesia salah satu megadiverse countries, negeri dengan keragaman hayati paling kaya di dunia. Di darat, kita hanya kalah dari Brazil. Tapi, Brazil tak punya laut seluas kita, yang biota terumbu karangnya paling beragam di seluruh dunia.

Kita memiliki jenis flora (tanaman) dan fauna (hewan) yang sangat beragam. Itu tecermin dalam beragam ekosostem yang ada: ekosistem hutan tropis, ekosistem mangrove, ekosistem rawa dan gambut, ekosistem danau air tawar dan ekosistem terumbu karang di laut.

Keragaman itu terlihat pada 54 taman nasional yang kita miliki, yang masing-masing mewakili ekosistem khas. Di samping taman nasional, kita juga punya ratusan cagar alam, suaka alam dan taman hutan rakyat.

Namun kini makin terancam karena akibat paradigma pembangunan yang keliru, yang menyepelekan, mengabaikan bahkan merusak alam.

Bahkan di desa-desa keragaman tanaman pekarangan makin menyusut. Cacing dan serangga hilang dari lahan pertanian akibat pemakaian pupuk kimia dan pestisida berlebihan.

Apa pentingnya keragaman hayati?

Keragaman hayati bisa menjadi fondasi ekonomi. Menurut saya, kekayaan Indonesia bukanlah emas, nikel atau batubara. Kekayaan kita adalah keragaman hayati yang bahkan tak bisa diukur dengan uang.

Keragaman flora saja (setidaknya ada 25.000 jenis tanaman yang kita ketahui) sebenarnya merupakan sumber ekonomi yang dahsyat jika kita tekuni. Dia sumber pangan, obat dan kosmetika yang senantiasa dibutuhkan bersama pertambahan jumlah penduduk.

Hutan tidak cuma pohon dan tak cuma satwa besar. Di situ ada ganggang, lumut, jamur, serangga dan bahkan mikroba yang sebagian besar belum kita kenali dan pelajari.

Kita hanya bisa memperoleh manfaat ekonomi hutan, gunung dan laut jika kita melestarikannya, dan mengelolanya secara berkelanjutan.

Di alam, kemakmuran dicirikan oleh keragaman hayati: beragam pohon, tanaman, satwa. Sebaliknya, perkebunan/pertanian monokultur (satu jenis tanaman seperti sawit), betapapun banyaknya menghasilkan uang, adalah simbol kemiskinan, bahkan sumber bencana.

Pada kenyataannya, manfaat hutan, laut dan gunung tidaklah sekadar ekonomi. Semua itu memberi manfaat ekologis yang tidak bisa dinilai dengan rupiah: menyimpan dan mengatur air, melindungi tanah, menghasilkan oksigen.

Bahkan tak hanya itu. Lestarinya hutan, sungai, gunung dan laut adalah sumber inspirasi bagi seni-budaya dan sprititualisme.

Keragaman hayati mengilhami keragaman seni-budaya: pola batik, kerajinan, arsitektur, tarian, kuliner. Keragaman budaya Indonesia bertumpu pada keragaman alam. Jika alam rusak, punah pula keragaman adat, seni dan budaya.

*Penulis adalah wartawan senior

Populer

KPK Ancam Pidana Dokter RSUD Sidoarjo Barat kalau Halangi Penyidikan Gus Muhdlor

Jumat, 19 April 2024 | 19:58

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Sekda Jabar akan Tindak Pelaku Pungli di Masjid Raya Al Jabbar

Rabu, 17 April 2024 | 03:41

Megawati Bermanuver Menipu Rakyat soal Amicus Curiae

Kamis, 18 April 2024 | 05:35

Diungkap Pj Gubernur, Persoalan di Masjid Al Jabbar Bukan cuma Pungli

Jumat, 19 April 2024 | 05:01

Bey Machmudin: Prioritas Penjabat Adalah Kepentingan Rakyat

Sabtu, 20 April 2024 | 19:53

Pj Gubernur Ingin Sumedang Kembali jadi Paradijs van Java

Selasa, 23 April 2024 | 12:42

UPDATE

Tidak Balas Dendam, Maroko Sambut Hangat Tim USM Alger di Oujda

Sabtu, 27 April 2024 | 21:50

Move On Pilpres, PDIP Siap Hadapi Pilkada 2024

Sabtu, 27 April 2024 | 21:50

Absen di Acara Halal Bihalal PKS, Pengamat: Sinyal Prabowo Menolak

Sabtu, 27 April 2024 | 21:20

22 Pesawat Tempur dan Drone China Kepung Taiwan Selama Tiga Jam

Sabtu, 27 April 2024 | 21:14

Rusia Kembali Hantam Fasilitas Energi Ukraina

Sabtu, 27 April 2024 | 21:08

TETO Kecam China Usai Ubah Perubahan Rute Penerbangan Sepihak

Sabtu, 27 April 2024 | 20:24

EV Journey Experience Jakarta-Mandalika Melaju Tanpa Hambatan

Sabtu, 27 April 2024 | 20:18

Hubungan PKS dan Prabowo-Gibran, Ini Kata Surya Paloh

Sabtu, 27 April 2024 | 20:18

Gebyar Budaya Bolone Mase Tegal Raya, Wujud Syukur Kemenangan Prabowo-Gibran

Sabtu, 27 April 2024 | 19:28

Menuju Pilkada 2024, Sekjen PDIP Minta Kader Waspadai Pengkhianat

Sabtu, 27 April 2024 | 19:11

Selengkapnya