Berita

Ferdinand Marcos dan keluarga, 1965/Net

Publika

Filipinisasi Indonesia

RABU, 11 MEI 2022 | 07:41 WIB | OLEH: FARID GABAN

BONGBONG Marcos (Jr) menang dalam pemilihan presiden Filipina hari-hari ini. Dia adalah putra Ferdinand Marcos, diktator Filipina yang digulingkan melalui "people power" pada 1986. Marcos Sr terusir dari negeri dan meninggal di pengasingan (Hawaii).

Marcos adalah cerita buruk diktator-diktator yang naik ke kursi kekuasaan lewat dukungan Amerika Serikat. Mereka korup dan otoriter: Syah Pahlevi (Iran), Augusto Pinochet (Chile), dan Soeharto (Indonesia). Semuanya jatuh oleh gelombang besar "people power", hanya Soeharto yang tidak terusir dari negerinya.

Bagi generasi saya, yang meliput Filipina pada akhir dasawarsa 1980-an, tak sulit untuk melihat paralel munculnya Bongbong Marcos dengan menguatnya pamor politik Tommy Soeharto, yang dalam beberapa tahun terakhir mencoba peruntungan politik lewat Partai Berkarya.

Tommy Soeharto tidak sesukses Bongbong, atau mungkin belum. Tapi, kemunculan mereka sendiri menunjukkan pergeseran persepsi politik yang relatif cepat: dari keluarga diktator yang dihinakan menjadi pahlawan/pemimpin baru.

Bagaimana itu bisa terjadi?

Tak hanya itu mencerminkan amnesia (ingat pendek) publik, tapi itu dimungkinkan oleh rusaknya sistem politik.

Tommy Soeharto mungkin tidak pernah menjadi presiden, tapi sistem politik kita sudah dan sedang khusuk mengikuti kerusakan politik Filipina. Dan kerusakan itu sudah cukup untuk membuat banyak kronik Orde Baru, jika bukan keluarga Soeharto, masih bisa berjaya sampai kini.

Setelah reformasi, Indonesia mengalami pergeseran dari parlementer ke presidensial, condong meniru Filipina yang mengimpor sistem dari penjajahnya, Amerika Serikat.

Andreas Ufen, pengamat politik asal Jerman, menerbitkan kajian pada 2006 yang menyimpulkan bahwa sistem politik dan kepartaian di Indonesia sedang mengikuti trend Filipina. Sedang terjadi proses "filipinisasi" yang negatif.

Apa ciri filipinisasi?

1. Partai-partai (baik baru maupun lama) dimobilisasi cuma untuk memenangkan calon presiden. Partai makin dipersonalisasi dengan figur presiden.

2. Kepemimpinan partai bertumpu pada kharisma tokoh dan karenanya otoriter (nir-demokrasi), sehingga seringkali memicu kisruh-internal (faksionalisme).

3. Kentalnya politik uang dan menguatnya koalisi-koalisi pragmatis (transaksional) membentuk semacam kartel, yang pada akhirnya memperkuat kecenderungan partai dipakai sebagai kendaraan oleh kaum oligark.

4. Partai-partai miskin program (political platform), makin pragmatis dan makin lemah perannya sebagai penyalur aspriasi rakyat.

5. Rendahnya ikatan konstituen dengan partai; bahkan antara politik dengan partainya (fenomena politisi kutu loncat sangat lazim).

Penulis adalah wartawan senior

Populer

KPK Kembali Periksa Pramugari Jet Pribadi

Jumat, 28 Februari 2025 | 14:59

Sesuai Perintah Prabowo, KPK Harus Usut Mafia Bawang Putih

Minggu, 02 Maret 2025 | 17:41

Digugat CMNP, Hary Tanoe dan MNC Holding Terancam Bangkrut?

Selasa, 04 Maret 2025 | 01:51

Lolos Seleksi TNI AD Secara Gratis, Puluhan Warga Datangi Kodim Banjarnegara

Minggu, 02 Maret 2025 | 05:18

CMNP Minta Pengadilan Sita Jaminan Harta Hary Tanoe

Selasa, 04 Maret 2025 | 03:55

Nyanyian Riza Chalid Penting Mengungkap Pejabat Serakah

Minggu, 09 Maret 2025 | 20:58

Polda Metro Didesak Segera Periksa Pemilik MNC Asia Holding Hary Tanoe

Minggu, 09 Maret 2025 | 18:30

UPDATE

Sinergi Infrastruktur dan Pertahanan Kunci Stabilitas Nasional

Senin, 10 Maret 2025 | 21:36

Indonesia-Vietnam Naikkan Level Hubungan ke Kemitraan Strategis Komprehensif

Senin, 10 Maret 2025 | 21:22

Mendagri Tekan Anggaran PSU Pilkada di Bawah Rp1 Triliun

Senin, 10 Maret 2025 | 21:02

Puji Panglima, Faizal Assegaf: Dikotomi Sipil-Militer Memang Selalu Picu Ketegangan

Senin, 10 Maret 2025 | 20:55

53 Sekolah Rakyat Dibangun, Pemerintah Matangkan Infrastruktur dan Kurikulum

Senin, 10 Maret 2025 | 20:48

PEPABRI Jamin Revisi UU TNI Tak Hidupkan Dwifungsi ABRI

Senin, 10 Maret 2025 | 20:45

Panglima TNI Tegaskan Prajurit Aktif di Jabatan Sipil Harus Mundur atau Pensiun

Senin, 10 Maret 2025 | 20:24

Kopdes Merah Putih Siap Berantas Kemiskinan Ekstrem

Senin, 10 Maret 2025 | 20:19

Menag Masih Pelajari Kasus Pelarangan Ibadah di Bandung

Senin, 10 Maret 2025 | 20:00

Airlangga dan Sekjen Partai Komunis Vietnam Hadiri High-Level Business Dialogue di Jakarta

Senin, 10 Maret 2025 | 19:59

Selengkapnya