Berita

Petani Sawit di Muara Enim/RMOLSumsel

Nusantara

Larangan Ekspor Bahan Baku Migor Bikin Petani Sawit Swadaya Sumsel Rugi Besar

RABU, 27 APRIL 2022 | 10:27 WIB | LAPORAN: DIKI TRIANTO

Larangan ekspor bahan baku minyak goreng menimbulkan permasalahan di tingkatan petani. Harga Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit di tingkatan petani swadaya anjlok hingga 50 persen.

Penurunan harga mulai dari Rp 1.000 hingga Rp 1.500 per kilogram sejak diberlakukan kebijakan tersebut. Kondisi ini tentunya sangat merugikan petani yang sejak awal tahun telah menikmati harga tertinggi sepanjang sejarah tersebut.

Salah seorang petani sawit di Sumsel, Erwin mengatakan pasca diumumkannya pelarangan ekspor ini, harga merosot bahkan mencapai Rp 1.000 per kilogramnya. Menurutnya, jika harga TBS ini masih Rp 3.000 per kilogram tentunya para petani masih mendapatkan untung.


Namun, jika harga di bawah Rp 2.000 maka tentunya tidak sebanding untuk biaya perawatan. Menurutnya, rendahnya harga jual ini dikarenakan banyaknya potongan baik untuk keuntungan tengkulak maupun untuk ongkos produksi.

"Karena itu, kami minta Dinas Perkebunan untuk segera melakukan tindakan," kata Erwin diberitakan Kantor Berita RMOLSumsel, Kamis (27/4).

Sementara itu, Wakil Ketua Asosisasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Sumsel, M Yunus mengatakan, kebijakan pemerintah untuk melakukan pembatasan ekspor bahan minyak goreng bukan solusi untuk permasalahan kelangkaan.

Sebaliknya, kondisi ini malahan dimanfaatkan oleh oknum tertentu dengan mengambil TBS dengan harga murah. Penurunan harga ini cukup signifikan dari semula Rp 3.300 per kilogram kini menjadi Rp 1.700 per kilogram.

“Penurunan harga ini hanya dialami petani sawit swadaya. Sedangkan, petani sawit plasma tidak berpengaruh karena ada ketetapan harga oleh Disbun yakni Rp 3.500 per kilogramnya," terangnya.

Menurutnya, penurunan harga TBS Kelapa Sawit ini tentunya sangat memberatkan dan mencekik petani sawit swadaya. Mengingat harga pupuk dan pestisida meningkat. Terlebih lagi, pabrik kini juga membatasi penyerapan TBS dengan cara mempersingkat jadwal pengiriman.

Meski demikian, para petani sawit swadaya mau tidak mau harus menjual TBS-nya. Sebab, TBS bisa membusuk dan malah menimbulkan kerugian yang lebih besar. Karena itu, dia meminta pemerintah agar mencari solusinya mengingat di Sumsel terdapat 100 ribu petani sawit swadaya dengan jumlah kebun sawit mencapai 400 ribu hektare.

"Jika kondisi ini dibiarkan tentu akan berdampak pada perekonomian daerah," pungkasnya.

Disbun Sumsel Tuding Penurunan Harga Ulah Spekulan

Kerugian dan dampak dirasakan para petani sawit swadaya ini dikarenakan ulah sejumlah spekulan memainkan harga. Pasalnya, pelarangan ekspor ini hanya diberlakukan untuk produk turunan CPO atau Refined Bleached Deodorized Palm Oil (RBDPO). RBDPO ini merupakan produk hasil rafinasi dan fraksinasi CPO yang digunakan sebagai minyak goreng.

"Kesalahpahaman persepsi inilah yang dimanfaatkan spekulan. Karena, RBDPO ini diolah di luar negeri," katanya.

Seharusnya, untuk menghindari kesalahpahaman tersebut, pemerintah pusat menjelaskan secara terperinci kebijakan pelarangan ekspor tersebut. Karena, luasan lahan sawit di Sumsel mencapai 1,2 juta hektar dan produksi CPO di Sumsel mencapai 3,3 juta ton per tahun.

"Jadi sebagian besar sawit di Sumsel ini dieskpor dalam bentuk CPO," tutupnya.

Sementara itu, Ketua Gabungan Pengusaha Sawit Indonesia (GAPKI) Sumsel, Alex Sugiarto menambahkan, perusahaan yang berada dibawah naungan GAPKI Sumsel tidak pernah membatasi penyerapan TBS dari petani plasma. Harganya pun disesuaikan dengan yang telah ditetapkan.

"Kami akan terus memantau perkembangan di lapangan termasuk dampaknya kepada para petani," pungkasnya.

Terpisah, Gubernur Sumsel Herman Deru menambahkan saat ini satgas pangan telah dibentuk untuk mengentaskan permasalahan minyak goreng. Jika nantinya terdeteksi ada oknum yang nakal dan curang maka akan ditindak secara hukum.

"Satgas akan mendeteksi ini, kalau mereka curang nanti langsung kita angkut,” terangnya.

Terkait kebijakan pelarangan ekspor, Menurut Herman Deru, kebijakan tersebut kemungkinan hanya terjadi sementara waktu dan belum ditetapkan untuk jangka waktu panjangnya. Selain itu, menurunnya harga sawit ini juga dinilai sebagai tren pasar.

"Karena suplaynya dikurangi tentu hal tersebut sudah menjadi hukum pasar yang berlaku. Tapi masyarakat tidak perlu cemas, kebijakan ini kemungkinan hanya sementara," pungkasnya.

Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

UPDATE

Trump Serang Demokrat dalam Pesan Malam Natal

Kamis, 25 Desember 2025 | 16:04

BUMN Target 500 Rumah Korban Banjir Rampung dalam Seminggu

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:20

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Gibran Minta Pendeta dan Romo Terus Menjaga Toleransi

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:40

BGN Sebut Tak Paksa Siswa Datang ke Sekolah Ambil MBG, Nanik: Bisa Diwakilkan Orang Tua

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:39

Posko Pengungsian Sumut Disulap jadi Gereja demi Rayakan Natal

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:20

Banyak Kepala Daerah Diciduk KPK, Kardinal Suharyo Ingatkan Pejabat Harus Tobat

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:15

Arsitektur Nalar, Menata Ulang Nurani Pendidikan

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:13

Kepala BUMN Temui Seskab di Malam Natal, Bahas Apa?

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:03

Harga Bitcoin Naik Terdorong Faktor El Salvador-Musk

Kamis, 25 Desember 2025 | 13:58

Selengkapnya