Berita

Aktivitas pertambangan yang berdampingan dengan Bukit Serelo, Lahat./RMOLSumsel

Nusantara

Proper Biru PT BAU Tuai Protes, Pemerintah Tunduk pada Korporasi Pelanggar Lingkungan?

SENIN, 25 APRIL 2022 | 11:59 WIB | LAPORAN: YELAS KAPARINO

Skandal pemberian proper biru kepada perusahaan tambang yang tengah dikenai sanksi atas kasus lingkungan kembali mencuat di Sumatera Selatan.

Yang disorot kali ini, proper biru yang diberikan pada PT Bara Alam Utama (PT BAU) dan PT Sriwijaya Bara Priharum (PT SBP), padahal kedua perusahaan itu tengah dikenai sanksi atas pencemaran lingkungan.

Untuk diketahui, Proper adalah Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan Dalam Pengelolaan Lingkungan yang dikembangkan oleh Kementrian Lingkungan Hidup (KLH) sejak tahun 1995, untuk mendorong perusahaan meningkatkan pengelolaan lingkungannya.


Dari penilaian proper, perusahaan akan memperoleh citra/reputasi sesuai bagaimana pengelolaan lingkungannya. Peringkat reputasi tersebut dinilai dengan warna emas (terbaik), hijau, biru, merah dan hitam (yang paling rendah).

Infomasi yang didapat Kantor Berita RMOLSumsel, Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan (LHP) Sumsel akan memanggil PT Bara Alam Utama (PT BAU) dan PT Sriwijaya Bara Priharum (PT SBP) untuk dimintai klarifikasi.

Selain manajemen kedua perusahaan itu, mereka yang diundang ke rapat itu, termasuk dari Sekretariat Proper Nasional, Setditjen PPKL KLHK, Kabid Gakkum Perundang-undangan dan Peran Serta Masyarakat DLHP Sumsel, Kepala Dinas LH Muara Enim, Kepala DInas LH Lahat, Kepala Balai Besar Wilayah Sungai VIII.

Kabar yang dihimpun Kantor Berita RMOLSumsel, pemanggilan ini untuk mendengar keterangan sejumlah pihak, terkait sebuah rapat pada tengah pekan kemarin.

"Hasil rapat itu akan menjadi rekomendasi yang kami sampaikan ke Kementerian," singkat Kepala Dinas LHP Sumsel Edward Chandra kepada Kantor Berita RMOLSumsel.

Ia menambahkan, hasil rekomendasi itu juga akan ditembusan kepada Ditjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Kementerian LHK dan Gubernur Herman Deru sebagai laporan.

Sebelum rapat ini, mencuat dugaan bahwa pemberian proper biru kepada kedua perusahaan itu sarat dengan manipulasi data dan penyalahgunaan wewenang.

Deputi Komunitas Masyarakat Anti Korupsi (K-MAKI) Sumsel Feri Kurniawan mengatakan, tak hanya dugaan manipulasi data, bahkan lebih jauh, ada dugaan gratifikasi dalam pemberian proper biru terhadap perusahaan pelanggar lingkungan tersebut.

"Ini ada akal-akalan dengan memberikan mereka rapor (proper) biru, seharusnya hitam. Ada dugaan gratifikasi dan manipulasi data yang bisa dikatakan penyalahgunakan kewenangan dan korupsi," ujar Feri kepada Kantor Berita RMOLSumsel.

Menurutnya, langkah yang harus dilakukan oleh regulator adalah mencabut predikat proper biru itu dan menutup operasional perusahaan sampai persoalan lingkungan yang terjadi diatasi.

Pemerintah Tunduk?
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Sumsel, Yuliusman termasuk yang mengritik keras pemberian proper biru terhadap perusahaan yang tengah mendapat sanksi atas pengelolaan lingkungan.

Ada banyak poin penilaian yang harus ditentukan sebelum sebuah perusahaan bisa diberi predikat taat lingkungan. Baginya, memberikan proper biru pada perusahaan perusak lingkungan, melukai perasaan masyarakat yang mungkin menjadi korban.

"Selama ini perusahaan hanya sebatas memenuhi apa yang disyaratkan saja. Tidak berarti secara otomatis ketika mendapatkan proper biru, perusahaan sudah clean and clear dan tidak merusak lingkungan, karena yang dinilai hanya ketentuan kewajiban yang diatur,” jelas Yus, sapaan akrabnya kepada Kantor Berita RMOLSumsel.

Di sisi lain, dengan memberikan proper biru terhadap perusahaan yang dikenai sanksi atas kerusakan lingkngan, sama saja artinya pemerintah mendukung pengrusakan oleh korporasi tersebut.

Yus mengatakan, baiik Kementerian LHK maupun Dinas LHP Sumsel, harus lebih selektif dalam memberikan penilaian. Harus terperinci dan melibatkan berbagai elemen masyarakat sehingga tidak serta-merta dan mengeluarkan penilaian secara umum.

Ia menambahkan, Walhi sendiri memiliki sederet catatan persoalan dalam aktivitas PT BAU di Kabupaten Lahat selama ini.

“PT BAU kan banyak persoalan yang berbenturan dengan masyarakat. Mulai dari konflik agraria dengan masyarakat. Lalu ada juga kasus rekayasa alam seperti sungai dibelokkan dan beragam kasus lain. Aneh jika KLHK dalam hal ini masih tetap memberikan proper biru,” ucapnya.

Apalagi, masih ada kasus lingkungan. Walhi menilai terlalu gegabah merekomendasikan dua perusahaan (PT SBP dan PT BAU) itu mendapat predikat proper biru.

“Ini yang dipertanyakan. Muncul kesan, pemerintah tunduk pada korporasi pelanggar lingkungan,’ tandas Yuliusman.

Populer

Bobby dan Raja Juli Paling Bertanggung Jawab terhadap Bencana di Sumut

Senin, 01 Desember 2025 | 02:29

NU dan Muhammadiyah Dikutuk Tambang

Minggu, 30 November 2025 | 02:12

Padang Diterjang Banjir Bandang

Jumat, 28 November 2025 | 00:32

Sergap Kapal Nikel

Kamis, 27 November 2025 | 05:59

Peluncuran Tiga Pusat Studi Baru

Jumat, 28 November 2025 | 02:08

Bersihkan Sisa Bencana

Jumat, 28 November 2025 | 04:14

Evakuasi Banjir Tapsel

Kamis, 27 November 2025 | 03:45

UPDATE

Tragedi Nasional dari Sumatra dan Suara yang Terlambat Kita Dengarkan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:44

Produktivitas Masih di Bawah ASEAN, Pemerintah Susun Langkah Percepatan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:41

Lewat Pantun Cak Imin Serukan Perbaiki Alam Bukan Cari Keributan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:38

Bank Mandiri Sabet 5 Penghargaan BI

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:27

Liga Muslim Dunia Siap Lobi MBS untuk Permudah Pembangunan Kampung Haji Indonesia

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:18

Banjir Rob di Pesisir Jakarta Berangsur Surut

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:13

RI–Timor Leste Sepakat Majukan Koperasi

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:08

Revisi UU Cipta Kerja Mendesak di Tengah Kerusakan Hutan Sumatera

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:57

Bahlil Telusuri Dugaan Keterkaitan Tambang Martabe dengan Banjir Sumut

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:48

BI: Cadangan Devisa RI Rp2.499 Triliun per Akhir November 2025

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:39

Selengkapnya