Ada tiga negara yang dianggap paling produktif dalam menyebarkan disinformasi di media sosial, terutama di Twitter.
Australian Strategic Policy Institute (ASPI), yang menerima dana dari pemerintah AS dan Australia, menerbitkan laporan Understanding Global Dinsinformation and Information Operations baru-baru ini, yang menyebutkan bahwa tiga negara tersebut adalah Rusia, Iran, dan Arab Saudi.
Penelitian tersebut menganalisis data yang tersedia untuk umum tentang kampanye online yang dijajakan oleh aktor negara, lapor MEE, Kamis (31/3).
Di dalam laporan, disertakanya juga situs web yang menyediakan analisis di 17 negara dengan jaringan tidak autentik yang dihapus oleh Twitter selama beberapa tahun terakhir.
China dan Venezuela menempati urutan berikutnya, disusul oleh Turki, Mesir, dan Uni Emirat Arab .
Analisis menemukan bahwa jaringan Rusia, yang terdiri dari 5.000 akun, telah dihapus oleh Twitter pada delapan kesempatan antara Oktober 2018 dan Maret 2021.
Jaringan berusaha untuk menciptakan narasi di mana Rusia memberikan bantuan kemanusiaan di Suriah, sementara AS dianggap sebagai "kekuatan imperialis yang berkolusi dengan organisasi teroris untuk mengacaukan kawasan".
Di Iran, Twitter menghapus tujuh jaringan, yang melibatkan 8.211 profil palsu, yang diyakini terkait dengan pemerintah Iran antara November 2019 dan Maret 2021.
Sejak Twitter dilarang di Iran, sebagian besar jaringan disinformasi berusaha mempengaruhi persepsi global tentang Teheran dan menimbulkan perpecahan di negara-negara saingan.
Menurut ASPI, persona palsu yang didukung Iran adalah 'karakter yang terkadang meyakinkan dan berpengetahuan luas' yang tampaknya adalah orang-orang lokal yang peduli dengan masalah tertentu. Ini termasuk analis politik palsu yang berbasis di New York dan akun parodi Bollywood
Arab Saudi memiliki empat jaringan disinformasi terkait negara yang dihapus antara Oktober 2019 dan Januari 2020, dengan lebih dari 11.000 akun Twitter yang dianggap terlibat.
Sebagian besar retorika jaringan Saudi berkisar seputar Qatar, selama tiga setengah tahun blokade Doha yang dipimpin Saudi oleh Bahrain, UEA, dan Mesir yang diluncurkan pada Juni 2017.
Akun yang terkait dengan media yang dikelola pemerintah Saudi mendiskreditkan Doha dan menuduhnya mendukung Ikhwanul Muslimin, dan juga meniru tokoh Qatar termasuk anggota keluarga kerajaan.