Peneliti senior Institut Riset Indonesia (Insis), Dian Permata/Net
Alasan untuk menunda Pemilu 2024 mendatang sebagaimana yang diwacanakan ketua umum partai koalisi dinilai tidak tepat dan kuat. Sehingga wacana penundaan ini akan berbuah mustahil. Namun demikian, opsi untuk membuat aturan presiden menjabat 3 periode masih terbuka lebar.
Peneliti senior Institut Riset Indonesia (Insis), Dian Permata menegaskan bahwa satu-satunya cara untuk perpanjangan masa jabatan presiden hingga tiga periode adalah melalui amandemen UUD melalui Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Jika mayoritas partai pendukung pemerintah, maka bisa saja peluang perpanjangan masa presiden terjadi.
“Hanya saja, untuk perpanjangan masa presiden tetap saja melalui pemilu," ujar Dian kepada
Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (15/3).
Baginya memaksakan untuk penundaan pemilu merupakan hal mustahil. Apalagi, alasan yang disampaikan selama ini tidak tepat dan kuat.
"Alasan covid masih mewabah justru terbantahkan saat pelaksanaan Pilkada 2020. Bahwa pelaksanaan Pilkada 2020 justru dilaksanakan pada saat angka covid masih tinggi," kata akademisi Universitas Ibnu Chaldun (UIC) itu.
Tetapi, jika melihat gaya komunikasi politik dan perilaku politik Jokowi, maka isu perpanjangan masa jabatan presiden masih berpotensi terjadi. Terlebih, publik masih ingat saat Presiden Jokowi menolak dicalonkan menjadi presiden di awal tahun 2013.
Sementara saat ini, Jokowi mulanya mengaku mereka yang mendorong wacana perpanjangan masa jabatan presiden adalah orang yang mencari muka, menampar mukanya, dan menjerumuskannya. Tapi belakangan Jokowi menyebut wacana itu bagian dari demokrasi.
“Tentu masih ingat juga gaya komunikasi dia yang khas menolak menjadi capres. Apa itu copras capres. Saat itu dia mengaku fokus mengurus Jakarta. Belakangan, dia menjadi capres juga," ungkit Dian.