Direktur Riset Indonesian Presidential Studies (IPS) Arman Salam/RMOL
Klaim Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi (Marves) Luhut Binsar Pandjaitan soal big data 110 juta netizen ingin Pemilu 2024 ditunda dinilai bentuk pengkhinatan terhadap konstitusi.
Direktur Riset Indonesian Presidential Studies (IPS) Arman Salam menilai, apa yang disampaikan Luhut ironis. Sebab, keputusan strategis bangsa sebesar Indonesia berdasarkan obrolan di dunia maya.
Pendapat Arman, apa yang disampaikan Luhut terkait big data, tidak jelas basis metodologinya dan jauh dari nilai akademik. Imbasnya, opini yang disampaikan oleh orang terdekat Presiden Jokowi itu sumbernya tidak valid.
"Jangan membawa bawa "Big Data" untuk keserakahan dan penghianatan konstitusi. Model penarikan sampel yang tentu saja tidak berdasarkan metodologi yang benar," demikian kata Arman kepada
Kantor Berita Politik RMOL, Senin (14/3).
Lebih lanjut Arman menjelaskan, penarikan sampel tanpa metodologi yang benar akan menimbulkan bias, baik dari proporsi demografi maupun validitas datanya.
Bacaan Arman, bisa saja obrolan terkait sikap penundaan Pemilu karena diulang ulang oleh para buzzer yang terkondisikan.
"Aneh sudah ada data hasil survei yang valid dan ilmiah, kok malah mempercayai obrolan warung kopi," demikian penekanan Arman.
Ia menengarai, pernyataan Luhut merupakan bentuk akal-akalan untuk bisa memuluskan niat memperpanjang masa jabatan Presiden Joko Widodo. Apalagi, dalam pandangan Arman, Luhut sudah nyaman menjadi menteri segala urusan.
"Toh posisinya sekarang nyaman menjadi menteri segala rupa, jadi bisa goyang sana sini supaya bisnis lancar disemua lini, siapa berani lawan disikat semua harus restu opung (Luhut)," pungkas Arman.