Berita

Bupati Halmahera Utara, Frans Manery, menggugat aturan pelaksanaan Pilkada karena berpotensi memangkas masa jabatannya/Net

Politik

Merasa Dirugikan Masa Jabatannya Terpangkas, Bupati Halmahera Utara Gugat Aturan Pelaksanaan Pilkada

RABU, 09 MARET 2022 | 18:53 WIB | LAPORAN: AHMAD SATRYO

Aturan pelaksanaan Pilkada Serentak yang akan digelar pada 2024, sebagaimana diatur di dalam UU 10/2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (UU Pilkada), digugat Bupati Halmahera Utara, Frans Manery, dan Wakilnya Muchlis.

Gugatan pasangan kepala daerah ini dicatat Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai perkara Nomor 18/PUU-XX/2022,yang di dalamnya mendalilkan Pasal 201 ayat (7) UU Pilkada bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) dan ayat (3) UUD 1945.

Dalam Sidang Pendahuluan yang digelar MK di Ruang Sidang Pleno MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat pada Selasa kemarin (8/3), kuasa hukum Pemohon, Ramli Antula menjelaskan, alasan pasangan kepala daerah ini menggugat adalah karena masa jabatannya berpotensi dipangkas dari yang seharusnya.

Menurut Ramli, Frans dan Muchlis sebagai pasangan kepala daerah dengan masa jabatan 5 tahun yang dilantik pada 9 Juli 2021 mestinya berakhir pada 9 Juli 2026, bukan pada 2024 mendatang sebagaimana termuat dalam ketentuan Pasal 201 ayat (7) UU Pilkada tersebut.

Jika mengacu pada ketentuan tersebut, maka masa jabatan para Pemohon hanya 3 tahun 5 bulan.

Sehingga Ramli menegaskan, keberlakuan norma Pasal 201 ayat (7) UU Pilkada tidak tepat untuk gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta walikota dan wakil walikota hasil pemilihan tahun 2020 yang menjabat sampai dengan tahun 2024, yang pada pokoknya mengatur tentang berakhirnya masa jabatan bupati dan wakil bupati hasil pemilihan tahun 2020.

"Secara faktual maupun potensial berdasarkan penalaran hukum yang wajar, mereduksi masa jabatan Para Pemohon sebagai bupati dan wakil bupati, berdasarkan Pasal 162 ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 dan Pasal 60 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014," ujar Ramli dikutip melalui laman mkri.id pada Rabu (9/3).

Menurut para Pemohon, ada inkonsistensi norma antara ketentuan Pasal 201 ayat (7) dengan pasal 162 ayat (2) UU Pilkada mengakibatkan terjadinya tumpang tindih norma yang mengatur masa jabatan dalam batang tubuh UU Pilkada.

"Dengan dibatalkannya atau paling tidak ditafsirkannya Pasal 201 ayat (7) UU 10/2016 sepanjang terkait dengan masa jabatan Bupati dan Wakil Bupati sesuai dengan ketentuan Pasal 162 ayat (2) UU 10/2016 dan pasal 60 ayat (2) UU 23/2014, maka potensi kerugian hak konstitusional para Pemohon dapat dihindari,” sebut Ramli dalam sidang yang diikutinya secara daring.

Masa Jabatan Kepala Daerah Tak Diatur Rigid di UUD 1945

Dalam nasihat hakim panel, Hakim Konstitusi Arief Hidayat menyebut bahwa Pemohon merasa hak konstitusionalnya terlanggar dengan berlakunya Pasal 201 ayat (7) UU UU Pilkada yang bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) dan ayat (3) UUD 1945.

Namun menurut pandangan Arief, ketentuan pemilihan umum lima tahun sekali sebagaimana tercantum dalam Pasal 18 Ayat (3) UUD 1945, berlaku untuk anggota DPRD dan bukan untuk pemilihan kepala daerah seperti bupati/wakil bupati serta walikota/wakil walikota sebagaimana dipahami para Pemohon.

"Jadi, yang mempunyai masa jabatan 5 tahun secara pasti yang diatur dalam UUD 1945 adalah DPRD, Pasal 18 Ayat (3). Sedangkan bupati, walikota, gubernur, wakil gubernur masa jabatannya tidak diatur secara rigid 5 tahun di UUD 1945. Masa jabatan itu diatur dalam UU," paparnya.

"Sekarang UU itu diubah. Dalam keadaan normal, masa jabatannya 5 tahun itu di Pasal 161 ayat (3) UU tentang Pemilu. Tetapi karena mau ada Pemilu serentak, maka ada peraturan yang khusus. Tidak memberi jabatan 5 tahun, tapi jabatannya bersama-sama selesai pada tahun 2024 pada waktu diadakan Pilkada serentak," demikian Arief.

Populer

Aduan Kebohongan sebagai Gugatan Perdata

Selasa, 08 Oktober 2024 | 10:03

PDIP Bisa Dapat 3 Menteri tapi Terhalang Chemistry Gibran

Rabu, 09 Oktober 2024 | 01:53

Pernah Bertugas di KPK, Kapolres Boyolali Jebolan Akpol 2003

Senin, 07 Oktober 2024 | 04:21

Laksdya Irvansyah Dianggap Gagal Bangun Jati Diri Coast Guard

Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45

Prabowo Sudah Kalkulasi Chemistry PDIP dengan Gibran

Rabu, 09 Oktober 2024 | 02:35

Bakamla Jangan Lagi Gunakan Identitas Coast Guard

Rabu, 09 Oktober 2024 | 06:46

Selebgram Korban Penganiayaan Ketum Parpol Ternyata Mantan Kekasih Atta Halilintar

Senin, 07 Oktober 2024 | 14:01

UPDATE

Butuh Sosok Menteri Keuangan Kreatif dan Out of the Box

Jumat, 11 Oktober 2024 | 13:44

KPK Masih Usut Keterlibatan Hasto Kristiyanto di Kasus Harun Masiku dan DJKA

Jumat, 11 Oktober 2024 | 13:27

Kesan Jokowi 10 Tahun Tinggal di Istana: Keluarga Kami Bertambah

Jumat, 11 Oktober 2024 | 13:27

Segini Potensi Penerimaan Negara dari Hasil Ekspor Pasir Laut

Jumat, 11 Oktober 2024 | 13:22

Main Aman Pertumbuhan 5 Persen

Jumat, 11 Oktober 2024 | 13:19

Gagal Nyagub, Anies Makin Sibuk

Jumat, 11 Oktober 2024 | 13:08

Predator Seks Incar anak-anak, Mendesak Penerapan UU TPKS

Jumat, 11 Oktober 2024 | 12:41

Dukung Otonomi Sahara Maroko, Burundi: Ini Solusi yang Realistis

Jumat, 11 Oktober 2024 | 12:39

Digelar Akhir Oktober, Indocomtech 2024 Beri Kejutan Spesial

Jumat, 11 Oktober 2024 | 12:29

WTO Perkirakan Perdagangan Global Naik Lebih Tinggi jika Konflik Timteng Terkendali

Jumat, 11 Oktober 2024 | 12:15

Selengkapnya