Berita

Presiden Joko Widodo (kiri) dan wartawan senior Ilham Bintang./RMOL

Publika

Ayo Pak Jokowi, Bicaralah Nyatakan Sikap Tegas (Lagi)

MINGGU, 27 FEBRUARI 2022 | 08:23 WIB | OLEH: ILHAM BINTANG

MENYUSUL gaduh wacana penundaan Pemilu 2024, muncul kembali desakan kepada Presiden Jokowi untuk bicara (lagi) lebih tegas mengenai soal itu. Terutama  karena wacana penundaan Pemilu 2024 ataupun perpanjangan masa jabatan presiden priode ini bersangkutan erat dengan dirinya.

Yang melontarkan wacana itu “orang dalam” istana: "all the president's men". Oleh karena posisinya sebagai menteri dan pimpinan partai koalisi, bisa timbul prasangka itu disuruh Jokowi.

Sekurangnya,  seperti dibiarkan saja para pembantunya itu memberontak terhadap  konstitusi. Mulai dari Menteri Investasi Bahlil Lahadalia dua bulan lalu, yang katanya, meneruskan aspirasi para pengusaha.


Ini padam, muncul Airlangga Hartarto (Golkar) Zulkifli Hasan (PAN) dan Muhaimin Iskandar (PKB) pada “gelombang” yang sama. Itu yang menjadi keberatan banyak pihak.

Para elit politik itu seakan lupa Indonesia negara konstitusional. Negara  yang  membatasi kekuasaan pemerintahannya secara berimbang antara kepentingan penyelenggara negara dan warga negaranya.

Konstitusi memiliki fungsi seperti yang pernah dirinci Professor Jimly Asshiddiqie, guru besar hukum tata negara, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi. Pertama, penentu dan pembatas kekuasaan organ negara. Kedua, pengatur hubungan kekuasaan antar organ negara. Ketiga,  pengatur hubungan kekuasaan antar organ negara dengan warga negara.

Asal Kata Konstitusi

Istilah konstitusi sendiri menurut Wirjono Prodjodikoro (mantan Ketua Mahkamah Agung periode 1952-1966), berasal dari kata kerja “constituer” dalam bahasa Perancis. Artinya : membentuk. Jadi, konstitusi berarti pembentukan.

Dalam hal ini yang dibentuk adalah suatu negara maka konstitusi mengandung permulaan dari segala macam peraturan pokok mengenai sendi-sendi pertama untuk menegakkan bangunan besar yang bernama negara.

Istilah konstitusi sebenarnya tidak dipergunakan untuk menunjuk kepada satu pengertian saja. Dalam praktek, istilah konstitusi sering digunakan dalam beberapa pengertian. Di Indonesia selain dikenal istilah konstitusi juga dikenal istilah undang-undang dasar. Demikian juga di Belanda, disamping dikenal istilah “groundwet” (undang-undang dasar) dikenal pula istilah “constitutie”.

Makar terhadap Pasal 7 UU 1945

Masa jabatan presiden jelas diatur dalam UUD 1945 Pasal 7. Dalam aturan tersebut, disebutkan bahwa presiden dan wakil presiden memegang jabatan selama lima tahun dan dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan. Artinya, masa jabatan presiden ditetapkan maksimal dua priode.

UU 1945 merupakan "kitab suci " negara yang wajib dipatuhi lebih- lebih oleh pejabat negara. Wacana Airlangga Hartarto, Zulkifli Hasan, dan Muhaimin Iskandar dapat dianggap perbuatan percobaan makar terhadap konstitusi negara. Dengan modus sama, ketiganya “mencatut” atas nama rakyat konstituennya mendistribusikan wacana itu.

Padahal, semestinya menjadi kewajiban para penyelenggara negara itu menerangkan pasal 7 UU 45 kepada rakyat  yang bertanya maupun mengusulkan Jokowi lanjut priode ketiga. Kalau itu benar adanya.

Namun, ketiganya malah mempertunjukkan secara terang benderang ketiadaan "moral clarity", menurut istilah pengamat politik Rocky Gerung. Moral Clarity (kejernihan moral)
dinilai Rocky hilang pada penyelenggara  negara, termasuk surveyor atau pengusaha  polling dan sebagian pers.

Itu disampaikan Rocky ketika berbicara sebagai penutup di  Indonesia Lawyers Club (ILC), Jumat ( 25/2) malam. Dipandu wartawan senior Karni Ilyas, talkshow itu mengangkat tema “Harga- Harga Naik Tapi Rakyat Puas Terhadap Jokowi-Ma'ruf Amin".

Menampilkan pembicara, antara lain, ekonom Rizal Ramli, politisi PDI-P Arya Bima, dan surveyor Burhanuddin Muchtadi.

Rocky mengecam para politisi yang tidak malu, mau menebeng (menumpang) perpanjangan waktu masa jabatan tanpa dipilih oleh rakyat Dia menyoroti Burhan Muchtadi yang bersandar hanya pada kata  responden tanpa  disertai moral clarity. "Konstitusi sudah membatasi, ngapain lagi menanyakan kemungkinan mengubah itu pada rakyat.  Pasal 7 itu mestinya disikapi sama dengan NKRI, harga mati," tandas  Rocky.

Prof. Denny Indrayana, S.H., LL.M., Ph.D. Guru Besar Hukum Tata Negara Senior Partner INTEGRITY Law Firm  menganggap wacana penundaan Pemilu 2024 adalah pelecehan konstitusi.

"Kalaupun prosedur perubahan konstitusi ditempuh, perubahan yang dilakukan dengan melanggar prinsip konstitusionalisme yang pondasi dasarnya adalah pembatasan kekuasaan, adalah batal demi konstitusi itu sendiri (constitutionally invalid),” kata dia.

Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM  itu juga meminta Presiden Jokowi segera bicara menyatakan sikapnya secara tegas.

“Seharusnya Presiden Jokowi, sebagai Kepala Negara segera meluruskan pelanggaran serius ini. Itu kalau Beliau serius dengan sumpah jabatannya di atas Al Qur’an untuk menjalankan konstitusi dengan selurus-lurusnya, dan jika Beliau tidak ingin dianggap sebagai bagian dari pelaku yang justru mengorkestrasi pelanggaran konstitusi bernegara tersebut,“ tambahnya.

Presiden Jokowi sendiri sebenarnya sudah beberapa kali menyatakan menolak wacana priode ketiga jabatan presiden. Dia bahkan mencurigai  wacana penundaan Pemilu 2024 itu hendak mencelakakannya. Jokowi pasti tahu bagaimana dulu Presiden Soeharto "diumbang" para pembantunya untuk terus saja menjabat presiden.

Dengan memanipulasi dan mencatut nama rakyat. Jokowi tentu menjadikan juga pelajaran peristiwa kudeta yang  dilancarkan pasukan elit tentara Guinea terhadap pemerintahan Presiden Alpha Conde, 5 September 2021. Hanya setahun setelah Alpha Conde terpilih  untuk priode ketiga ia  bersama politisi mengubah kontitusi yang membatasi jabatan presiden dua kali di negaranya.

Tidak ada salahnya Presiden Jokowi  belajar  dari pengalaman Presiden Gusdur yang "dilengserkan" dalam  Sidang Istimewa MPR -RI 2001 setelah memberlakukan Dekrit Presiden yang membubarkan parlemen.

Sekadar mengingatkan dekrit itu berisi Maklumat Presiden Republik Indonesia 23 Juli 2001 untuk membekukan MPR dan DPR, dan mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat, dan membekukan Partai Golkar.

Ayo Pak Jokowi perlu bicara (lagi): tegaskan  sikap berdiri tegak lurus menjunjung konstitusi. Supaya kegaduhan di tengah masyarakat segera padam. Presiden perlu fokus menangani kasus Covud-19 yang sudah dua tahun ini mendera rakyat.

Penulis adalah wartawan senior.

Populer

Bobby dan Raja Juli Paling Bertanggung Jawab terhadap Bencana di Sumut

Senin, 01 Desember 2025 | 02:29

NU dan Muhammadiyah Dikutuk Tambang

Minggu, 30 November 2025 | 02:12

Padang Diterjang Banjir Bandang

Jumat, 28 November 2025 | 00:32

Sergap Kapal Nikel

Kamis, 27 November 2025 | 05:59

Peluncuran Tiga Pusat Studi Baru

Jumat, 28 November 2025 | 02:08

Bersihkan Sisa Bencana

Jumat, 28 November 2025 | 04:14

Evakuasi Banjir Tapsel

Kamis, 27 November 2025 | 03:45

UPDATE

Komisi V DPR: Jika Pemerintah Kewalahan, Bencana Sumatera harus Dinaikkan jadi Bencana Nasional

Sabtu, 06 Desember 2025 | 12:14

Woman Empower Award 2025 Dorong Perempuan Mandiri dan UMKM Berkembang

Sabtu, 06 Desember 2025 | 12:07

Harga Minyak Sentuh Level Tertinggi di Akhir Pekan

Sabtu, 06 Desember 2025 | 11:58

BNI Dorong Literasi Keuangan dan UMKM Naik Kelas Lewat Partisipasi di NFHE 2025

Sabtu, 06 Desember 2025 | 11:44

DPR: Jika Terbukti Ada Penerbangan Gelap, Bandara IMIP Harus Ditutup!

Sabtu, 06 Desember 2025 | 11:24

Banjir Aceh, Untungnya Masih Ada Harapan

Sabtu, 06 Desember 2025 | 11:14

Dana Asing Masuk RI Rp14,08 Triliun di Awal Desember 2025

Sabtu, 06 Desember 2025 | 11:08

Mulai Turun, Intip Harga Emas Antam Hari Ini

Sabtu, 06 Desember 2025 | 11:03

Netflix Beli Studio dan Layanan Streaming Warner Bros 72 Miliar Dolar AS

Sabtu, 06 Desember 2025 | 10:43

Paramount Umumkan Tanggal Rilis Film Live-Action Kura-kura Ninja Terbaru

Sabtu, 06 Desember 2025 | 10:35

Selengkapnya