Berita

Ilustrasi/Net

Publika

Aku Dulu Pingin Jadi Dalang...

MINGGU, 20 FEBRUARI 2022 | 23:23 WIB | OLEH: TRIAS KUNCAHYONO

PERNAH, dulu sambil kuliah terbersit dalam hati dan pikiran untuk sekolah di Habirandha. Habirandha adalah sekolah pedalangan  yang terletak di Jalan Rotowijayan No. 1 Yogyakarta, dekat Keraton Ngayojahadiningrat.

Sekolah yang didirikan  untuk mengembangkan seni pedalangan ini lahir atas inisiatif Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) Djadipura pada 1925. Dan, mendapat dukungan penuh dari Sri Sultan Hamengkubuwono VIII.

Entah mengapa, dulu saya tertarik sekolah pedalangan. Mungkin, karena semasa masih kecil suka menonton wayang; bahkan ke desa tetangga. Di desa saya, ada seorang dalang kondang, pada masanya, Ki Sadewa, yang rumahnya hanya sekitar 100 meter dari rumah orangtua saya. Dan, kami masih ada hubungan keluarga dengan Ki Sadewa. Saya masih ingat, dulu setiap siang main gamelan di rumahnya.

Mungkin juga, saya melihat dalang itu sangat hebat. Ia mampu menyuguhkan cerita yang sangat memesona. Omongannya didengarkan oleh para pandemen, penyuka wayang yang menonton semalam suntuk. Kalau pun tak bisa menonton secara langsung, rela mendengarkan siaran lewat radio, juga semalam suntuk.

Dalang itu sangat berkuasa. Berkuasa membuat cerita. Berkuasa mengarahkan ke mana arah cerita. Berkuasa menentukan siapa menang siapa kalah dalam peperangan. Berkuasa menyuruh para niaga untuk mulai menabuh gamelan dan menghentikan. Berkuasa menyuruh para pesinden nembang sesuai keinginannya.

II

Dalang memang hebat. Kata orang-orang pinter, dalang itu auctor intellectualis. Menurut seorang ahli bahasa dari Perancis, Emile Benveniste (1902-1976), kata auctorauthor) diambil dari bahasa Latin augeō (augere, kata kerja).

Dalam Kamus Bahasa Latin-Indonesia (K Prent c.m, J Adisubrata, dan WJS Poerwadarminta; 1969) kata augere mempunyai banyak arti, antara lain meningkatkan, memperbesar, menumbuhkan, memperbanyak, memperkuat, memperteguh, memupuk, dan memperkembangkan. Dalam bahasa Inggris menjadi to augment, yang berarti memperbesar, memperbanyak, dan menambah.

Sedangkan kata auctor, dalam kamus yang sama, berarti perencana, perancang, cikal-bakal, pencipta, penemu, pendiri, penegak, pembangun, pembina, dan pembuat.

Selain itu juga berarti, penasihat, pendorong, penyebab, penggerak, pencetus, penganjur, pendekar, gembong, pelopor, dan dalang. Sementara arti kata intellectualis (adiectivum, kata sifat) adalah mengakalbudi, mengintelek.

Dalam rumusan K Bertens, auctor intellectualis berarti pencetus ide, orang yang untuk pertama kali mengemukakan suatu pikiran atau rencana, otak atau brain di balik suatu peristiwa (Kompas, 1 Mei 2000).

Maka itu, dalam pertunjukan wayang purwo atau wayang kulit, dalang adalah tokoh sentral. Ia pengarang cerita. Ia pemain. Artis. Pemilik kuasa.

Meski ada yang mengatakan, yang paling penting adalah blencong. Bléncong  adalah lampu minyak kelapa yang digunakan dalam pertunjukan wayang purwa.  Bléncong adalah sumber cahaya; cahaya yang menghidupkan wayang; cahaya sumber kehidupan.

Dalang—entah itu wayang kulit atau wayang beber, wayang wahyu, wayang klithik, wayang golek, atau wayang gedhog, dan juga dalang jemblung—adalah kaum intelektual tradisional.

Sebagai seniman, dalang adalah manusia literer yang sekaligus filsuf. Sebagai intelektual tradisional, para dalang wayang kulit juga termasuk bagian dari kelompok sosial yang berkuasa, karena mereka memiliki (menguasai) massa penggemar.

Dialah—dalang—penentu apakah tokoh-tokoh wayang yang dimainkan bertabiat baik atau jahat seperti Sengkuni dan Durno. Dialah otak di balik suatu peristiwa.  Dialah yang bikin cerita.

Dialah arsitek sebuah kejadian. Dialah yang menentukan siapa yang menang dalam perang tanding, misalnya, antara Sentiaki melawan Dursasana atau antara Gatotkaca melawan Adipati Karna, atau kapan gara-gara dimainkan dan sebagainya.

III

Seperti kata K Bertens, dalang—dalam arti yang luas—berarti pencetus ide, orang yang untuk pertama kali mengemukakan suatu pikiran atau rencana, otak atau brain di balik suatu peristiwa.

Maka, orang sekarang sering mengatakan, “Siapa dalang pemberontakan G30S/PKI?”, “Siapa dalang demonstrasi anarkis itu?”, “Siapa dalang pengeboman itu?”, “Siapa yang membenturkan rakyat dan aparat?”, “Siapa yang mengadu domba sesama rakyat?”, “Siapa pencetus ide pembakaran wayang?” “Siapa yang menghasut rakyat di desa itu?”

Dalang adalah otak dari sebuah peristiwa, sebuah “hajatan”.  Untuk menjadi dalang seperti yang sekarang banyak dan muncul di mana-mana dalam berbagai tampilan, tidak perlu sekolah di Habirandha. Sebab, Habirandha adalah tempat para dalang yang akan mementaskan tontonan, memberikan tuntunan untuk memahami tatanan hidup bersama.

Sekarang “sekolah” dalang ada di mana-mana dalam berbagai rupa. Bisa itu perguruan tinggi negeri, swasta, maupun agama. Bisa pula organisasi kemasyarakatan, organisasi politik, bahkan organisasi keagamaan.

Walaupun, tujuan mereka adalah menciptakan dalang, seorang auctor intellectualis dalam arti yang positif, tetapi lahir juga dari mereka para dalang yang menjadi otak keributan, kegaduhan, konflik, ketidakrukunan, kebisingan, kebohongan, pengadu domba, pemecah belah, penghasut rakyat, terorisme, fanatisme, fundamentalisme, dan ujungnya penghancur negara.

Orang Jawa—atau para pandemen wayang—percaya bahwa tidak semua jenis lakon wayang dapat dipentaskan begitu saja. Misalnya, lakon “Ontran-otran Desa Wadas” tentu beda dengan “Karna Tundung di Gedung DPR” atau “Tumbal Lenyapnya Angkaramurka”, atau “Begawan Abiyasa Gadungan”, atau “Sengkuni Mati Angin”, dan masih banyak lagi.

Tidak semua dalang pun mampu memainkan wayang secara sempurna. Bahkan ada jenis lakon yang baru dapat dimainkan dengan baik setelah ki dalang berpuasa dan menjalani ritus tertentu.

Tetapi, apakah para dalang yang sekarang bermunculan di mana-mana itu,  dalam beragam rupa penampakan, dalam berbagai panggung kehidupan ini benar-benar berkuasa penuh?

Tidak adakah kuasa lain yang menguasai dalang, seperti dalam pentas wayang kulit: ada penanggap (kuasa uang) dan ada blencong (kuasa kehidupan)? Apakah ada invisible hand (tangan tak terlihat)—meminjam istilahnya Adam Smith—yang menggerakkan para dalang itu?

Bila ada kuasa lain yang mengungguli para dalang, maka dalang pun yang sekarang pentas di mana-mana itu hanyalah wayang, hanyalah boneka bagi ambisi “dalang agung,” atau “Sang Autor Intellectualis Sejati.” Walau wayang seperti ini bisa dengan sombong, pongah,  menuding orang lain sebagai wayang. …

Tentu, di Habirandha, tempat yang dulu ingin saya singgahi sebagai murid, tidak mengajarkan  hal semacam itu… Walaupun sekarang banyak “dalang boneka” maupun “auctor intellectualis”….Dan, saya tidak jadi dalang….

Populer

Fenomena Seragam Militer di Ormas

Minggu, 16 Februari 2025 | 04:50

Asian Paints Hengkang dari Indonesia dengan Kerugian Rp158 Miliar

Sabtu, 15 Februari 2025 | 09:54

Bos Sinarmas Indra Widjaja Mangkir

Kamis, 13 Februari 2025 | 07:44

PT Lumbung Kencana Sakti Diduga Tunggangi Demo Warga Kapuk Muara

Selasa, 18 Februari 2025 | 03:39

Temuan Gemah: Pengembang PIK 2 Beli Tanah Warga Jauh di Atas NJOP

Jumat, 14 Februari 2025 | 21:40

Pengiriman 13 Tabung Raksasa dari Semarang ke Banjarnegara Bikin Heboh Pengendara

Senin, 17 Februari 2025 | 06:32

Dugaan Tunggangi Aksi Warga Kapuk Muara, Mabes Polri Diminta Periksa PT Lumbung Kencana Sakti

Selasa, 18 Februari 2025 | 17:59

UPDATE

Anis Matta hingga Fahri Hamzah Hadir di Pelantikan Pengurus Partai Gelora 2024-2029

Sabtu, 22 Februari 2025 | 15:31

Fitur Investasi Emas Super Apps BRImo Catatkan Transaksi Rp279,8 miliar

Sabtu, 22 Februari 2025 | 14:48

Adian Napitupulu hingga Ahmad Basarah Merapat ke Rumah Megawati

Sabtu, 22 Februari 2025 | 14:35

Muslim LifeFair Bantu UMKM Kota Bekasi Naik Kelas

Sabtu, 22 Februari 2025 | 14:28

AS Ancam Cabut Akses Ukraina ke Starlink jika Menolak Serahkan Mineral Berharga

Sabtu, 22 Februari 2025 | 14:12

Kapolri Terbuka dengan Kritik, Termasuk dari Band Sukatani

Sabtu, 22 Februari 2025 | 13:58

Himbara Catat Kinerja Solid di Tengah Dinamika Ekonomi Global

Sabtu, 22 Februari 2025 | 13:56

Mendagri: Kepala Daerah Bertanggung Jawab ke Rakyat, Bukan Partai

Sabtu, 22 Februari 2025 | 13:21

Jual Ribuan Konten Porno Anak Via Telegram, Pria Ini Diringkus Polisi

Sabtu, 22 Februari 2025 | 13:11

Trump Guncang Pentagon, Pecat Jenderal Brown dan 5 Perwira Tinggi Sekaligus

Sabtu, 22 Februari 2025 | 12:36

Selengkapnya