Berita

Ilustrasi/Net

Publika

Postingan Mas Mar...

JUMAT, 18 FEBRUARI 2022 | 23:35 WIB | OLEH: TRIAS KUNCAHYONO

I

SEORANG kawan, Mas Mar, begitu saya biasa menyapa, menempelkan tulisan menarik di status fb-nya.

Tulisan–atau mungkin lebih tepatnya ungkapan hati Mas Mar–pendek. Tapi, sungguh mendalem. Begitu istilahnya.

Mas Mar menulis begini: “Aneh ya, saat ribut Wadas pada share. Tapi pas ada upaya damai kok malah diem.”

Saya tidak tahu persis, siapa yang disebut “pada share” dan “malah diem.” Siapa yang disindir–entah benar atau salah, istilah saya ini, “disindir”–oleh Mas Mar. Mediakah? Kalau media yang disindir, bukankah Mas Mar juga orang media. Apakah dia menyindir dirinya sendiri, semacam autokritik? Hebat, kalau begitu. Saya harus angkat baret (karena saya senang pakai baret) dan acungan jempol.

Kalau tidak mengritik dirinya sendiri, lalu, media apa yang mau disenggolnya? Sekarang ini, media itu banyak jenis “kelaminnya.” Ada media mainstream (media arus utama).

Ada media sosial. Sementara sahabat saya, Agus Sudibyo menyebutnya, sekarang ini media mainstream–dalam konteks lingkaran sistem digitalisasi–bukan lagi media cetak, radio, dan televisi melainkan trilogi new media, yakni search engine, media sosial, dan ecommerce.

Ah, apapun jenis kelaminnya, semestinya media itu mengusung mission sacre, misi suci. Tampaknya sederhana, tugas sucinya itu. Semua orang tahu. Tugas utama media adalah menyampaikan informasi.

Persoalannya adalah informasi yang seperti apa, yang bagaimana? Informasi yang objektif, yang akurat, yang mencerdaskan, mencerahkan, yang proper kepada masyarakat.

Ternyata, tidak mudah melaksanakan tugas suci tersebut. Seperti disebut oleh Mas Mar, media—apapun kelaminnya: “Saat  ribut Wadas pada share, tapi pas ada upaya damai kok malah diem.” Saat ribut, langit berita makin ramai karena ditambah berbagai komentar dari para tokoh atau mereka yang merasa sudah menjadi tokoh, orang-orang partai, juga para cerdik-pandai.

II


Benar jadinya pernyataan Presiden Jokowi pada Hari Pers Nasional yang baru lalu, bahwa banyak sumber informasi alternatif yang mengejar klik atau viewers, mengejar viral, yang menyesatkan bahkan adu domba, sehingga menimbulkan kebingungan dan bahkan perpecahan.

Pernyataan Presiden itu, memang tidak berkait langsung pada kasus Wadas, tetapi itulah yang umumnya terjadi sekarang ini.

Akurasi fakta adalah problem utama media sosial (juga media arus utama)—sebagaimana banyak dibincangkan secara akademis. Tetapi, media sosial (mungkin juga media arus utama?) justru kini menjadi kanal rasa frustrasi sebagian orang. Juga menjadi sarana untuk melampiaskan sikap oposisi terhadap pemerintah dalam segala hal; menyampaikan pendapat yang “pokoknya” berbeda.

Memang, kemampuan untuk memelintir kebenaran merupakan fenomena yang melekat pada kemanusiaan kita, baik pribadi maupun masyarakat. Tetapi, apakah fenomena semacam itu akan dibiarkan menjadi liar? Bila dibiarkan tak pelak lagi akan menimbulkan perpecahan sosial, menciptakan spiral kebencian.

Yang kita butuhkan sekarang ini—terutama untuk menyelesaikan krisis Wadas, dan mungkin krisis-krisis sosial lainnya—adalah jurnalisme yang baik dan bebas yang melayani semua orang, terutama mereka yang tidak mampu menyampaikan aspirasinya: jurnalisme yang didedikasikan untuk mencari kebenaran dan yang membuka jalan menuju persekutuan dan perdamaian.

Media semestinya menjadi penangkal mulai dari misinformasi yang berbahaya hingga teori konspirasi liar. Tugas pers, media adalah  menyampaikan berita dan analisis yang diverifikasi, ilmiah, dan berdasarkan fakta.

Saya akan mengakiri unek-unek ini—sekaligus melanjutkan postingan Mas Mar—dengan mengutip pendapat Paus Fransiskus (2018) tentang jurnalisme perdamaian, yang semestinya sekarang ini diwujudkan bersama-sama, oleh siapa saja yang secara pribadi, amatiran atau professional, menyebarkan informasi.

Kata Paus, jurnalisme perdamaian tidak dimaksudkan sebagai jurnalisme “pemanis rasa” yang menolak mengakui adanya masalah-masalah serius atau jurnalisme yang bernada sentimentalisme. Sebaliknya, jurnalisme perdamaian adalah suatu jurnalisme yang jujur ​​dan menentang kepalsuan, slogan-slogan retoris, dan pokok berita yang sensasional.

Jurnalisme perdamaian, diciptakan oleh masyarakat untuk masyarakat, yang melayani semua orang, terutama mereka—dan mereka adalah mayoritas di tengah dunia kita—mereka yang tidak bersuara.

Sebuah jurnalisme yang tidak terpusat pada breaking news (berita sela) tetapi menelisik sebab-sebab yang mendasari konflik, guna memajukan pemahaman yang lebih mendalam dan memberi sumbangan bagi jalan keluar dengan memulai suatu proses yang baik.

Sebuah jurnalisme yang berkomitmen untuk menunjukkan beragam alternatif penyelesaian terhadap meningkatnya keributan dan kekerasan verbal.

Jadi, tugas suci media, semestinya adalah ramai-ramai mendorong dan mengusahakan penyelesaian damai, adil, dan berkemanusiaan terhadap krisis Wadas. Tidak diem, seperti kata Mas Mar.

Populer

Seluruh Fraksi di DPR Kompak Serang Kejagung soal Tom Lembong

Rabu, 13 November 2024 | 18:01

Kapolri Mutasi 55 Pati dan Pamen, Ada 3 Kapolda Baru

Selasa, 12 November 2024 | 23:52

Berkinerja Buruk, Kadis Parekraf Layak Diganti

Rabu, 13 November 2024 | 00:20

"Geng Judol" di Komdigi Jadi Gunjingan sejak Bapak itu Jabat Menteri

Rabu, 06 November 2024 | 07:53

Dedi Prasetyo Dapat Bintang Tiga jadi Irwasum, Ahmad Dofiri Wakapolri

Selasa, 12 November 2024 | 22:50

Tak Terima Dikabarkan Meninggal, Joncik Laporkan Akun Facebook "Lintang Empat Lawang" ke Polisi

Kamis, 07 November 2024 | 06:07

Musa Rajekshah Dorong Pemetaan Potensi dan Keunggulan Desa

Kamis, 07 November 2024 | 21:43

UPDATE

2.500 Personel Kawal Laga Timnas Indonesia Kontra Jepang

Jumat, 15 November 2024 | 04:02

Budi Arie Dituntut Tanggung Jawab soal "Pengamanan" Situs Judol

Jumat, 15 November 2024 | 03:47

Rawan Disalahgunakan, KJP Dievaluasi untuk Program Sekolah Gratis

Jumat, 15 November 2024 | 03:25

Trending X, Rano Karno Hapus Foto Bareng Tersangka Judol

Jumat, 15 November 2024 | 03:03

Ini Pengalihan Arus Lalu Lintas di GBK saat Timnas Garuda Versus Jepang

Jumat, 15 November 2024 | 02:51

MRT Bundaran HI-Kota Beroperasi 2027

Jumat, 15 November 2024 | 02:18

Roy Suryo Tak Percaya "Pengamanan" Situs Judol Rp8,5 Juta per Bulan

Jumat, 15 November 2024 | 02:01

Raja Juli Optimis Reforestasi 12 Juta Hektare Lahan

Jumat, 15 November 2024 | 01:36

Pegawai Komdigi Diduga "Bermain" Judi Online sejak Era Covid-19

Jumat, 15 November 2024 | 01:23

PNM Sabet Tiga Penghargaan di BBMA 2024

Jumat, 15 November 2024 | 01:06

Selengkapnya