Berita

Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan/Net

Publika

Pilkada Serentak dan Pengangkatan Penjabat Kepala Daerah Melanggar Konstitusi: Wajib Batal

Oleh: Anthony Budiawan*
SENIN, 31 JANUARI 2022 | 09:50 WIB

UUD atau Konstitusi mengatur tentang antara lain, Pemilihan Umum dan Pemerintah Daerah. Perintah Konstitusi ini tidak boleh dilanggar oleh siapapun, termasuk Presiden, DPR, Mahkamah Agung, atau Mahkamah Konstitusi.

Pasal 22E ayat (1) UUD berbunyi, “Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali”.

Yang dimaksud dengan pemilihan umum adalah pemilihan presiden dan wakil presiden, pemilihan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).


Pasal 18 ayat (4) UUD berbunyi, “Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota dipilih secara demokratis”.  Yang tentu saja bermakna dipilih oleh rakyat. Seperti halnya makna pemilihan umum, dipilih oleh rakyat.

Hal ini diperkuat di dalam undang-undang tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota. Pasal 3 Perppu (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang) No 1 Tahun 2014 yang disahkan dengan UU No 1 Tahun 2015 menyatakan Pemilihan (Kepala Daerah: ditambahkan) dilaksanakan setiap 5 (lima) tahun sekali secara serentak di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Yang dimaksud dengan “secara serentak”, tentu saja, pemilihan kepala daerah (pilkada) yang jatuh tempo pada tahun yang sama akan dilaksanakan secara bersamaan.

Bukan pilkada yang jatuh tempo dari berbagai macam waktu (tahun) disatukan menjadi serentak. Karena hal ini pasti bertentangan dengan Pasal 3 tersebut. Yaitu pilkada harus dilaksanakan setiap lima tahun.

Pelaksaaan pilkada yang tidak sesuai dengan peraturan-peraturan tersebut di atas berarti bertentangan dengan konstitusi, dan karena itu wajib batal.

Seperti halnya rencana penundaan pilkada tahun 2022 menjadi tahun 2024. Antara lain Pilkada DKI Jakarta yang jatuh tempo 2022, juga rencananya akan ditunda ke tahun 2024.

Terkait penundaan ini, pemerintah juga akan memberhentikan kepala daerah yang habis masa jabatannya pada 2022. Dan mengangkat penggantinya sebagai penjabat kepala daerah sampai dilaksanakan pilkada berikutnya, yaitu tahun 2024.

Hal ini jelas bertentangan dengan konstitusi. Karena menurut Pasal 18 ayat (4) UUD, kepala daerah harus dipilih secara demokratis, artinya pemilihan secara langsung oleh rakyat.

Selain itu, pencalonan kepala daerah harus diusulkan oleh partai politik, gabungan partai politik, atau perseorangan sesuai Pasal 39 huruf a dan huruf b UU No 1 Tahun 2015.

Selain itu, kriteria pengganti kepala daerah sudah ditentukan terlebih dahulu. Yaitu, Jabatan Pimpinan Tinggi Madya untuk Gubernur dan Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama untuk Bupati dan Walikota.

Yang mana kriteria ini bertentangan dengan kriteria pencalonan gubernur, bupati dan walikota, yang hanya menetapkan jenjang pendidikan paling rendah sekolah lanjutan tingkat atas atau sederajat.

Sehingga, berarti, kriteria penjabat kepala daerah tersebut juga bertentangan dengan prinsip demokratis yang diamanatkan UUD, Pasal 18 ayat (4).

Oleh karena itu, pengangkatan kepala daerah oleh pihak manapun, dalam kondisi apapun, bertentangan dengan UUD. Karena hal ini tidak demokratis. Serta menghilangkan hak memilih rakyat daerah dalam pemilihan kepala daerah, yang mendasari jiwa dan semangat UU otonomi daerah.

Dengan demikian, pilkada serentak dengan menunda pilkada dan mengangkat kepala daerah tidak melalui proses secara demokratis (dipilih oleh rakyat) akan bertentangan dengan konstitusi. Oleh karena itu, wajib batal.

*Penulis adalah Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS)

Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

UPDATE

Kepala Daerah Dipilih DPRD Bikin Lemah Legitimasi Kepemimpinan

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:59

Jalan Terjal Distribusi BBM

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:39

Usulan Tanam Sawit Skala Besar di Papua Abaikan Hak Masyarakat Adat

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:16

Peraih Adhyaksa Award 2025 Didapuk jadi Kajari Tanah Datar

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:55

Pengesahan RUU Pengelolaan Perubahan Iklim Sangat Mendesak

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:36

Konser Jazz Natal Dibatalkan Gegara Pemasangan Nama Trump

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:16

ALFI Sulselbar Protes Penerbitan KBLI 2025 yang Sulitkan Pengusaha JPT

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:58

Pengendali Pertahanan Laut di Tarakan Kini Diemban Peraih Adhi Makayasa

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:32

Teknologi Arsinum BRIN Bantu Kebutuhan Air Bersih Korban Bencana

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:15

35 Kajari Dimutasi, 17 Kajari hanya Pindah Wilayah

Kamis, 25 Desember 2025 | 22:52

Selengkapnya