Berita

Ilustrasi/Net

Dunia

Islam Terancam Genosida di India, Pengamat China Pertanyakan Standar Ganda Amerika

RABU, 19 JANUARI 2022 | 11:45 WIB | LAPORAN: RENI ERINA

Umat Muslim, Kristen dan penganut agama lainnya di India saat ini sedang terancam dengan sikap ekstremisme sebagian besar penganut Hindu di negara tersebut.

Hal ini kemudian memicu tanya dari pengamat Beijing, akankah negara-negara Barat seperti Amerika mengambil sikap kepada sekutunya itu seperti yang ditunjukkan selama ini ke China.

Dalam sebuah video di YouTube yang menampilkan konferensi aktivis dan biksu Hindu sayap kanan di India bulan lalu, Pooja Shakun Pandey, seorang pemimpin Hindu Mahasabha, sebuah kelompok yang mendukung nasionalisme Hindu militan, meminta para pendukungnya untuk membunuh Muslim dan melindungi negara.

"Jika 100 dari kita siap untuk membunuh dua juta dari mereka, maka kita akan menang dan menjadikan India sebagai negara Hindu. Bersiaplah untuk membunuh dan masuk penjara!" katanya dalam video.

Pandey bukan satu-satunya aktivis Hindu yang menyerukan "genosida" terhadap Muslim selama pertemuan itu. Artikel yang membahas apakah India menuju genosida anti-Muslim juga semakin banyak muncul di media.

Komunitas Muslim India telah menghadapi diskriminasi selama beberapa dekade, yang menurut para ahli telah memburuk di bawah pemerintah nasionalis Hindu yang dipimpin BJP.

Di tengah meningkatnya ekstremisme Hindu, situasi Muslim India, Kristen dan kelompok agama minoritas lainnya menjadi semakin sulit. Konyolnya, negara-negara Barat, khususnya AS yang selama ini mengaku peduli HAM, tidak begitu peduli dengan status kelompok agama minoritas di India.

Mereka bahkan memuji India sebagai contoh demokrasi yang baik. India menjadi tamu dalam apa yang disebut sebagai KTT demokrasi yang diadakan oleh AS pada Desember 2021.

Pada Juli 2021, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken bahkan mengatakan demokrasi India adalah kekuatan untuk kebaikan dalam membela Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka dan dunia yang bebas dan terbuka. Beberapa politisi AS yang sering berbicara tentang hak-hak Muslim, seperti Marco Rubio dan Chris Smith, menutup bibir atas perlakuan terhadap Muslim di India.

Politisi dan elit AS sadar akan apa yang terjadi di India. Tetapi mengingat posisi penting India dalam lanskap geo-strategis dunia, terutama perannya dalam mengimbangi China, pemerintahan Biden, meskipun memuji dirinya sebagai pembela hak asasi manusia, telah secara selektif mengabaikan masalah ini dan memilih untuk memperkuat hubungan militer dan politik dengan India.

Liu Zongyi, sekretaris jenderal Pusat Penelitian untuk Kerjasama China-Asia Selatan di Institut Shanghai untuk Studi Internasional punya pandangan atas fenomena tersebut.

"AS dan Barat belum cukup memperhatikan masalah Muslim di India, karena kebijakan AS terhadap India terutama untuk memenangkan New Delhi dalam Strategi Indo-Pasifik dan menggunakan India untuk menahan China. Untuk mencapai tujuan ini, semuanya yang lain dapat diabaikan," kata Liu, seperti dikutip dari Global Times, Rabu (19/1).

Dia juga menekankan bahwa AS akan menganggap masalah Muslim sebagai alat tawar-menawar dalam hubungan selanjutnya dengan India.

"Jika perlu, Washington akan menggunakan masalah Muslim sebagai alat untuk menekan pemerintahan Modi agar berkoordinasi dengan AS dan melayani kebutuhan strategis AS," kata Liu.

"Selama India dapat melayani kepentingan strategis AS, situasi dan penderitaan umat Islam dan etnis minoritas agama lainnya di India tidak akan menjadi perhatian besar bagi Washington," ujarnya.

Liu mengatakan, dalam masalah Muslim, AS secara terang-terangan mengadopsi standar ganda.

"Ketika AS mengarang kebohongan tentang apa yang disebut penindasan Muslim di negara-negara yang dianggapnya sebagai "duri di mata", AS juga dengan sengaja mengabaikan krisis Muslim yang sebenarnya terjadi di negara-negara yang berpikiran sama," ujarnya.

Pada Dialog Tingkat Menteri AS-India yang akan datang, akankah Amerika mengangkat isu Muslim kepada para tamu India?

Populer

KPK Ancam Pidana Dokter RSUD Sidoarjo Barat kalau Halangi Penyidikan Gus Muhdlor

Jumat, 19 April 2024 | 19:58

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Sekda Jabar akan Tindak Pelaku Pungli di Masjid Raya Al Jabbar

Rabu, 17 April 2024 | 03:41

Megawati Bermanuver Menipu Rakyat soal Amicus Curiae

Kamis, 18 April 2024 | 05:35

Diungkap Pj Gubernur, Persoalan di Masjid Al Jabbar Bukan cuma Pungli

Jumat, 19 April 2024 | 05:01

Bey Machmudin: Prioritas Penjabat Adalah Kepentingan Rakyat

Sabtu, 20 April 2024 | 19:53

Pj Gubernur Ingin Sumedang Kembali jadi Paradijs van Java

Selasa, 23 April 2024 | 12:42

UPDATE

Tidak Balas Dendam, Maroko Sambut Hangat Tim USM Alger di Oujda

Sabtu, 27 April 2024 | 21:50

Move On Pilpres, PDIP Siap Hadapi Pilkada 2024

Sabtu, 27 April 2024 | 21:50

Absen di Acara Halal Bihalal PKS, Pengamat: Sinyal Prabowo Menolak

Sabtu, 27 April 2024 | 21:20

22 Pesawat Tempur dan Drone China Kepung Taiwan Selama Tiga Jam

Sabtu, 27 April 2024 | 21:14

Rusia Kembali Hantam Fasilitas Energi Ukraina

Sabtu, 27 April 2024 | 21:08

TETO Kecam China Usai Ubah Perubahan Rute Penerbangan Sepihak

Sabtu, 27 April 2024 | 20:24

EV Journey Experience Jakarta-Mandalika Melaju Tanpa Hambatan

Sabtu, 27 April 2024 | 20:18

Hubungan PKS dan Prabowo-Gibran, Ini Kata Surya Paloh

Sabtu, 27 April 2024 | 20:18

Gebyar Budaya Bolone Mase Tegal Raya, Wujud Syukur Kemenangan Prabowo-Gibran

Sabtu, 27 April 2024 | 19:28

Menuju Pilkada 2024, Sekjen PDIP Minta Kader Waspadai Pengkhianat

Sabtu, 27 April 2024 | 19:11

Selengkapnya