Berita

Herry Wirawan/Net

Publika

Tuntut Mati Herry Wirawan dalam Social Justice

RABU, 12 JANUARI 2022 | 22:33 WIB | OLEH: DJONO W OESMAN

TUNTUTAN jaksa, hukuman mati terdakwa Herry Wirawan (36) ramai dukungan. Menteri PPPA, Menteri PMK, Wamenag, Ketua Komisi VIII DPR, Gubernur Jabar, setuju vonis mati. Belum pernah ada yang begini.

Menteri PPPA (Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak), Bintang Puspayoga kepada pers, Rabu (12/1) mengatakan:

"Kami menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya. Sebenarnya dalam penanganan kasus-kasus belakangan ini, sinergi, kolaborasi aparat penegak hukum memberikan kacamata yang sama dalam suatu penanganan kasus sudah luar biasa."
 

 
Dilanjut: "Mudah-mudahan nanti di pengadilan keputusan hakim tidak jauh berbeda dengan tuntutan daripada Kejaksaan."

Menteri PMK (Pembangunan Manusia dan Kebudayaan), Muhadjir Effendy kepada pers, Rabu (12/1) mengatakan:

"Ini menjadi perhatian sangat serius Bapak Presiden. Kalau isu itu tidak terlalu serius, beliau melimpahkan kepada pembantu beliau. Kalau sudah Bapak Presiden sendiri yang memberikan pernyataan secara keras, berarti ini memang persoalan yang sudah pada level yang sangat berat."

Dilanjut: "Terpenting adalah, bagaimana supaya vonisnya bisa betul-betul memberikan efek jera."

Wakil Menteri Agama, Zainut Tauhid kepada wartawan, Rabu (12/1) mengatakan:

"Kementerian Agama memberikan dukungan penuh kepada penegak hukum atas tuntutan terhadap terdakwa saudara Herry. Itu merupakan suatu bentuk tuntutan yang sesuai dengan harapan masyarakat."

Dilanjut: "Bagaimanapun, pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan harus bersih, harus terhindar dari perilaku-perilaku yang tidak baik apalagi tindak asusila."

Ketua Komisi VIII DPR RI, Yandri Susanto kepada wartawan, Selasa (11/1) mengatakan:

"Tuntutan jaksa itu seiring dan sejalan dengan kemauan masyarakat, yang memang mengutuk keras peristiwa itu. Perilaku Herry terhadap anak-anak santri itu. Mudah-mudahan hakim juga memutus sama dengan tuntutan jaksa."

Gubernur Jabar, Ridwan Kamil kepada wartawan, Rabu (12/1) mengatakan:

"Saya rasa tuntutan hukuman mati kepada Herry Wirawan, sangat sesuai dengan harapan dan memenuhi keadilan dari para korban yang jumlahnya banyak."

Kuasa hukum 13 santriwati korban perkosa Herry, Yudi Kurnia kepada wartawan mengatakan:

"Berarti JPU sangat-sangat empati terhadap korban dan keluarga korban maupun publik. Saya mengapresiasi ini. Walaupun sebetulnya kalau ada yang lebih berat lagi, kalau ada lagi ya disiksa dulu, sebelum mati ditersiksakan dulu. Tapi, itu nggak ada aturannya."

JPU (Jaksa Penuntut Umum) kasus ini adalah Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, Asep N Mulyana. Pada sidang di PN Bandung, Selasa (11/1) menuntut terdakwa Herry, enam tuntutan:

Hukuman mati. Kebiri kimia. Publikasi terdakwa. Membayar restitusi kepada korban, total Rp 331.527 juta. Membubarkan Ponpes lokasi perkara. Menyita seluruh aset Herry untuk dilimpahkan kepada negara.

Yang unik, terdakwa sudah dituntut dihukum mati, masih juga dikebiri. Seumpama, vonis hakim kelak sama dengan tuntutan jaksa, mana dilaksanakan lebih dulu? Kebiri dulu, lantas hukum mati?

Kebiri diatur di Peraturan Pemerintah (PP) 70/2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Anak.

Pasal 9, berbunyi: Hukuman kebiri kimia dilakukan setelah terpidana menjalani hukuman pokok. Dalam kasus Herry (seandainya tuntutan jaksa, sama dengan vonis), setelah Herry di-dor, mati.

Soal kerancuan ini, Kasipenkum Kejati Jabar, Dodi Gazali Emil kepada wartawan, Rabu (12/1) mengatakan:

"Tentang kebiri, ini kan tuntutan. Tuntutan itu kan belum putusan. Kalau misalnya hakim memutus dia seumur hidup atau hitungan 20 tahun ya kami juga sudah menuntut kebiri."

Artinya, Herry dikepung dengan banyak tuntutan jaksa. Juga dikeroyok dengan dukungan (vonis mati) oleh para pejabat negara.

Tapi, hakim dilarang terpengaruh intervensi publik, dalam menjatuhkan vonis. Kebebasan hakim, mutlak.

Kebebasan hakim memvonis perkara, adalah pesan konstitusional pasal 24, pasal 24 A, dan pasal 24C, UUD 1945.

Ada beberapa perkara hukum di Indonesia, hakim menjatuhkan vonis sesuai desakan publik. Disebut social justice. Padahal, seharusnya hakim memvonis berdasarkan legal justice.

Di kasus ini, tekanan terhadap hakim datang dari 'orang-orang besar'. Seru. Kita tunggu vonisnya.

Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Terlibat TPPU, Gus Yazid Ditangkap dan Ditahan Kejati Jawa Tengah

Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13

UPDATE

Ekonom: Pertumbuhan Ekonomi Akhir Tahun 2025 Tidak Alamiah

Jumat, 26 Desember 2025 | 22:08

Lagu Natal Abadi, Mariah Carey Pecahkan Rekor Billboard

Jumat, 26 Desember 2025 | 21:46

Wakapolri Kirim 1.500 Personel Tambahan ke Lokasi Bencana Sumatera

Jumat, 26 Desember 2025 | 21:45

BNPB: 92,5 Persen Jalan Nasional Terdampak Bencana Sumatera Sudah Diperbaiki

Jumat, 26 Desember 2025 | 21:09

Penerapan KUHP Baru Menuntut Kesiapan Aparat Penegak Hukum

Jumat, 26 Desember 2025 | 20:37

Ancol dan TMII Diserbu Ribuan Pengunjung Selama Libur Nataru

Jumat, 26 Desember 2025 | 20:26

Kebijakan WFA Sukses Dongkrak Sektor Ritel

Jumat, 26 Desember 2025 | 19:56

Dua Warga Pendatang Yahukimo Dianiaya OTK saat Natal, Satu Tewas

Jumat, 26 Desember 2025 | 19:42

21 Wilayah Bencana Sumatera Berstatus Transisi Darurat

Jumat, 26 Desember 2025 | 19:32

Jangan Sampai Aceh jadi Daerah Operasi Militer Gegara Bendera GAM

Jumat, 26 Desember 2025 | 18:59

Selengkapnya