Berita

Penyanyi, komposer dan juga produser musik ternama asal Afghanistan, Farhad Darya/Repro

Dunia

Penyanyi Asal Afghanistan Suarakan Nasib Pengungsi di Indonesia

SENIN, 10 JANUARI 2022 | 23:23 WIB | LAPORAN: ABDUL MANSOOR HASSAN ZADA

Pengungsi dan pencari suaka menjadi semacam fenomena yang semakin umum terjadi di dunia sejak beberapa waktu belakangan ini. Hal ini terjadi akibat dari ketidakamanan, konflik, dan penganiayaan yang terjadi di negara-negara asal mereka dan memaksa mereka untuk angkat kaki dari tanah kelahiran.

Namun sayangnya, tidak sedikit hak dari para pengungsi dan pencari suaka yang dilanggar atau tidak dipenuhi oleh komunitas internasional. Padahal, hak untuk mencari suaka telah diakui secara global dan dilindungi secara hukum dalam Konvensi Pengungsi 1951 dan Protokol 1967-nya. Konvensi Pengungsi sendiri adalah dokumen hukum yang menguraikan hak-hak pengungsi dan kewajiban hukum negara.

Masalah pengungsi dan pencari suaka yang haknya belum terpenuhi dengan baik juga tampaknya terjadi di Indonesia. Setidaknya hal itulah yang disuarakan oleh Seorang penyanyi, komposer dan juga produser musik ternama asal Afghanistan, Farhad Darya beberapa hari terakhir.

Melalui akun media seosialnya, terutama Facebook dan Twitter, pria kelahiran 1962 ini mengkampanyekan tagar #Helprefugees _indonesi atau "bantu pengungsi di Indonesia". Ia juga mengajak publik untuk menandatangani petisi di change.org yang bejudul "Bantu Pengungsi di Indonesia Dimukimkan Kembali".

Dalam petisi yang ditujukan kepada Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) di Indonesia Filippo Grandi itu, ia menjelaskan bahwa sekitar 13.700 pengungsi dan pencari suaka telah menunggu di Indonesia untuk dimukimkan kembali ke negara ketiga selama lebih dari sepuluh tahun.

"Hak fundamental mereka yang paling mendasar, yang ditekankan dalam instrumen internasional seperti Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, dilanggar secara sistematis setiap hari," begitu kutipan petisi itu.

Selain itu, disebutkan juga bahwa kebebasan bergerak, pendidikan, pekerjaan, dan hak-hak politik dan sosial para pengungsi tersebut pun telah diabaikan.

"Orang-orang ini telah dilupakan dan dunia telah menutup mata terhadap krisis mereka," sambung petisi yang sama.

Petisi itu juga menguraikan bahwa gagasan yang menyebut bahwa pengungsi di Indonesia hanya menjadi tanggung jawab Australia untuk pemukiman kembali telah secara signifikan menurunkan peluang mereka untuk pemukiman kembali ke negara-negara pemukiman PBB lainnya.

Bahkan lebih buruk, hal tersebut semakin memperburuk keadaan mereka. Karena pemerintah Australia telah mengumumkan bahwa Pengungsi yang terdaftar di UNHCR di Indonesia pada atau setelah 1 Juli 2014 tidak akan dipertimbangkan untuk pemukiman kembali.

"Inilah sebabnya mengapa penderitaan Pengungsi di Indonesia adalah bencana buatan manusia. Mereka adalah korban dari kebijakan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip yang menjiwai Konvensi Pengungsi dan berbagai instrumen internasional dan hukum nasional lainnya," tulis petisi yang sama.

Lebih lanjut petisi itu juga menyoroti soal Indonesia yang belum meratifikasi Konvensi Pengungsi. Padahal itu adalah dokumen hukum terpenting yang melindungi hak-hak pencari suaka.

Petisi itu juga menyebut bahwa pengungsi di Indonesia tidak diperbolehkan untuk bekerja atau belajar. Padahal itu adalah dua hak dasar yang penting bagi anak-anak dan keluarga pengungsi serta pencari suaka.

Oleh karena itu, petisi tersebut mendesak UNHCR di Indonesia untuk mengambil tindakan dan membantu pengungsi di Indonesia dengan dua cara, yakni pemukiman kembali pengungsi di Indonesia yang telah dinanti selama bertahun-tahun harus ditanggapi dengan serius dan diprioritaskan serta menjaga hak dan kesejahteraan para pengungsi di Indonesia selama mereka menunggu pemukiman kembali untuk mencegah hilangnya nyawa lebih lanjut.

Hingga Senin malam waktu Jakarta (10/1), petisi itu telah ditandatangani oleh 6.820 orang.

Populer

Jaksa Agung Tidak Jujur, Jam Tangan Breitling Limited Edition Tidak Masuk LHKPN

Kamis, 21 November 2024 | 08:14

MUI Imbau Umat Islam Tak Pilih Pemimpin Pendukung Dinasti Politik

Jumat, 22 November 2024 | 09:27

Kejagung Periksa OC Kaligis serta Anak-Istri Zarof Ricar

Selasa, 26 November 2024 | 00:21

Rusia Siap Bombardir Ukraina dengan Rudal Hipersonik Oreshnik, Harga Minyak Langsung Naik

Sabtu, 23 November 2024 | 07:41

Ini Identitas 8 Orang yang Terjaring OTT KPK di Bengkulu

Minggu, 24 November 2024 | 16:14

Sikap Jokowi Munculkan Potensi konflik di Pilkada Jateng dan Jakarta

Senin, 25 November 2024 | 18:57

Legislator PKS Soroti Deindustrialisasi Jadi Mimpi Buruk Industri

Rabu, 20 November 2024 | 13:30

UPDATE

Jokowi Tak Serius Dukung RK-Suswono

Jumat, 29 November 2024 | 08:08

Ferdian Dwi Purwoko Tetap jadi Kesatria

Jumat, 29 November 2024 | 06:52

Pergantian Manajer Bikin Kantong Man United Terkuras Rp430 Miliar

Jumat, 29 November 2024 | 06:36

Perolehan Suara Tak Sesuai Harapan, Andika-Hendi: Kami Mohon Maaf

Jumat, 29 November 2024 | 06:18

Kita Bangsa Dermawan

Jumat, 29 November 2024 | 06:12

Pemerintah Beri Sinyal Lanjutkan Subsidi, Harga EV Diprediksi Tetap Kompetitif

Jumat, 29 November 2024 | 05:59

PDIP Akan Gugat Hasil Pilgub Banten, Tim Andra Soni: Enggak Masalah

Jumat, 29 November 2024 | 05:46

Sejumlah Petahana Tumbang di Pilkada Lampung, Pengamat: Masyarakat Ingin Perubahan

Jumat, 29 November 2024 | 05:31

Tim Hukum Mualem-Dek Fadh Tak Gentar dengan Gugatan Paslon 01

Jumat, 29 November 2024 | 05:15

Partisipasi Pemilih Hanya 55 Persen, KPU Kota Bekasi Dinilai Gagal

Jumat, 29 November 2024 | 04:56

Selengkapnya