Berita

Habib Bahar bin Smith/Net

Politik

LBH Umat Duga Habib Bahar Target Pembunuhan Karakter

RABU, 05 JANUARI 2022 | 06:00 WIB | LAPORAN: IDHAM ANHARI

Ketua LBH Umat Chandra Purna Irawan curiga di balik penetapan tersangka Habib Bahar bin Smith oleh penyidik Polda Jawa Barat adalah bagian dari serangkaian pembunuhan karakter terhadap ulama atau aktivis yang kritis.

"Dengan dilekatkan sebagai orang yang berbohong, kriminal, residivis," kata Chandra dalam video keterangan pers yang diterima, Rabu (5/1).

Jika analisis itu benar, kata Chandra, hal itu sesuai dengan rekomendasi Rand Corporation, yaitu 'Delegitimize individuals and positions associated with hypocrisy, criminal and immorality' atau serangan terhadap individu atau karakter dari tokoh-tokohnya


"Upaya ini dilakukan agar meminimalisir dukungan publik terhadap tokoh-tokoh tersebut," ungkapnnya.

Dalam kasus dugaan penyebaran berita bohong dan ujaran kebencian, penyidik Polda Jawa Barat menjerat Bahar Smith dengan Pasal 14 Ayat 1 dan 2 UU 1/1946 tentang peraturan hukum pidana Jo Pasal 55 KUHP dan atau Pasal 15 UU 1/1946 tentang peraturan hukum pidana Jo Pasal 55 KUHP dan atau Pasal 28 Ayat 2 Jo Pasal 45A UU ITE Jo Pasal 55 KUHP.

"Bahwa pasal tersebut bersifat karet, lentur, dan tidak memuat definisi pasti yang ketat. Dalam hal ini apa yang dimaksud 'berita atau pemberitahuan bohong' dan 'keonaran di kalangan rakyat'," tutur Chandra.

Semestinya, kata dia, ada definisi konkret dan memiliki batasan yang jelas mengenai frasa 'berita atau pemberitahuan bohong' dan 'keonaran di kalangan rakyat tersebut.

Apabila tidak, maka dikhawatirkan bersifat karet/lentur, tidak bisa diukur, dan penerapannya dikhawatirkan berpotensi sewenang-wenang dalam menafsirkan.

"Hukum pidana mesti bersifat lex stricta, yaitu hukum tertulis tadi harus dimaknai secara rigid, tidak boleh diperluas atau multitafsir pemaknaannya," kata Chandra.

Chandra menyebut frasa 'keonaran di kalangan rakyat' pun hingga saat ini tidak ada definisi dan batasan yang jelas. Hal itu dikhawatirkan dan berpotensi menjadikan aparat penegak hukum dapat dengan secara subjektif dan sewenang-wenang menentukan status suatu kondisi dimaksud.



Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Bahlil Minta Maaf Usai Prank Presiden Prabowo

Selasa, 09 Desember 2025 | 18:00

Ini Susunan Lengkap Direksi dan Komisaris bank bjb

Selasa, 09 Desember 2025 | 17:12

Pidato Prabowo buat Roy Suryo: Jangan Lihat ke Belakang

Senin, 08 Desember 2025 | 12:15

UPDATE

BNN-BNPP Awasi Ketat Jalur Tikus Narkoba di Perbatasan

Jumat, 19 Desember 2025 | 00:09

Perkuat Keharmonisan di Jakarta Lewat Pesona Bhinneka Tunggal Ika

Jumat, 19 Desember 2025 | 00:01

Ahmad Doli Kurnia Ditunjuk Jadi Plt Ketua Golkar Sumut

Kamis, 18 Desember 2025 | 23:47

Ibas: Anak Muda Jangan Gengsi Jadi Petani

Kamis, 18 Desember 2025 | 23:26

Apel Besar Nelayan Cetak Rekor MURI

Kamis, 18 Desember 2025 | 23:19

KPK Akui OTT di Kalsel, Enam Orang Dicokok

Kamis, 18 Desember 2025 | 23:12

Pemerintah Didorong Akhiri Politik Upah Murah

Kamis, 18 Desember 2025 | 23:00

OTT Jaksa oleh KPK, Kejagung: Masih Koordinasi

Kamis, 18 Desember 2025 | 22:53

Tak Puas Gelar Perkara Khusus, Polisi Tantang Roy Suryo Cs Tempuh Praperadilan

Kamis, 18 Desember 2025 | 22:24

Menkeu Purbaya Bantah Bantuan Bencana Luar Negeri Dikenakan Pajak

Kamis, 18 Desember 2025 | 22:24

Selengkapnya