Berita

Cassandra Angelie/Net

Publika

Konsumen Seks Cassandra Bukan Pelanggar Hukum

SENIN, 03 JANUARI 2022 | 22:33 WIB | OLEH: DJONO W OESMAN

KONSUMEN PSK artis, Cassandra Angelie (24), didesak Komnas Perempuan agar ditangkap polisi. Sebab, Cassandra bersama tiga muncikari, tersangka. Mengapa konsumennya bebas?

Apa jawab polisi? "Tujuan Komnas Perempuan itu, baik. Tapi berlebihan," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes E. Zulpan  kepada pers, Senin (3/1).

Artinya, Polda Metro Jaya tidak akan menangkap konsumen prostitusi. Bahkan, identitas konsumen tidak akan dipublikasi. Karena menyangkut kehormatan orang.

Kombes Zulpan: "Berlebihan, apabila Komnas Perempuan merefer ke undang-undang human trafficking atau perdagangan orang. Karena yang dilakukan artis CA dalam kasus ini adalah suatu hal yang bersifat personal."

Cassandra (pemeran tokoh Vera di sinetron andalan RCTI, 'Ikatan Cinta') jadi tersangka, karena dia dianggap menyetujui tindak prostitusi.

Desakan Komnas Perempuan itu muncul, karena Polda Metro Jaya terlalu terbuka mengumumkan kasus ini. Pihak Polda menyatakan, mengetahui identitas para konsumen Cassandra. Bukan pejabat, bukan artis. Tapi identitasnya dirahasiakan.

Seperti diberitakan, Cassandra tertangkap tangan. Digerebek polisi di kamar Hotel Ascott di Jalan Kebon Kacang, Jakarta Pusat, tengah malam, Rabu, 29 Desember 2021.

Cassandra telanjang bulat. Bersama seorang pria konsumen. Polisi juga menangkap tiga pria muncikari: KK (24), R (25) dan UA (26).

Tapi, polisi menangkap empat orang, kecuali konsumen. Barang bukti: bra, celana dalam, kartu ATM, bukti transfer, semua milik Cassandra.

Tiga muncikari ditahan. Cassandra tidak. "Karena dia selain tersangka, sekaligus korban perdagangan prostitusi," kata Zulpan.

Dalam penyidikan polisi, Cassandra mengakui, ia PSK. Karena kebutuhan ekonomi. Meski dia aktris sinetron Ikatan Cinta (sangat populer). Juga selebgram.

Kombes Zulpan: "Tersangka CA mengaku, tarif Rp 30 juta per kencan. Sudah lima kali itu dia lakukan."

Karena keterbukaan pengakuan tersangka Cassandra, juga keterbukaan pihak Polda kepada pers, maka Komnas Perempuan mendesak Polda agar menangkap juga lima konsumen Cassandra, itu.

Penangkapan konsumen pelacuran, tidak mungkin. Sebab, konsumen bukan pelanggar hukum pidana Indonesia.

Soal ini pernah heboh, 2015. Heboh berlarut-larut. Di kasus Robby Abbas, selaku muncikari. Ia memasarkan prostitusi artis. Ia ditangkap bersama Amel Alvi.

26 Oktober 2015, Robby Abbas divonis 1 tahun 4 bulan penjara sesuai tuntutan jaksa. Pada 10 Mei 2016, dia dinyatakan bebas dari penjara.

Waktu itu Robby bagai 'ngamuk'. Ia melalui pengacaranya, Heru Widodo, mengajukan gugatan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK). Agar konsumen prostitusi juga dihukum. Supaya "Masak, cuma muncikari dan PSK yang dihukum. Konsumen juga harus dipenjara," katanya ke pers waktu itu.

Dasarnya: Pasal 296 KUHP yang hanya memidanakan muncikari, sedangkan penikmatnya tidak bisa dipenjara. Pasal itu berbunyi:

"Barang siapa dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan perbuatan cabul oleh orang lain dengan orang lain, dan menjadikannya sebagai mata pencarian atau kebiasaan, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak lima belas ribu rupiah."

Pengacara Robby, Heru Widodo, kepada pers, Rabu (5/4/2017) mengatakan:

"Kita berharap MK progresif dalam menyikapi kekosongan hukum, karena tidak ada satu hukum agama mana pun membolehkan hubungan di luar nikah."

Intinya, kalau muncikari dihukum, konsumen juga harus dibui.

Heru: "Ini pasal tentang KUHP tentang muncikari. Jadi pasal itu hanya dikenakan pada orang yang memfasilitasi atau menjadi muncikari. Sementara perbuatan seks di luar nikah tidak dihukum. Seharusnya orang yang fasilitasi dihukum, orang yang menikmati seksnya juga dihukum."

MK menghargai permohonan uji materi KUHP, ini. Karena, selain belum pernah ada gugatan seperti tiu, juga gugatannya logis.

Hakim konstitusi, Manahan Sitompul dalam sidang kasus itu di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Selasa (10/11/2015), menyatakan:

"Menjadi kontroversi. Perbuatan ini tidak diatur dalam KUHP, bisa disinkronkan pada Pasal 245 mengenai perzinaan (overspel)."

Para hakim konstitusi terlihat antusias dalam persidangan itu. Satu per satu memberikan masukan kepada pemohon (pihak Robby) supaya permohonan itu bisa dikabulkan. Robby diminta untuk menganalogikan dengan kasus perzinaan.

"Apakah si penikmat dan pemberi kenikmatan ini bisa dikatakan sudah diatur overspel (berzina). Coba apakah sudah bisa dimasukkan dalam pasal itu atau tidak?" ujar Manahan.

Sebab, seumpama judicial review itu dikabulkan MK, dampaknya luas. Pertanyaannya, apakah prostitusi adalah perzinahan? Jika pelacuran adalah perzinahan, maka pelacuran kegiatan terlarang. Sedangkan, selama ini (sampai sekarang) pelacuran bukan kegiatan terlarang.

Hakim Manahan: "Jadi pekerjaan kita, adalah bener-bener kriminalisasi. Membuat kriminal, pada pekerjaan yang belum dinyatakan kriminal dalam KUHP."

Permohonan gugatan judicial review Robby Abbas akhirnya ditolak MK. Sebab, untuk menjadikan konsumen pelacuran sebagai tersangka, harus mengubah undang-undang. Itu bukan kewenangan MK, melainkan kewenangan DPR dan Presiden RI.

Jadi, konsumen pelacuran itu bukan pelanggar hukum. Begitu juga pelacurnya, bukan pelanggar hukum (khusus untuk pelacuran konvensional, bukan pelacuran online). Yang melanggar hukum cuma muncikari.

Terus, mengapa Cassandra Angelie jadi tersangka? Dia dijerat pelacuran online.

Dia kena UU ITE. Melanggar Pasal 27 ayat (1) juncto Pasal 45 ayat (1) UU ITE. Bunyi Pasal 27, ayat 1, begini:

"Setiap Orang dengan sengaja, dan tanpa hak, mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan."

Jadi, Cassandra untuk sementara ini, dianggap menyetujui foto-foto setengah telanjang diunggah online oleh muncikari, untuk mencari konsumen.

Seandainya, Cassandra tidak menyetujui foto-foto dia diunggah di medsos oleh muncikari, maka dia bebas dari jerat hukum. Sebab, pelacur konvensional (bukan online) bukan pelanggar hukum.

Tapi, setuju-atau tidaknya Cassandra pada unggahan foto-foto itu, harus terbukti secara hukum. Seumpama dia punya bukti hukum itu, maka dia bebas hukum.

Soal pelacuran, rumit. Sejak tahun lalu, masalah itu sudah ada di Rancangan KUHP (RKUHP) yang sampai sekarang belum disahkan DPR.

Akibatnya, setiap ada pelacur tertangkap basah, heboh. Viral berat. Apalagi, jika diberitakan, pelacurnya cantik. Dan telanjang. Tambah ambyar.

Penulis adalah Wartawan Senior

Populer

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Kaki Kanan Aktor Senior Dorman Borisman Dikubur di Halaman Rumah

Kamis, 02 Mei 2024 | 13:53

Bey Pastikan Kesiapan Pelaksanaan Haji Jawa Barat

Rabu, 01 Mei 2024 | 08:43

Bocah Open BO Jadi Eksperimen

Sabtu, 27 April 2024 | 14:54

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

Pj Gubernur Jabar Ingin Persiapan Penyelenggaraan Ibadah Haji Sempurna

Kamis, 02 Mei 2024 | 03:58

Telkom Buka Suara Soal Tagihan ‘Telepon Tidur’ Rp9 Triliun Pertahun

Kamis, 25 April 2024 | 21:18

UPDATE

Misi Dagang ke Maroko Catatkan Transaksi Potensial Rp276 Miliar

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:51

Zita Anjani Bagi-bagi #KopiuntukPalestina di CFD Jakarta

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:41

Bapanas: Perlu Mental Berdikari agar Produk Dalam Negeri Dapat Ditingkatkan

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:33

Sadiq Khan dari Partai Buruh Terpilih Kembali Jadi Walikota London

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:22

Studi Privat Dua Hari di Taipei, Perdalam Teknologi Kecantikan Terbaru

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:14

Kekuasaan Terlalu Besar Cenderung Disalahgunakan

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:09

Demi Demokrasi Sehat, PKS Jangan Gabung Prabowo-Gibran

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:04

Demonstran Pro-Palestina Lakukan Protes di Acara Wisuda Universitas Michigan

Minggu, 05 Mei 2024 | 08:57

Presidential Club Patut Diapresiasi

Minggu, 05 Mei 2024 | 08:37

PKS Tertarik Bedah Ide Prabowo Bentuk Klub Presiden

Minggu, 05 Mei 2024 | 08:11

Selengkapnya