Berita

Konferensi Nasional Poros Nasional Pemberantasan Korupsi (PNPK)/RMOL

Politik

PNPK Bakal Tuntaskan Kasus Korupsi BLBI, Bansos Hingga PCR

KAMIS, 16 DESEMBER 2021 | 22:36 WIB | LAPORAN: JAMALUDIN AKMAL

Aktivis pergerakan yang tergabung di dalam Poros Nasional Pemberantasan Korupsi (PNPK) akan menuntaskan kasus korupsi masa lalu, masa kini dan mencegah korupsi masa yang akan datang.

Mengawali langkah tersebut pada Rabu (15/12) digelar acara Rembug Nasional yang dihadiri puluhan tokoh dan LSM, antara lain Marwan Batubara (IRRES), Prof Anthony Budiawan (PEPS), Adhie Masardi (GIB), Ferry Juliantono (KMSDK), Jumhur Hidayat (KMSDK), Salamudin Daeng (AEPI), Sujahri ( GMNI) dan dr. Zulkifli S Ekomei (Komite Pemburu Koruptor).

Kemudian juga para Pemrakarsa PNPK, yaitu Gigih Guntoro (Indonesian Club), M. Hatta Taliwang (Insitute Ekonomi Politik Soekarno Hatta (IEPSH), Haris Rusly Moti (Petisi 28), Sumiarto (Barisan Anak Jakarta - BAJAK), Aprudin (Pemuda Penggerak Bina Mandiri - P2BM), Baharudin Sayidi (Komite Solidaritas Umat Islam Indonesia - KSUII), Suwitno (Aliansi Masyarakat Peduli Bangsa - AMPB), Wawan (LSM PELOPOR), Bambang Nurdin (Barisan Penyelamat Bangsa), Nur Ridwan (Bina Bangun Bangsa), Ferry Razali (Peduli Bangsa Nusantar - PBN, Yudha (Forum Bela Negara - FBN), Mulia Astuti (Permindo)dll


Menurut Salamudin Daeng (AEPI), yang bekerja sekarang ini, hampir seratus persen persendian ekonomi indonesia ditopang oleh uang kotor.

"Uang kotor itu, dalam konteks politik kita sejak reformasi berasal dari dua sumber utama. Yakni uang hasil korupsi BLBI yang kembali kesini menjadi sumber pembiayaan utama untuk menduduki semua institusi negara," terang Salamudin kepada wartawan seusai acara rembuq nasional.

Selain itu, sambungnya, menjadi sumber dana membiayai seluruh perubahan konstitusi, undang-undang dan berbagai peraturan untuk kepentingan para bandit.

Pembiayaan kedua itu dari penjarahan sumber daya alam yang tidak bisa mereka laporkan. Itulah uang yang ditempatkan ke dalam rekening-rekening rahasia di luar negeri. Masuk ke dalam Pandora Paper, Panama Paper dan lain-lain.

Karena hasil penipuan ekspor. Jumlah ekspor sekian dikurangi sekian. Negara menerima sekian. Jadi tidak bisa konek dengan sistem negara indonesia dan sistem global. Karena terjadi penyimpangan antara data dengan uang yang diterima negara.

"Itulah uang yang menjadi sumber dana yang dicicil-cicil untuk kembali kesini. Membeli obligasi negara, membeli surat utang. Masuk sebagai pinjaman fiktif," papar Salamudin.

Itulah yang membuat mereka para bandit/oligarkhi tersebut menjadi 'power full' dalam mengendalikan posisi di institusi-institusi negara baik infra maupun supra sturuktur di indonesia.

Namun ke depan, kata Salamudin, mereka akan berhadapan dengan yang namanya digitalisasi dan transparansi. "Jadi gerakan yang PNPK ini momentumnya sangat tepat," tandas Salamudin.

Sementara Haris Rusli Moti menilai, pemerintahan Jokowi saat ini justru dikuasai oleh pejabat-pejabat kotor. Baik di eksekutif, legislatif, bahkan juga yudikatif.

"Terbukti tidak ada satupun kasus korupsi yang merugikan keuangan negara dan masyarakat   dituntaskan secara transparan dan adil," tandasnya.

Untuk itu PNPK mendesak pemerintah untuk menuntaskan kasus korupsi yang merugikan keuangan negara dan masyarakat, seperti,kasus BLBI, Bansos ,Jiwasraya, Asabri, Jasindo, PCR dll untuk dituntaskan. "Hukum seberat-beratnya semua orang yang terlibat kasus tersebut," tandas Haris Rusli.

Jangan hanya orang-orang ygan bukan aktor utama yang dikorbankan. Tapi para pejabat-pejabat negara yang terlibat dengan kasus-kasus korupsi ini harus diseret kepengadilan.

Menurut Haris Moti, karena kerugian Negara karena korupsi sejak masa lalu, sejak Indonesia Merdeka sampai saat ini bisa sampai bernilai puluhan ribu Trilyun.

"Terbukti dengan adanya dana-dana kotor di luar negeri sampai senilai Rp 11.000 Trilyun yang sudah diakui pemerintah Indonesia melalui pernyataan Presiden jokowi dalam berbagai kesempatan," kata aktivis  petisi 28 yang diamini peserta urun rembug PNPK.

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Kades Diminta Tetap Tenang Sikapi Penyesuaian Dana Desa

Rabu, 31 Desember 2025 | 12:10

Demokrat Bongkar Operasi Fitnah SBY Tentang Isu Ijazah Palsu Jokowi

Rabu, 31 Desember 2025 | 12:08

KPK Dalami Dugaan Pemerasan dan Penyalahgunaan Anggaran Mantan Kajari HSU

Rabu, 31 Desember 2025 | 12:01

INDEF: MBG sebuah Revolusi Haluan Ekonomi dari Infrastruktur ke Manusia

Rabu, 31 Desember 2025 | 11:48

Pesan Tahun Baru Kanselir Friedrich Merz: Jerman Siap Bangkit Hadapi Perang dan Krisis Global

Rabu, 31 Desember 2025 | 11:40

Prabowo Dijadwalkan Kunjungi Aceh Tamiang 1 Januari 2026

Rabu, 31 Desember 2025 | 11:38

Emas Antam Mandek di Akhir Tahun, Termurah Rp1,3 Juta

Rabu, 31 Desember 2025 | 11:26

Harga Minyak Datar saat Tensi Timteng Naik

Rabu, 31 Desember 2025 | 11:21

Keuangan Solid, Rukun Raharja (RAJA) Putuskan Bagi Dividen Rp105,68 Miliar

Rabu, 31 Desember 2025 | 11:16

Wacana Pilkada Lewat DPRD Salah Sasaran dan Ancam Hak Rakyat

Rabu, 31 Desember 2025 | 11:02

Selengkapnya