Konferensi nasional yang diselenggarakan oleh Afghan Independent Jurnalist Association (AIJA) di Hotel Star Kabul pada Rabu (1/12)/RMOL
Sejak kelompok militan Taliban mengambil kekuasaan di Afghanistan pertengahan Agustus lalu, kebebasan pers di negara tersebut menjadi tanda tanya besar.
Hal itulah yang dibahas dalam konferensi nasional yang diselenggarakan oleh Afghan Independent Jurnalist Association (AIJA) di Hotel Star Kabul pada Rabu (1/12). Ini adalah pertemuan pertama yang diselenggarakan oleh asosiasi yang menaungi wartawan di Afghanistan itu sejak Taliban berkuasa.
Kantor Berita Politik RMOL ikut menghadiri konferensi ini secara langsung. Dalam konferensi nasional ini, hadir sebagai pembicara adalah Ketua AIJA Rahimullah Samande, Dewan Tertinggi Jurnalis Afghanistan Hafizullah Barekzai, Juru Bicara Kementerian Dalam Negeri Afghanistan Saeet Khosti dan Wakil Ketua AIJA Farhad Behroz.
Dalam konferensi nasional ini, isu utama yang jadi pembahasan adalah mengenai upaya perlindungan bagi profesi wartawan. Selain itu juga dibahas mengenai pembatasan aktivitas di media, pembatasan akses wartawan terhadap informasi serta masalah keuangan media.
Isu-isu tersebut sangat relevan dengan situasi Afghanistan saat ini. Mengingat saat ini, lebih dari 50 persen
outlet media serta 70 persen wartawan di Afghanistan menganggur. Di antara jumlah wartawan yang menganggur tersebut, 95 persen di antaranya adalah wanita.
Pada kesempatan yang sama, perwakilan wartawan dari berbagai provinsi di Afghanistan berbagi keprihatinan mereka tentang situasi kerja media dan wartawan.
Para wartawan yang hadir dalam konferensi nasional itu sepakat meminta kepada pemerintah Afghanistan saat ini, komunitas internasional dan organisasi internasional yang mendukung wartawan untuk mengambil langkah-langkah untuk memperbaiki situasi saat ini.
Sementara itu, AIJA menegaskan komitmen mereka untuk membela dan mendukung hak dan kebebasan berekspresi di situasi sulit apa pun.