Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Makarim/Net
Penolakan terhadap Permendikbudristek 30/2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi masih terus bermunculan. Kali ini penolakan datang dari Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Lintas Provinsi.
Penolakan itu tertuang dalam pernyataan bersama yang ditandatangani pimpinan KAMI Jateng, Mudrick SM Sangidu; KAMI DIY, Syukri Fadholi; KAMI Jatim, Daniel M. Rasyid; KAMI Jabar, Syafril Sjofyan; AP-KAMI DKI Jakarta, Djudju Purwantoro; KAMI Banten, Abuya Shiddiq; KAMI Sumut, Zulbadri; KAMI Riau, Muhammad Herwan; KAMI Kalbar, Mulyadi; KAMI Sumsel, M. Khalifah Alam; dan Sekretaris, Sutoyo Abadi.
KAMI Lintas Provinsi menilai Permen 30 telah menimbulkan kegaduhan dalam masyarakat karena konten peraturan yang berasas kebebasan dan transnasional.
Bagi mereka peraturan tersebut bukan ketentuan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkungan Perguruan Tinggi, akan tetapi Permendikbudristek ini telah mengabaikan bahkan cenderung membuang akar pendidikan Indonesia yang berlandaskan nilai-nilai agama.
“Bahwa Peraturan Menteri ini bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945 serta peraturan perundang-undangan lainnya seperti UU 20/2008 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan UU 12/2012 tentang Perguruan Tinggi,†bunyi pernyataan yang dibuat di Solo, Jawa Tengah, Sabtu (20/11).
Asas "sexual consent" dari Peraturan Menteri ini dinilai berfondasi pada filsafat barat yang liberalistik dan sekularistik. Konsensus menjadi utama sehingga berkonsekuensi pada penghalalan seks bebas (zina) dan LGBT.
KAMI mengingatkan bahwa penghalalan seks bebas di kampus akan merusak fungsi dan tujuan dari pendidikan nasional dalam membentuk insan berkarakter yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia. Permen berkemasan mencegah kekerasan seksual, tetapi praktiknya dapat menciptakan marak dan legalnya pergaulan seks bebas.
Atas alasan tersebut, KAMI Lintas Provinsi menyatakan penolakan pada Permendikbudristek 30/2021 dan mendesak Menteri Nadiem Makarim untuk mencabut Permen tersebut demi meluruskan kembali arah pendidikan dan politik bangsa Indonesia.
KAMI juga meminta ada pengusutan terkait dalang pembuatan Peraturan Menteri tersebut yang dicurigai telah berupaya untuk melakukan upaya liberalisasi dan sekularisasi di lingkungan Perguruan Tinggi dengan mengatasnamakan Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual.
Mereka juga mengingatkan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi bahwa Pendidikan Nasional untuk tetap berakar pada nikai-nilai agama, kultur nasional, di samping tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. Jangan berbasis pada filosofi barat yang liberalistik dan sekularistik.
“Keempat, KAMI Lintas Provinsi mendesak agar Menteri Nadiem Makarim segera mengundurkan diri atau mendesak Presiden untuk memberhentikan Nadiem Makarim dari jabatannya sebagai Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi,†sambung tuntutan itu.
Terakhir, mereka mengingatkan bahwa jika Permen tersebut tetap dijalankan, maka KAMI Lintas Provinsi akan terus berupaya secara hukum agar peraturan sesat tersebut dibatalkan termasuk kemungkinan melakukan Judicial Review ke Mahkamah Agung.