Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengimbau pejabat Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) untuk segera menyampaikan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
Pelaksana Tugas (Plt) Jurubicara Bidang Pencegahan KPK, Ipi Maryati mengatakan, berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) tahun 2020, terdapat total 1.094 BUMD.
"Dari data tersebut, KPK mencatat 202 atau sekitar 18,46 persen BUMD yang telah terdaftar LHKPN," ujar Ipi kepada wartawan, Minggu sore (7/11).
Dari 202 BUMD tersebut kata Ipi, sebanyak 87 BUMD telah membentuk Unit Pengelolaan LHKPN (UPL) mandiri. Sedangkan sisanya, bergabung bersama UPL pemerintah provinsi, kabupaten, dan kota.
Sesuai dengan penjelasan UU 28/1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, jajaran direksi, komisaris, dan pejabat struktural lainnya pada Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMN/D) merupakan pejabat yang memiliki fungsi strategis dalam kaitannya dengan penyelenggaraan negara dan rawan terhadap praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Apalagi kata Ipi, berdasarkan data penanganan perkara yang ditangani KPK pada periode 2004 hingga Maret 2021, tercatat 93 dari 1.145 tersangka atau 8,12 persen merupakan jajaran pejabat BUMD.
"Data tersebut menempatkan BUMD sebagai instansi peringkat keempat setelah pemerintah kabupaten/kota, kementerian/lembaga, dan pemerintah provinsi," kata Ipi.
Untuk mendorong kepatuhan LHKPN dari jajaran BUMD tersebut, KPK tahun ini menyelenggarakan rapat koordinasi dengan melibatkan 219 BUMD di lima provinsi, yaitu Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Bali.
Untuk tiga provinsi pertama kegiatan telah terselenggara pada 1-4 November 2021 di Kota Yogyakarta. Sedangkan, untuk dua provinsi berikutnya kegiatan akan diselenggarakan di Kota Surabaya pada 8-11 November 2021.
"Dalam rakor tersebut KPK mengingatkan tentang kewajiban LHKPN bagi pejabat BUMD," terang Ipi.
KPK juga mendorong penyusunan regulasi internal tentang LHKPN yang diharmonisasikan dengan Peraturan KPK 2/2020 tentang Tata Cara Pendaftaran, Pengumuman, dan Pemeriksaan LHKPN yang di dalamnya mencantumkan tentang jumlah wajib lapor, tata cara pelaporan, dan penerapan sanksi.
Selain itu, untuk memastikan kepatuhan, kelengkapan, dan validasi data wajib lapor, KPK mendorong BUMD untuk membentuk UPL mandiri atau mengkoordinasikannya dengan pemda terkait.
"LHKPN merupakan salah satu instrumen penting dalam pencegahan korupsi yang mengedepankan prinsip transparansi dan akuntabilitas penyelenggara negara dengan membuka informasi tentang harta kekayaan penyelenggara negara, pasangan, dan anak yang masih dalam tanggungan yang meliputi sumber penerimaan, pengeluaran, dan hutang," pungkas Ipi.