Berita

Direktur Indo Strategi Research and Consulting, Arif Nurul Imam/ Net

Politik

Panasnya Pemilihan Panglima TNI, Pertaruhkan Soliditas TNI

SELASA, 19 OKTOBER 2021 | 04:24 WIB | LAPORAN: AGUS DWI

Pergantian Panglima TNI kali ini terasa seperti Pemilihan Presiden (Pilpres). Karena terjadi perang narasi yang sangat keras dan vulgar.

Situasi ini jelas tidak menguntungkan bagi TNI. Selain bisa mengancam soliditas internal, juga bisa memicu terjadi nya disintegrasi bangsa. Ini jelas berbahaya bagi persatuan dan kesatuan bangsa.

"Jabatan Panglima TNI memang tidak lepas dari variabel politik. Meski kita sadar TNI adalah institusi yang dilarang untuk berpolitik praktis," ujar Arif Nurul Imam di Jakarta, Senin (18/10).


Masalahnya, sambung Direktur Indo Strategi Research and Consulting ini, sosok yang berhak mengangkat Panglima TNI adalah pejabat yang lahir dari proses politik, yakni Presiden.

Karena itu, pemilihan Panglima TNI muncul dukung mendukung termasuk dari DPR. Meski demikian, Arif menilai proses tersebut masih dalam situasi terkendali.

"Yang perlu dijaga adalah menjaga internal TNI agar tetap solid. Tapi setelah terpilih TNI harus satu komando, siapapun Panglima TNI-nya," paparnya.

Ini menjadi PR bagi Panglima baru. Sekaligus membuktikan rekam jejak karakter kepemimpinan masa lalu Panglima TNI terpilih, apakah selalu solid di internalnya atau sebaliknya.

Arif mengakui, di sisi lain, pemilihan Panglima TNI kali ini juga menunjukkan bahwa aturan belum sepenuhnya diikuti oleh para pejabat. Misalnya KSAD yang baru tahun ini melaporkan LHKPN. Padahal, seharusnya sudah melaporkan sejak pertama kali menjabat sebagai KSAD.

Pun adanya pelanggaran UU TNI sebagaimana disampaikan oleh ICW, ketika KSAU dan KSAD menjabat sebagai Komisaris Utama di BUMN. Jelas hal tersebut dilarang oleh UU TNI.

"Soal rangkap jabatan di BUMN dan soal LHKPN saya kira ini harus ditegakkan dan menjadi PR Panglima TNI ke depan. Selain itu juga agar menunjukkan profesionalisme TNI," tegasnya.

Selain itu, situasi pemilihan Panglima TNI kali ini juga mengarah pada konflik internal matra. Di mana terjadi dukung mendukung yang tidak sehat. Ini sebagai bentuk politisasi jabatan Panglima TNI yang dijadikan batu pijakan untuk Pilpres 2024 nanti.

"Memang jabatan Panglima TNI strategis, karena setelah purnajabatan rata-rata memiliki daya tawar politik sehingga dilirik oleh publik dan kekuatan politik," jelasnya.

"Sekali lagi, jabatan Panglima TNI memang tak lepas dari dimensi politik sehingga jika kemudian terjadi dukung mendukung, dari kalangan sipil, terutama Parpol tak bisa dihindarkan," tambahnya.

Namun demikian, ditegaskan Arif, dukung mendukung semacam itu tak boleh mengganggu soliditas TNI dan mesti didorong agar makin profesional.

Terkait Panglima TNI bisa menjadi pijakan menuju 2024, realitasnya memang demikian. Karena jabatan panglima TNI pascapensiun biasanya memiliki daya tawar politik dan kerap dilirik publik sebagai calon pemimpin potensial.

Arif memaparkan, kursi Panglima TNI adalah kursi penting dalam politik Indonesia. Kursi tersebut bisa membuka karier seseorang di dunia politik nasional.

"Jabatan Panglima TNI jelas seksi karena bisa menjadi gerbang untuk kekuasaan," paparnya.

Sebagai sebuah jabatan tertinggi di TNI, Panglima TNI akan menjadi sorotan publik dan masuk dalam lingkaran elite kekuasaan. Hal tersebut terbukti dengan sejumlah mantan Panglima TNI yang hidup di kekuasaan seperti Wiranto hingga Moeldoko.

Arif pun mengaku, kans untuk para mantan panglima menduduki jabatan seksi di pemerintahan tinggi. Bahkan bisa menjadi kandidat capres/cawapres hingga membuat "kereta sendiri" dengan membentuk partai politik.

Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto akan pensiun pada November 2021. Dua nama yang santer menjadi kandidat penggantinya adalah Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD ) Jenderal TNI Andika Perkasa dan Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Yudo Margono.

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

Tunjuk Ara di Depan Luhut

Senin, 15 Desember 2025 | 21:49

UPDATE

Perbankan Nasional Didorong Lebih Sehat dan Tangguh di 2026

Senin, 22 Desember 2025 | 08:06

Paus Leo XIV Panggil Kardinal di Seluruh Dunia ke Vatikan

Senin, 22 Desember 2025 | 08:00

Implementasi KHL dalam Perspektif Konstitusi: Sinergi Pekerja, Pengusaha, dan Negara

Senin, 22 Desember 2025 | 07:45

FLPP Pecah Rekor, Ribuan MBR Miliki Rumah

Senin, 22 Desember 2025 | 07:24

Jaksa Yadyn Soal Tarik Jaksa dari KPK: Fitnah!

Senin, 22 Desember 2025 | 07:15

Sanad Tarekat PUI

Senin, 22 Desember 2025 | 07:10

Kemenkop–DJP Bangun Ekosistem Data untuk Percepatan Digitalisasi Koperasi

Senin, 22 Desember 2025 | 07:00

FDII 2025 Angkat Kisah Rempah Kenang Kejayaan Nusantara

Senin, 22 Desember 2025 | 06:56

Polemik Homebase Dosen di Indonesia

Senin, 22 Desember 2025 | 06:30

KKP Bidik 35 Titik Pesisir Indonesia Buat KNMP Tahap Dua

Senin, 22 Desember 2025 | 05:59

Selengkapnya