Rezim Joko Widodo dianggap hanya akan jadi "mandor" dan "tukang gebuk" karena membangun infrastruktur yang dibutuhkan rakyat, akan tetapi dijual kembali kepada pihak swasta.
Begitu kata Direktur Eksekutif Oversight of Indonesia's Democratic Policy, Satyo Purwanto menanggapi infrastruktur jalan tol yang dijual rezim Jokowi ke pihak swasta.
"Akses publik atau pelayanan publik bisa dikuasai swasta asing atau lokal itu pertanda sebuah negara sudah dikuasai oleh kelompok neoliberal," ujar Satyo kepada
Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (10/10).
Negara yang sudah dikuasai oleh kelompok neoliberal juga ditandai dengan banyaknya UU yang sudah diubah sedemikian rupa, sehingga memungkinkan swasta dapat menguasai urusan hajat hidup orang banyak. Seperti jalan tol dan sumber daya alam lainnya.
Pada saatnya nanti, yang terhadi adalah rakyat miskin semakin banyak dan orang kaya semakin super kaya karena memiliki power dan sanggup mempengaruhi kebijakan sebuah negara atau pemerintah.
"Kolaborasi itulah yang dinamakan oligarki. Meraka lah kaum neoliberal, penguasaan jalan tol oleh swasta dengan alasan aksi korporasi ataupun dengan alasan perusahaan BUMN terjerat utang karena memang mereka diskenariokan seperti itu," kata Satyo.
Seharusnya pemerintah tidak terlibat dalam bisnis jalan tol. Karena pada akhirnya, pemerintah hanya akan berhadapan dengan rakyat ketika pembebasan lahan dan penentuan harga tol pass. Sementara itu, pihak swasta hanya menunggu diujung menikmati manisnya tarif tol yang dapat naik setiap tiga bulan dengan alasan inflasi dan maintenance.
"Ketika banyak akses publik dikenakan tarif pada akhirnya hanya akan menciptakan cost driver dalam biaya logistik dan membebani masyarakat sebagai end user. Pada akhirnya pemerintah hanya akan jadi 'mandor' dan 'tukang gebug' ketika swasta banyak menguasai sektor yang berhubungan dengan urusan hajat hidup orang banyak," pungkas Satyo.