Berita

Sejumlah penukaran uang di provinsi Kandahar selatan yang berbasatan dengan Pakistan, melaporkan bahwa ada jutaan uang rupee Pakistan yang diselundupkan dari Pakistan setiap harinya/Repro

Dunia

Jutaan Rupee Diselundupkan dari Pakistan, Afghanistan Semakin Tersudut di Jurang Krisis Ekonomi

JUMAT, 01 OKTOBER 2021 | 03:36 WIB | LAPORAN: ABDUL MANSOOR HASSAN ZADA

Ancaman krisis ekonomi yang buruk tampak membentang di hadapan mata jutaan warga Afghanistan saat ini. Betapa tidak, selain ketidakpastian masa depan ekonomi yang terjadi usai perebutan kekuasaan oleh Taliban, negara itu kini juga harus menghadapi masalah penyelundupan uang.

Sejumlah money changer atau penukaran uang di provinsi Kandahar selatan yang berbasatan dengan Pakistan, melaporkan bahwa ada jutaan uang rupee Pakistan yang diselundupkan dari Pakistan setiap harinya. Rupee tersebut kemudian digunakan untuk menukarkan dolar AS di Afghanistan.

Para pelaku usaha money changer di Afghanistan mengaku bahwa mereka khawatir situasi tersebut akan menciptakan krisis ekonomi besar yang merugikan penukaran uang dan perdagangan. Dikhawatirkan juga dolar AS akan terdepresiasi di pasar negara.

Pada Kamis (30/9) saja, dolar AS diperdagangkan pada angka 91 di pasar Afghanistan. Angka ini naik dari 89 di hari sebelummnya.

Di sisi lain, satu dolar AS ditukar dengan 171 rupee di pasar Pakistan pada Kamis (30/9). Pada hari yang sama, di pasar Afghanistan harga satu dolar AS adalah 182 rupee. Ada selisih 11 rupee antara pasar kedua negara.

Para pelaku usaha penukaran uang mengatakan bahwa nilai dolar terhadap rupee Pakistan telah meningkat tajam di pasar Afghanistan sejak dolar dibeli dalam rupee Pakistan.

Dalam sebuah wawancara eksklusif dengan Pajhwok Afghan News, Kepala Asosiasi Penukaran Uang Kandahar Qand Agha, mengatakan bahwa situasi tersebut terjadi sejak beberapa waktu belakangan. Namun berbeda dari masa lalu, di mana dolar AS akan diimpor dari Pakistan dan rupee akan dibeli, kini kondisi yang terjadi justru sebaliknya. Rupee dibawa masuk ke Afghanistan dan dolar diambil oleh Pakistan.

Dia menambahkan bahwa baru-baru ini, jutaan rupee bahkan diselundupkan dari Pakistan ke Kandahar dan Helmand setiap hari.

"Dolar dibeli di sini (Afghanistan) dan dibawa kembali ke Pakistan melalui rute yang sama," ujarnya.

"Setelah larangan jual beli dolar di Pakistan, orang-orang beralih ke Afghanistan dan mengumpulkan dolar dari pasar kami," sambung Agha.

Menurutnya, hal tersebut seolah-olah merupakan tindakan konstitusional yang dilakukan oleh kelompok mafia untuk semakin melemahkan perekonomian Afghanistan. Bahkan, beberapa money changer terlibat dalam bisnis ini untuk keuntungan pribadi

Dia menambahkan, pedagang yang mengekspor buah segar dan kering dari Afghanistan juga membawa rupee dan mengubahnya menjadi dolar di Afghanistan.

Dia mengatakan bahwa mata uang Afghanistan, yakni afghani telah terdepresiasi tiga persen terhadap dolar sejak hari sebelumnya.

"Satu dolar ditukar dengan 89 afghani kemarin, tetapi hari ini diperdagangkan di 91 afghani," jelasnya.

Dia mencatat bahwa inilah alasan mengapa nilai tukar antara pasar Pakistan dan Afghanistan terpaut 11 terhadap dolar AS. Dia mengatakan bahwa selisih ini terpaut jauh, karena di masa lalu, selisih mata uang rupee dan afghani biasanya hanya terpaut satu atau dua.

Menurut Agha, inilah mengapa situasi ekonomi negara menjadi sangat kritis sehingga dolar telah terdepresiasi tajam di pasar dan juga merupakan faktor utama dalam depresiasi tiba-tiba dari afghani.

Dia mengatakan bahwa di masa lalu, Da Afghanistan Bank biasa menjual jutaan dolar seminggu di pasar terbuka, yang menjaga nilai afghani tetap bertahan dan memungkinkan para pedagang menukar dolar untuk ekspor dan impor.

Dia juga mencatat bahwa di masa lalu, bank-bank Afghanistan memiliki hubungan dengan bank-bank di seluruh dunia, menerima bantuan asing dan uang tunai. Namun kini semuanya terhenti.

Situasi ini tentu merugikan penukar uang, pedagang dan jutaan orang lainnya di Afghanistan, karena nilai afghani anjlok dan harga makanan dan non-makanan melonjak.

Ditanya soal apa yang dapat dilakukan pihak berwenang saat ini untuk mencegah krisis, Agha mengatakan, "Mereka tidak dapat melakukan apa-apa, mereka sama tidak berdayanya seperti kita,".

Dia mengatakan bahwa situasi akan memburuk kecuali dunia mengakui Taliban dan mencabut sanksi.

Namun dia meminta masyarakat internasional untuk membantu Afghanistan dan tidak membiarkan Taliban, yang merupakan bagian darinya, menjerumuskan 40 juta penduduk Afghanistan ke dalam krisis.

Penukar uang lainnya, Haji Syed Mohammad mengatakan kepada media yang sama bahwa sejumlah kelompok mafia telah menginvasi Afghanistan dan mengumpulkan dolar dari pasar negara itu.

Sebagai penukar uang, katanya, dia telah kehilangan antara 100 ribu hingga 200 ribu rupee per 100 ribu dolar dalam pertukaran mata uang sejak hari sebelumnya saja.

Dia juga mengatakan bahwa jika dunia tidak memperbaiki hubungannya dengan Afghanistan dan mengakui penguasa baru, krisis yang akan datang akan semakin meluas dan menghancurkan.

Menurutnya, krisis yang terjadi begitu dalam sehingga selain perdagangan, industri dalam negeri juga terkena imbasnya. Sebagai contoh, Kandahar telah tanpa listrik selama dua bulan terakhir, yang menyebabkan penutupan 250 pabrik dan hilangnya 5.000 pekerja langsung dan 5.000 pekerja tidak langsung.

Menurutnya, jika otoritas Taliban tidak memberikan perhatian serius terhadap masalah ini dan memperbaiki hubungan dengan dunia, maka ada bahaya bencana.

Mohammad Ajmal, seorang penduduk Kandahar dan seorang ekonom, mengatakan kepada Pajhwok Afghan News bahwa langkah terpenting untuk saat ini adalah bagi Taliban untuk menghentikan penyelundupan rupee Pakistan dan menukarkan dolar, meskipun itu sulit.

Dia menambahkan bahwa money changer juga harus menahan diri dari menjual dolar dalam rupee untuk keuntungan pribadi, karena hal ini akan merugikan mereka dan perekonomian negara dalam waktu dekat.

Dia mengatakan bank Pakistan belum memberikan dolar kepada orang-orang akhir-akhir ini dan mencoba untuk mengumpulkan dolar dari pasar Afghanistan.

Dia juga percaya bahwa jika dunia tidak mengubah pandangannya tentang Afghanistan dan Taliban menerima tuntutan dunia, situasinya akan memburuk.

Populer

Jaksa Agung Tidak Jujur, Jam Tangan Breitling Limited Edition Tidak Masuk LHKPN

Kamis, 21 November 2024 | 08:14

MUI Imbau Umat Islam Tak Pilih Pemimpin Pendukung Dinasti Politik

Jumat, 22 November 2024 | 09:27

Kejagung Periksa OC Kaligis serta Anak-Istri Zarof Ricar

Selasa, 26 November 2024 | 00:21

Rusia Siap Bombardir Ukraina dengan Rudal Hipersonik Oreshnik, Harga Minyak Langsung Naik

Sabtu, 23 November 2024 | 07:41

Ini Identitas 8 Orang yang Terjaring OTT KPK di Bengkulu

Minggu, 24 November 2024 | 16:14

Sikap Jokowi Munculkan Potensi konflik di Pilkada Jateng dan Jakarta

Senin, 25 November 2024 | 18:57

Legislator PKS Soroti Deindustrialisasi Jadi Mimpi Buruk Industri

Rabu, 20 November 2024 | 13:30

UPDATE

Sukses Amankan Pilkada, DPR Kasih Nilai Sembilan Buat Kapolri

Jumat, 29 November 2024 | 17:50

Telkom Innovillage 2024 Berhasil Libatkan Ribuan Mahasiswa

Jumat, 29 November 2024 | 17:36

DPR Bakal Panggil Kapolres Semarang Imbas Kasus Penembakan

Jumat, 29 November 2024 | 17:18

Pemerintah Janji Setop Impor Garam Konsumsi Tahun Depan

Jumat, 29 November 2024 | 17:06

Korsel Marah, Pesawat Tiongkok dan Rusia Melipir ke Zona Terlarang

Jumat, 29 November 2024 | 17:01

Polri Gelar Upacara Kenaikan Pangkat, Dedi Prasetyo Naik Bintang Tiga

Jumat, 29 November 2024 | 16:59

Dubes Najib Cicipi Menu Restoran Baru Garuda Indonesia Food di Madrid

Jumat, 29 November 2024 | 16:44

KPU Laksanakan Pencoblosan Susulan di 231 TPS

Jumat, 29 November 2024 | 16:28

Kemenkop Bertekad Perbaiki Ekosistem Koperasi Kredit

Jumat, 29 November 2024 | 16:16

KPK Usut Bau Amis Lelang Pengolahan Karet Kementan

Jumat, 29 November 2024 | 16:05

Selengkapnya