Berita

Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera/Net

Publika

Menyoal Keberadaan Oposisi

Oleh: Ikhwan Arif*
SENIN, 30 AGUSTUS 2021 | 12:22 WIB

OPOSISI dalam perkembangan dinamika politik di Indonesia selalu identik dengan keberpihakan partai politik dan elite partai terhadap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah, yaitu Presiden dan Wakil Presiden.

Akhir-akhir ini, pemberitaan media massa terkait bergabungnya Partai Amanat Nasional (PAN) dalam koalisi pemerintah menjadi perhatian khusus terhadap keberadaan opoisi dalam konteks demokrasi.

Pada kondisi ini, keberadaan oposisi masih ada akan, tetapi jumlah dan porsinya semakin berkurang, dengan demikian koalisi pemerintah semakin kuat.


Yang dipertanyakan saat ini apakah benar bergabunnya partai PAN sebagai bentuk upaya dalam mementingkan kepentingan rakyat? terlebih dalam kondisi pandemi Covid-19 ini semua pihak menginginkan kebijakan yang pro masyarakat dan bergotong royong untuk keluar dari pandemi Covid-19.

Bertambahnya partai koalisi pemerintah di Parlemen memberikan dampak yang positif dalam proses pengambilan kebijakan “decision making” antara eksekutif dan legislatif, sehingga tidak menghabiskan banyak waktu dan tenaga, serta pencapaian visi dan misi pemerintah akan terlaksana dengan cepat dan mempertimbangkan kepentigan rakyat, tanpa mengabaikan masukan dan kritikan dari pihak oposisi.

Dinamika politik yang terjadi pada poros oposisi tidak akan mampu bertahan lama jika diterpa godaan kepentingan partai dan elit partai disaat munculnya wacana amandemen UUD 1945. Satu hal yang tidak relevan jika oposisi kembali tergerus dan semakin berkurang jumlah dan porsinya, maka proses check and balances tidak akan tercapai.

Di samping itu, bergabungnya partai PAN dalam koalisi pemerintah justru dikatakan terlambat jika alasannya untuk membantu kebijakan pemerintah dalam mengatasi pandemi Covid-19. Ada misi terselubung partai PAN, terlebih di tengah munculnya wacana jabatan presiden selama tiga periode.

Untuk itu perlu dipahami beberapa hal terkait keberadaan oposisi dalam konteks demokrasi, yaitu:

Pertama, kita lihat peran oposisi dalam demokrasi sangat penting sebagai proses check and balance, untuk mengawasi kekuasaan presiden dengan melalukan fungsi kontrol terhadap kebijakan.

Oposisi berfungsi sebagai penyeimbang kekuasaan eksekutif untuk menjaga agar pemerintah tidak otoriter, dan berada pada jalan yang benar atau on the track. Maka dengan demikian, ketika pemerintah mulai keluar jalur, oposisi harus beridiri paling depan untuk meluruskan.
    
Kedua, merapatnya petinggi partai ke dalam koalisi pemerintahan Jokowi. Hal ini merupakan bentuk sikap politik oposisi yang tidak etis. Seharusnya Partai Amanat Nasional (PAN) tetap menjadi oposisi sebagai kekuatan penyeimbang terhadap kebijakan

Kedekatan emosional antara oposisi dan pemerintah harus ada batasanya sehingga dalam pembuatan kebijakan fungsi check dan balance berada pada jalur yang sebenarnya.

Ketiga, pentingnya decision maker dalam oposisi. Peran tokoh yang dijadikan kunci arah oposisi. Pada saat ini, boleh dikatakan Partai PKS dan Demokrat adalah penentu oposisi yang sebenarnya.

Sikap elite partai dan petinggi partai menjadi penentu apakah oposisi mampu mengimplementasikan kebijakan partai oposisi di Parlemen terhadap partai koalisi pemerintah di Parlemen.

Jangan sampai oposisi dan partai politik seperti kehilangan marwah. Semua berpikir merebut kekuasaan dan mempertahankan kekuasaan. Kekhawatiran ini tidak terlepas dari pihak oposisi lebih memfokuskan diri untuk mempersiapkan strategi pada pemilu tahun 2024.

Secara otomatis program pemerintah malah terabaikan. Semua bekerja untuk partai masing-masing bukan lagi mengatasnamakan kepentingan rakyat.

Pada akhirnya Indonesia tidak akan mengenal adanya partai oposisi karena tidak akan pernah ada satu partai yang sendiri menjalankan kekuasaan dan tidak ada jaminan partai yang kalah (berperan sebagai oposisi).

*Penulis adalah Pendiri Indonesia Political Power

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Ini Susunan Lengkap Direksi dan Komisaris bank bjb

Selasa, 09 Desember 2025 | 17:12

UPDATE

Rumah Dinas Kajari Bekasi Disegel KPK, Dijaga Petugas

Jumat, 19 Desember 2025 | 20:12

Purbaya Dipanggil Prabowo ke Istana, Bahas Apa?

Jumat, 19 Desember 2025 | 20:10

Dualisme, PB IKA PMII Pimpinan Slamet Ariyadi Banding ke PTTUN

Jumat, 19 Desember 2025 | 19:48

GREAT Institute: Perluasan Indeks Alfa Harus Jamin UMP 2026 Naik

Jumat, 19 Desember 2025 | 19:29

Megawati Pastikan Dapur Baguna PDIP Bukan Alat Kampanye Politik

Jumat, 19 Desember 2025 | 19:24

Relawan BNI Ikut Aksi BUMN Peduli Pulihkan Korban Terdampak Bencana Aceh

Jumat, 19 Desember 2025 | 19:15

Kontroversi Bantuan Luar Negeri untuk Bencana Banjir Sumatera

Jumat, 19 Desember 2025 | 18:58

Uang Ratusan Juta Disita KPK saat OTT Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 18:52

Jarnas Prabowo-Gibran Dorong Gerakan Umat Bantu Korban Banjir Sumatera

Jumat, 19 Desember 2025 | 18:34

Gelora Siap Cetak Pengusaha Baru

Jumat, 19 Desember 2025 | 18:33

Selengkapnya