Berita

Juliari Peter Batubara didampingi kuasa hukumnya, Maqdir Ismail/RMOL

Hukum

Kata Prof Romli, Cacian Publik Meringankan Vonis Juliari karena Hakim Pertimbangkan HAM

RABU, 25 AGUSTUS 2021 | 18:01 WIB | LAPORAN: DIKI TRIANTO

Pertimbangan Majelis Hakim terhadap vonis Juliari Peter Batubara yang merujuk soal kritik dan cacian publik sebagai hal yang meringankan dinilai bukan hal yang keliru.

Sebab dalam mengambil putusan, hakim merujuk pada beberapa pertimbangan, salah satunya asas hak asasi manusia (HAM).

Demikian disampaikan pakar hukum pidana Universitas Padjadjaran, Prof Romli Atmasasmita dalam merespons vonis Majelis Hakim Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat yang memvonis terdakwa suap bansos Covid-19, Juliari dengan 12 tahun penjara.

"Hal-hal yang meringankan merujuk kritik dan cacian masyarakat terhadap terdakwa merupakan keyakinan hakim dan sejalan dengan asas-asas HAM, antara lain praduga tak bersalah yang sering dilanggar pegiat antikorpsi," kata Prof Romli dalam keterangan tertulisnya, Rabu (25/8).

Hal itu teruang dalam Pasal 183 KUHAP dan Pasal 5 jo Pasal 50 UU Kekuasaan Kehakiman mewajibkan hakim dalam memutus, mempertimbangkan nilai keadilan masyarakat dan perlindungan HAM tersangka.

Sekalipun dalam kasus Juliari masuk ranah tipikor, kata dia, hak asasi tersangka atau terdakwa wajib dilindungi.

"HAM terdakwa wajib dilindungi antara lain praduga tak bersalah, ne bis in idem, non self incrimination. Hakim memasukkan hal meringankan seperti itu untuk mengingatkan kita, khususnya pegiat antikorupsi tidak bersikap zolim terhadap seseorang tersangka atau terdakwa," tegasnya.

Juliari Batubara dianggap sudah cukup menderita karena dicerca dan dihina oleh masyarakat. Hal itu menjadi salah satu pertimbangan hal-hal meringankan atas vonis Juliari. Bekas Menteri Sosial RI ini divonis 12 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan.

"Terdakwa sudah cukup menderita dicerca, dimaki, dihina oleh masyarakat. Terdakwa telah divonis oleh masyarakat telah bersalah, padahal secara hukum terdakwa belum tentu bersalah sebelum adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap," jelas Hakim Anggota di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin lalu (23/8).

Populer

KPK Ancam Pidana Dokter RSUD Sidoarjo Barat kalau Halangi Penyidikan Gus Muhdlor

Jumat, 19 April 2024 | 19:58

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Megawati Bermanuver Menipu Rakyat soal Amicus Curiae

Kamis, 18 April 2024 | 05:35

Diungkap Pj Gubernur, Persoalan di Masjid Al Jabbar Bukan cuma Pungli

Jumat, 19 April 2024 | 05:01

Bey Machmudin: Prioritas Penjabat Adalah Kepentingan Rakyat

Sabtu, 20 April 2024 | 19:53

Pj Gubernur Ingin Sumedang Kembali jadi Paradijs van Java

Selasa, 23 April 2024 | 12:42

Viral Video Mesum Warga Binaan, Kadiv Pemasyarakatan Jateng: Itu Video Lama

Jumat, 19 April 2024 | 21:35

UPDATE

Satgas Judi Online Jangan Hanya Fokus Penegakkan Hukum

Minggu, 28 April 2024 | 08:06

Pekerja Asal Jakarta di Luar Negeri Was-was Kebijakan Penonaktifan NIK

Minggu, 28 April 2024 | 08:01

PSI Yakini Ekonomi Indonesia Stabil di Tengah Keriuhan Pilkada

Minggu, 28 April 2024 | 07:41

Ganjil Genap di Jakarta Tak Berlaku saat Hari Buruh

Minggu, 28 April 2024 | 07:21

Cuaca Jakarta Hari Ini Berawan dan Cerah Cerawan

Minggu, 28 April 2024 | 07:11

UU DKJ Beri Wewenang Bamus Betawi Sertifikasi Kebudayaan

Minggu, 28 April 2024 | 07:05

Latihan Evakuasi Medis Udara

Minggu, 28 April 2024 | 06:56

Akibat Amandemen UUD 1945, Kedaulatan Hanya Milik Parpol

Minggu, 28 April 2024 | 06:26

Pangkoarmada I Kunjungi Prajurit Penjaga Pulau Terluar

Minggu, 28 April 2024 | 05:55

Potret Bangsa Pasca-Amandemen UUD 1945

Minggu, 28 April 2024 | 05:35

Selengkapnya