Berita

Gurubesar Universitas Islam Negeri Jakarta, Azyumardi Azra/repro

Politik

Peleburan Lembaga Iptek dan Litbang Wujud Kerakusan Kekuasaan Negara

JUMAT, 20 AGUSTUS 2021 | 03:27 WIB | LAPORAN: DIKI TRIANTO

Peleburan lembaga iptek dan litbang ke Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dianggap sebagai bentuk kerakusan negara.

"Saya kira ini menunjukkan apa yang disebut oleh Taufik Abdullah sebagai negara yang rakus (greed state). Negara yang ingin menguasai segala sesuatu," kata Gurubesar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Azyumardi Azra dalam diskusi daring bertajuk 'Dampak Peleburan LPNK dan Litbang K/L ke BRIN', Kamis (19/8).

Bentuk kerakusan negara terhadap lembaga riset terlihat dari rencana meleburkan lembaga pemerintah non-kementerian (LPNK) bidang iptek, yakni Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).


Bahkan, kata dia, BRIN juga akan meleburkan litbangjirap di seluruh k/L yang berjumlah 48. Juga Badan Riset dan Inovasi Daerah (Brida) di 34 provinsi.

"Ini mencerminkan kerakusan untuk berkuasa," ujarnya.

Integrasi dalam skala raksasa itu dikhawatirkan menghilangkan otonomi kelembagaan litbangjirap. Hal ini bertentangan dengan semangat reformasi yang memberi otonomi yang lebih besar pada lembaga ilmu pengetahuan.

Bila mengambil skema peleburan ini, ia pun ragu riset dan inovasi akan berjalan baik ke depannya. Sebab nantinya kondisi tersebut dikendalikan oleh sebuah struktur yang gemuk, namun minim SDM.

"Jangan dulu soal apa bisa melakukan riset dan inovasi, soal kelembagaan saja lagi-lagi mengatakan nafsu besar tenaga kurang. Apa punya kemampuan melakukan riset dan inovasi? Apalagi inovasi yang terpusat/tersentralisasi di BRIN," tegasnya.

Masih dalam diskusi tersebut, Deputi Bidang Jasa Ilmiah LIPI 2006-2011, Jan Sopaheluwakan berujar, lanskap iptek di Indonesia dewasa ini kian tidak jelas. Iptek didikte para politikus dan kepentingan politik yang transaksional yang membuat arah kebijakan iptek pragmatis dan tidak sinkron.

Bahkan perkembangan terbaru berpotensi terjadi tumpang tindih kewenangan antara Kemendikbudristek yang berlevel kementerian dengan BRIN yang hanya berbentuk badan.

“Sekarang ada dualisme (otoritas) antara Kemendikbudristek dengan BRIN,” jelas Sopaheluwakan.

Menurut Sopaheluwakan, dualisme tersebut berdampak buruk pada proses pengambilan kebijakan ilmu pengetahuan, teknologi, riset, dan inovasi. Padahal, antara ilmu pengetahuan, teknologi, riset, dan inovasi saling berkait tetapi berbeda satu sama lain.

Di sisi lain, Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari memandang ada peluang membatalkan keberadaan BRIN yang hendak mengintegrasikan litbangjirap berbentuk LPNK maupun litbang di kementerian/lembaga.

Hal itu bisa dilihat dari tidak padunya Pasal 48 UU 11/2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dengan Pasal 1 angka 1 Perpres 33/2021 tentang BRIN.

Penjelasan Pasal 48 ayat (1) ditulis, yang dimaksud "terintegrasi" adalah upaya mengarahkan dan menyinergikan antara lain dalam penyusunan perencanaan, program, anggaran, dan sumber daya ilmu pengetahuan dan teknologi bidang litbangjirap untuk menghasilkan invensi dan inovasi sebagai landasan ilmiah dalam perumusan dan penetapan kebijakan pembangunan nasional.

"Sementara Pasal 1 angka 1 Perpres 33/2021 menyatakan, BRIN adalah lembaga pemerintah yang menjalankan penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan, serta invensi dan inovasi yang terintegrasi," papar Feri.

Hal lain yang bisa dipersoalkan adalah kedudukan BRIN dan Brida, khususnya terkait anggaran dan kewenangan.

"BRIN merupakan lembaga pemerintah di bawah presiden, sedangkan Brida dibentuk oleh pemerintah daerah," tandasnya.

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Bangun Jembatan Harapan

Minggu, 07 Desember 2025 | 02:46

Distribusi Bantuan di Teluk Bayur

Minggu, 07 Desember 2025 | 04:25

Bahlil Minta Maaf Usai Prank Presiden Prabowo

Selasa, 09 Desember 2025 | 18:00

UPDATE

Kreditur Tak Boleh Cuci Tangan: OJK Perketat Aturan Penagihan Utang Pasca Tragedi Kalibata

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:15

Dolar Melemah di Tengah Data Tenaga Kerja AS yang Variatif

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:00

Penghormatan 75 Tahun Pengabdian: Memori Kolektif Haji dalam Buku Pamungkas Ditjen PHU

Rabu, 17 Desember 2025 | 07:48

Emas Menguat Didorong Data Pengangguran AS dan Prospek Pemangkasan Suku Bunga Fed

Rabu, 17 Desember 2025 | 07:23

Bursa Eropa Tumbang Dihantam Data Ketenagakerjaan AS dan Kecemasan Global

Rabu, 17 Desember 2025 | 07:01

Pembatasan Truk saat Nataru Bisa Picu Kenaikan Biaya Logistik

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:46

Dokter Tifa Kecewa Penyidik Perlihatkan Ijazah Jokowi cuma 10 Menit

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:35

Lompatan Cara Belajar

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:22

Jakarta Hasilkan Bahan Bakar Alternatif dari RDF Plant Rorotan

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:11

Dedi Mulyadi Larang Angkot di Puncak Beroperasi selama Nataru

Rabu, 17 Desember 2025 | 05:48

Selengkapnya