Berita

Perwakilan pegawai KPK yang gagal TWK mengadu ke Komnas HAM/Net

Publika

Drakor Komnas HAM dan Novel Baswedan Cs

KAMIS, 19 AGUSTUS 2021 | 06:01 WIB

Publik saat ini disajikan totonan Drakor (Drama Korea) Komnas HAM dan Novel Cs terkait 11 temuan pelanggaran HAM dalam proses TWK KPK, kalau dilihat pengaduan Novel Baswedan dan 75 eks pegawai KPK mirip Drakor "Fight For My Way" yang mengisahkan sepasang sahabat karib dengan impian masing-masing yang tampaknya sungguh mustahil.

Namun seiring berjalannya waktu, mereka berjuang meraih hal mustahil tersebut dan perasaan istimewa pun hadir di antara keduanya.

Itulah kisah Novel Cs yang digaji oleh negara karena gagal TWK mengadu ke Komnas HAM, padahal penyelenggaraan proses TWK untuk alih status menjadi ASN tertuang dalam UU 19/2019 tentang perubahan kedua atas UU 30/2002 tentang KPK dan PP 41/2020. Karena urusan pegawai KPK bukan kategori pelanggaran HAM melainkan urusan administrasi yang bisa diuji di PTUN.

Padahal Komisioner Komnas HAM melanggar kode etik karena membela pegawai negara, tidak sesuai amanat point (3) huruf b pasal 89 UU 39 tahun 1999 yang bunyinya "Penyelidikan dan pemeriksaan terhadap peristiwa yang timbul dalam masyarakat yang berdasarkan sifat atau lingkupnya patut diduga terdapat pelanggaran hak asasi manusia".

Artinya Komnas HAM hanya diberi kewenangan untuk menangani "Masyarakat" bukan Aktor Negara (State Actor) seperti Novel Baswedan dan 75 eks pegawai KPK.

Disinilah Drakor "Fight My Way" dimulai antara Komnas HAM dan Novel Baswedan Cs sehingga mengakibatkan Sakit Pikiran (SAPI) dalam melihat ketatanegaraan Republik Indonesia. Padahal dasar kewenangan yang dimiliki Komnas HAM, Pasal 79 dan Pasal 89 UU 39/1999 tentang HAM  menyebutkan Komnas HAM berwenang melakukan kerja pemantauan dan pengkajian.

Karena ada cinta antara Komnas HAM dan Novel Baswedan Cs mengakibatkan membuat buta para komisioner Komnas HAM, cinta boleh buta tapi jangan mau dibutakan. Komnas HAM semestinya segera menyelesaikan kasus-kasus HAM berat (Talang Sari, Priuk, Kerusuhan Mei '98, Kasus Trisakti, Semanggi I & II).
Hari Purwanto
Penulis adalah Direktur Eksekutif Studi Demokrasi Rakyat (SDR)

Populer

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Pj Gubernur Ingin Sumedang Kembali jadi Paradijs van Java

Selasa, 23 April 2024 | 12:42

Bey Pastikan Kesiapan Pelaksanaan Haji Jawa Barat

Rabu, 01 Mei 2024 | 08:43

Jurus Anies dan Prabowo Mengunci Kelicikan Jokowi

Rabu, 24 April 2024 | 19:46

Kaki Kanan Aktor Senior Dorman Borisman Dikubur di Halaman Rumah

Kamis, 02 Mei 2024 | 13:53

Tim Hukum PDIP Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda

Selasa, 23 April 2024 | 19:52

UPDATE

Pengukuhan Petugas Haji

Sabtu, 04 Mei 2024 | 04:04

Chili Siap Jadi Mitra Ekonomi Strategis Indonesia di Amerika Selatan

Sabtu, 04 Mei 2024 | 04:02

Basri Baco: Sekolah Gratis Bisa Jadi Kado Indah Heru Budi

Sabtu, 04 Mei 2024 | 03:42

Pemprov DKI Tak Ingin Polusi Udara Buruk 2023 Terulang

Sabtu, 04 Mei 2024 | 03:24

Catat, Ganjil Genap di Jakarta Ditiadakan 9-10 Mei

Sabtu, 04 Mei 2024 | 03:22

BMKG Prediksi Juni Puncak Musim Kemarau di Jakarta

Sabtu, 04 Mei 2024 | 02:27

Patuhi Telegram Kabareskrim, Rio Reifan Tak akan Direhabilitasi

Sabtu, 04 Mei 2024 | 02:05

Airlangga dan Menteri Ekonomi Jepang Sepakat Jalankan 3 Proyek Prioritas Transisi Energi

Sabtu, 04 Mei 2024 | 02:00

Zaki Tolak Bocorkan soal Koalisi Pilkada Jakarta

Sabtu, 04 Mei 2024 | 01:35

Bertemu Wakil PM Belanda, Airlangga Bicara soal Kerja Sama Giant Sea Wall

Sabtu, 04 Mei 2024 | 01:22

Selengkapnya